BADAN yang sehat adalah modal utama seseorang untuk beraktivitas dan menjemput rezeki yang Allah SWT anugerahkan. Kesehatan yang tidak terjaga hanya akan mendatangkan musibah dan menyulitkan kita untuk beribadah.
Dalam Islam pun kita dianjurkan untuk menjaga kesehatan jasmani. Agar tetap sehat, hal yang perlu diperhatikan dan dijaga, menurut sementara ulama, disebutkan, ada sepuluh hal, yaitu: dalam hal makan, minum, gerak, diam, tidur, terjaga, hubungan seksual, keinginan-keinginan nafsu, keadaan kejiwaan, dan mengatur anggota badan.
Pertama, mengatur pola makan dan minum
Dalam ilmu kesehatan atau gizi disebutkan, makanan adalah unsur terpenting untuk menjaga kesehatan. Kalangan ahli kedokteran Islam menyebutkan, makan yang halalan dan thayyiban. Al-Quran berpesan agar manusia memperhatikan yang dimakannya, seperti ditegaskan dalam ayat, “Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya,” (QS. ‘Abasa [80]: 24).
Kedua; keseimbangan beraktivitas dan istirahat
Perhatian Islam terhadap masalah kesehatan dimulai sejak bayi, di mana Islam menekankan bagi ibu agar menyusui anaknya, di samping merupakan fitrah juga mengandung nilai kesehatan. Banyak ayat dalam al-Quran menganjurkan hal tersebut.
Al-Quran melarang melakukan sesuatu yang dapat merusak badan. Para pakar di bidang medis memberikan contoh seperti merokok. Alasannya, termasuk dalam larangan membinasakan diri dan mubadzir dan akibat yang ditimbulkan, bau, mengganggu orang lain dan lingkungan.
Islam juga memberikan hak badan, sesuai dengan fungsi dan daya tahannya, sesuai anjuran Nabi bahwa badan juga mempunyai hak.
Islam menekankan keteraturan mengatur ritme hidup dengan cara tidur cukup, istirahat cukup, di samping hak-haknya kepada Tuhan melalui ibadah. Islam memberi tuntunan agar mengatur waktu untuk istirahat bagi jasmani. Keteraturan tidur dan berjaga diatur secara proporsional, masing-masing anggota tubuh memiliki hak yang mesti dipenuhi.
Di sisi lain, Islam melarang membebani badan melebihi batas kemampuannya, seperti melakukan begadang sepanjang malam, melaparkan perut berkepanjangan sekalipun maksudnya untuk beribadah, seperti tampak pada tekad sekelompok sahabat Nabi yang ingin terus menerus shalat malam dengan tidak tidur, sebagian hendak berpuasa terus menerus sepanjang tahun, dan yang lain tidak mau ‘menggauli’ istrinya, sebagaimana disebutkan dalam hadits:
“Nabi pernah berkata kepadaku: ‘Hai hamba Allah, bukankah aku memberitakan bahwa kamu puasa di az’am, hari dan qiyamul lail di malam hari?’ Maka aku katakan, ‘Benar ya Rasulullah.’ Nabi menjawab: ‘Jangan lalukan itu, berpuasa dan berbukalah, bangun malam dan tidurlah, Sebab, pada badanmu ada hak dan pada lambungmu juga ada hak’,” (HR. Bukhari dan Muslim). []