Siapa yang apabila datang bulan Ramadhan, paling sibuk menyiapkan untuk makanan sahur dan berbuka? Siapa yang sibuk berbenah di rumah dan mengurusi anak-anak di rumah? Siapa pula yang terpaksa tidak bisa genap satu bulan berpuasa namun harus bersikap seperti orang yang berpuasa dan wajib membayar puasanya padahal ia tidak menginginkan semua itu?
Jawabannya adalah kaum perempuan. Teman hidup laki-laki yang memiliki peranan sangat penting dan keberadaannya dapat dikatakan sebagai makhluk yang multifungsi, tetapi tetap saja peranannya masih dianggap sebagai figuran.
BACA JUGA: Sambut Ramadan dengan Suka Cita di Tengah Pandemi
Allah SWT berfirman, “Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, (maka) Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar,” (QS. Al-Ahzab [33]: 35).
Dalam ayat ini menyatakan dengan jelas bahwa Allah SWT memuliakan kaum perempuan. Tapi mengapa kaum Adam seenaknya saja melimpahkan semua pekerjaan pada kaum perempuan?
Padahal baik laki-laki maupun perempuan sama-sama melaksanakan ibadah puasa. Apa salahnya jika pekerjaan dibagi dua?
Dalam keadaan puasa pun mereka tetap melaksanakan kewajiban tanpa ada rasa lelah dan tanpa mengeluh sedikitpun. Sebisa mungkin ia harus dapat membagi uang yang pas-pasan sampai akhir bulan ramadhan.
Begitu pentingnya peran perempuan, sehingga Rasulullah SAW memberikan penegasan, “Yang terbaik diantara kamu adalah yang paling baik kepada perempuan,” (HR. Ibnu Majah). Dengan kata lain, seseorang belum menjadi hamba yang baik jika ia masih membebani kaum perempuan.
BACA JUGA: Ramadan dan Ujian Kesabaran
Dari Abu Said al-Hudri RA, meriwayatkan bahwa ketika itu Nabi SAW bersabda di hadapan para perempuan, “Tidak ada satu makhluk yang kurang akal dan agamanya akan tetapi mampu menaklukan keteguhan hati seorang ksatria, selain perempuan seperti kalian.”
Para wanita kemudian bertanya ihwal kurangnya akal dan agama mereka.
Rasulullah SAW menjelaskan, “Bukankah kesaksian seorang wanita itu nilainya hanya setengah kesaksian laki-laki? Bukankah ketika datang bulan (haidh) mereka tidak shalat dan juga tidak berpuasa?” (para wanita) berkata “Benar, ya Rasul”. Sambung Nabi, “Itulah yang aku maksud kurangnya akal dan agama mereka,” (HR. Bukhari).
Hikmah yang dapat dipetik adalah Rasulullah SAW menempatkan perempuan sesuai dengan peran dan fungsinya yang mulia. Maka dari itu, hendaklah di bulan suci ini kita mengurangi beban dari seorang wanita dalam segala hal. Saatnya kita menghargai kaum perempuan sebagai sosok yang tidak hanya sebagai figuran.
Sumber: The Power of Ramadhan/Ust. Muhammad Arifin Ilham dan Ustz. Dr. H. S. Suryani Taher/Haqiena Media/Jakarta Timur/Juli 2012.