Oleh : Susi LW,
susiakmal@yahoo.com
“Allaahu akbar Allaahu akbar Allaahu akbar, laa illaa hailallahuwallaahuakbar Allaahuakbar walillaahi hamd.”
USAI gema takbir berkumandang, kerinduan itu akan hadir membersamai. Langkah yang akan tertempuh membutuhkan belasan bulan lagi, menuju Ramadhan di tahun mendatang.
Ramadhan pergi menyisakan kerinduan yang akan terobati. Hanya satu pertanyaan di dalam hati, akankah sampai pada Ramadan dikemudian? Mengobati segala kerinduan. Lalu bagaimana dengan diriku yang kadang lalai? Bagaimana kujalani belasan bulan usai Idul Fitri? Akankah sama ketakwaanku nanti? lebih baik atau bahkan berkurang?
Ramadhan pergi, tapi bukan kepergiannya yang ku takuti. Tapi setiap kebiasaan yang ada akankah sama? Ibadah yang mungkin berkurang, bukan pada bilangannya tapi kekhusyuannya. Sedekah yang mungkin berkurang, bukan pada jumlahnya tapi keikhlasannya. Akankah aku bisa melewatinya?
Dibulan Ramadhan waktu subuh terasa ringan dikerjakan, karena hanya berbeda beberapa menit saja setelah makan sahur. Waktu isya yang beriringan sebelum tarawih dilakukan. Lantunan ayat Al-qur’an yang terasa ringan diucapkan. Akankah sama setelah ramadhan ini?
Tapi inilah ironi pasca Ramadhan, Subuh yang kadang hampir kesiangan, Isya yang kadang malas karena kelelahan, membaca Al-qur’an yang dilakukan kadang-kadang, jamaah masjid yang hanya terhitung dengan jari tangan, puasa sunah yang terhitung jarang. Sungguh seberat inikah usai kepergiannya? Satu bulan bersama, belasan bulan terlena. Bukankah setelah sebulan iman ditempa, menjadikan pribadi yang lebih baik lagi?
Ya Allah tetapkanlah nikmat iman dan islam dihati kami. Sehatkan badan kami, sampaikan kami pada ramadhan ditahun mendatang. Hasbunallah wa ni’mal wakil, ni’mal maula wa ni’man nashir. Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung. Aamiin.[]
Bekasi, 7 Juli 2016
Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak 2 halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri.