SEBAGIAN orang inginnya serba instan. Ingin memahami sebuah ilmu dalam sekejab. Nggak mau lama-lama, nggak mau susah, nggak mau prihatin, dan nggak mau berkorban. Lebih suka berguru ke mbah google daripada menghadiri mejelis ilmu. Kalaupun hadir, hanya seminggu sekali, atau sebulan sekali, atau hanya sekali-kali. Yang penting pernah kelihatan di majelis ilmu dan sudah dapat stempel “bukan orang awam”.
Tragisnya, giliran bicara agama atau menghakimi orang lain, menjadi orang yang paling vokal. Seakan dia adalah orang yang paling alim sejagad raya. Inilah akibat ilmu yang setengah matang. Rasa ingin tampilnya, mengalahkan ilmu dan akal sehatnya.
BACA JUGA: Pusat Dakwah di Awal Masa Kenabian
Belajar agama itu butuh waktu panjang. Sabar, prihatin, lelah, menjadi sebuah keniscayaan. Semakin panjang dan sabar seorang menuntut ilmu, maka ilmu yang tertanam akan semakin mapan, lengkap dan terstruktur. Selain menghasilkan ilmu, berbagai pengorbanan dan keletihan akan menanamkan sifat hikmah, kehati-hatian, memuliakan ilmu dan ahlinya, serta akan membuat pemiliknya semakin merasa “bukan siapa-siapa” dan “belum apa-apa”.
Diceritakan oleh imam Al-Qadhi ‘Iyyadh –rahimahullah-, bahwa Shafwan bin Umar bin Abdul Wahid hendak membaca kitab Muwatha’ kepada Imam Malik bin Anas selama empat puluh hari. Maka imam Malik –rahimahullah- (w. 179 H)berkata :
كِتَابٌ أَلَّفْتُهُ فِيْ أَرْبَعِيْنَ سَنَةٍ أَخَذْتُمُوْهُ فِيْ أَرْبَعِيْنَ يَوْماً، قَلَّ مَا تَتَفَقَّهُوْنَ فِيْهِ
BACA JUGA: Kesuksesan Dakwah Abu Bakar Ash-Shiddiq
“Sebuah kitab yang aku susun selama empat puluh tahun, lalu engkau ingin mengambilnya hanya selama empat puluh hari ? (Sungguh betapa) banyaknya masalah yang tidak akan engkau pahami di dalamnya !” [Al-Muwatha’ tahqiq Muhammad Mushthafa Al-A’dzami :1/49].
Transfer ilmu itu ibarat memasukkan air ke dalam botol. Kita ambil gayung lalu kita masukkan ke dalam botol sedikit demi sedikit. Pelan tapi pasti, botol akan terisi penuh. Tapi jika air satu bak kita guyurkan langsung ke mulut botol, maka yang masuk hanya sedikit, mungkin seperempat botol pun tidak ada. Lebih banyak yang terbuang sia-sia. []
Facebook: Abdullah Al-Jirani