MENGAPA tidak ada yang bisa mengubah isi Al-Quran? Allah berfirman dalam Surah Al-Kahfi (18) ayat 27:
وَاتْلُ مَآ اُوْحِيَ اِلَيْكَ مِنْ كِتَابِ رَبِّكَۗ لَا مُبَدِّلَ لِكَلِمٰتِهٖۗ وَلَنْ تَجِدَ مِنْ دُوْنِهٖ مُلْتَحَدًا
Dan bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu kitab Tuhanmu (Al-Quran). Tidak ada (seorang pun) yang dapat mengubah kalimat-kalimat-Nya. Dan kamu tidak akan dapat menemukan tempat berlindung selain daripada-Nya.
Ini adalah ayat pembukaan setelah sebelumnya Allah menceritakan kisah Ashabul Kahfi, kemudian pada ayat ini Allah memerintahkan kepada Nabi ﷺ untuk membacakan apa yang Allah wahyukan kepada Nabi ﷺ. Allah pun berfirman:
وَاتْلُ مَآ اُوْحِيَ اِلَيْكَ مِنْ كِتَابِ رَبِّكَۗ
Dan bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu kitab Tuhanmu (Al-Quran).
BACA JUGA: Adakah dalam Al-Quran Kata ‘Aamiin’?
Apa yang telah diwahyukan maka diperintahkan untuk disampaikan, ini adalah dalil bahwasanya Nabi ﷺ hanya seorang Rasul (utusan), yang bertugas hanya untuk menyampaikan apa yang diwahyukan kepada beliau. Nabi ﷺ tidak boleh melarang di luar apa yang diwahyukan.
Nabi ﷺ tidak boleh menambah-nambah atau mengurangi, beliau diperintahkan untuk menyampaikan apa adanya, baik yang berkaitan dengan kisah Ashabul Kahfi atau ayat-ayat yang lainnya. Nabi hanya ditugaskan menyampaikan dan membacakan apa yang Allah sampaikan kepada beliau ﷺ.
Kemudian firman Allah:
لَا مُبَدِّلَ لِكَلِمٰتِهٖۗ
Tidak ada (seorang pun) yang dapat mengubah kalimat-kalimatnya
Dalam firman-Nya لَا مُبَدِّلَ makna لَا di sini disebut dengan la nafiyatun liljinsi dan مُبَدِّلَ sebagai isim laa, dan tidaklah didatangkan dalam bentuk seperti ini kecuali untuk menafikan segalanya. Contohnya, ketika ada seseorang bertanya: Apakah ada orang di rumah? Kemudian menjawab: “Tidak ada seorang pun yang berada di rumah.” Berarti ini menafikan jenis orang, yaitu tidak ada seorang pun yang ada di rumah. Dan la di sini namanya lanafiatun lil jinsi yaitu kata la yang berfungsi menafikan jenis tertentu. Maka, di sini Allah mengatakan لَا مُبَدِّلَ, tidak ada (seorang pun) yang dapat mengubah sehingga siapa pun itu, entah itu jin, malaikat, atau manusia, siapa pun tidak ada yang bisa mengubah kalimat-kalimat Allah.
Kalimat-kalimat Allah terbagi menjadi dua macam:
Pertama, al kalimaatusy syar’iyyah, yatu seperti ayat-ayat Al-Quran. Maka, ketika Allah berfirman لَا مُبَدِّلَ لِكَلِمٰتِهٖۗ Tidak ada (seorang pun) yang dapat mengubah, kalimatnya jika ditinjau maknanya sebagai Al-Quran maka tidak ada yang mampu mengubah ayat-ayat Allah.
Allah menjaga Al-Quran Al-Karim semenjak dahulu hingga sekarang, tidak ada satu pun yang mampu untuk menambah untuk mengurangi atau mengubah walau satu huruf pun dalam Al-Quran. Jika ada orang yang mencoba untuk menambahnya persiapan ketahuan. sehingga ayat-ayat Allah tidak ada yang bisa untuk mengubahnya.
Terlalu banyak kaum Muslimin yang menghafal Al-Quran sehingga kalau diubah satu huruf pun pasti ketahuan.
Selain itu, kandungan Al-Quran juga telah sempurna sehingga tidak perlu revisi lagi. Sampai Hari Kiamat, tidak perlu revisi terhadap Al-Quran karena telah sempurna. Berbeda dengan pernyataan-pernyataan manusia dan hukum-hukum manusia yang memiliki batas kedaluarsa, yang terkadang mengalami revisi, dan terkadang cocok terhadap suatu kaum tetapi tidak cocok untuk kaum yang lain.
Adapun aturan-aturan syariat dalam Al-Quran semua sudah sempurna tidak perlu revisi. dan Al-Quran sempurna dari segala sisi, segala hukum-hukumnya, dan segala kabar-kabarnya, tidak perlu ada revisi karena tidak ada kesalahan dari sisi bahasa. Para pakar bahasa Arab pun tahu bahwasanya bahasa Arab yang termaktub dalam Al-Quran sangat sempurna sehingga tidak butuh revisi sama sekali.
Coba kita bandingkan dengan produk manusia. Maka, kita dapati beberapa bahasa yang kurang tepat, kurang bagus, perlu tambahan, perlu pengurangan, dan seterusnya. Adapun Al-Quran sudah sempurna dan tidak perlu untuk direvisi sama sekali hingga Hari Kiamat.
Kedua: al kalimaatul kauniyah, seperti takdir dan janji Allah. Ketetapan dan takdir Allah tidak ada yang bisa mengubahnya. Allah sudah menetapkannya di Al-Lauh Al-Mahfudz.
Allah telah menggariskan sunnatullah berlaku bahwasanya orang-orang yang bertakwa aturannya seperti ini dan orang-orang yang membangkang aturannya seperti ini. Begitu pula apa yang mereka dapatkan di dunia bagaimana dan di akhirat bagaimana. Semua ketetapan Allah dan sunnatullah telah berlaku tidak ada yang bisa mengubahnya. Jika Anda berbuat kesyirikan, Anda akan disiksa di neraka Jahanam dan itu sudah tidak bisa diubah.
Dan, jika Anda beriman kepada Allah dan bertauhid kepada Allah maka Anda akan masuk surga kekal di dalamnya. Dan semua ini adalah aturan Allah yang tidak ada satu pun yang bisa mengubah aturan Allah, baik yang syariah maupun yang kauniyah.
وَلَنْ تَجِدَ مِنْ دُوْنِهٖ مُلْتَحَدًا
dan kamu tidak akan dapat menemukan tempat berlindung selain daripadanya.
مُلْتَحَدًا diambil dari kata al-hadu artinya condong atau miring. Oleh karenanya, orang ketika dikubur ada dua model: (1) ada yang namanya asy-syaq, itu yang lubangnya berada di tengah, (2) dan ada yang namanya al-lahd yang lubangnya berada di pinggir.
Kalau bisa dengan al-lahd maka ini yang terbaik, tetapi jika kondisi tanah tidak memungkinkan maka boleh dengan model asy-syaq. Dan maksud dari مُلْتَحَدًا adalah malja’an, yaitu tempat orang yang kemudian dia condong berpegang kepadanya. Allah mengingatkan dalam ayat ini: “Wahai Muhammad, engkau tidak akan menemukan tempat bersandar atas tempat engkau condong kepadanya kecuali Allah”.
Sebagian ahli tafsir, seperti Imam Al-Qurthubi, mengatakan: “Seandainya engkau, wahai Muhammad, tidak menyampaikan sesuai apa yang Aku perintahkan, seandainya engkau menambah kisah Ashabul Kahfi, seandainya engkau kurang-kurang kisah Ashabul Kahfi, engkau tidak menyampaikan sebagaimana adanya, ada yang engkau simpan dan ada yang engkau tambah, maka celaka engkau, wahai Muhammad, karena engkau tidak akan menemukan tempat untuk berlindung kecuali Allah”.
BACA JUGA: Anjuran Menangis saat Membaca Al-Quran
Ini dalil bahwasanya Nabi Muhammad ﷺ hanya seorang Rasul yang tugasnya hanya menyampaikan. Dia tidak bisa mengarang sendiri. Seandainya Al-Quran adalah karangan Muhammad, Abu Jahal dan Abu Lahab juga bisa mengarang Al-Quran.
Namun, karena Al-Quran bukan karangan Muhammad (terlebih lagi tentang kisah dalam Al-Quran tentang hal-hal gaib) maka dari mana Nabi Muhammad ﷺ mau mengarang? Sementara beliau belum pernah belajar dari orang-orang sebelumnya, dia tidak pernah membaca Taurat, Injil, dan yang lainnya. Beliau buta huruf, tidak bisa membaca dan tidak bisa menulis, maka dari mana beliau mengarang kisah tentang Ashabul Kahfi bahwasanya mereka begini dan begitu?
Dalam ayat ini, Allah mengingatkan sebagaimana penekanan bahwasanya apa yang disampaikan oleh Nabi Muhammad ﷺ itu persis seperti yang diwahyukan kepada Nabi karena, jika Nabi Muhammad ﷺ menambah, mengurangi, atau mengarang, beliau akan terkena ancaman dan beliau tidak akan menemukan tempat berlindung kecuali Allah.
SUMBER: TAFSIR AT TAYSIR SURAH AL-KAHFI | PUSAT STUDI QURAN