Oleh: Ispiraini, Lc
DALAM sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Muslim dan Ahmad, dari Jabir bin Abdillah, Rasulullah SAW bersabda, “Jika makanan salah satu kalian jatuh maka hendaklah diambil dan disingkirkan kotoran yang melekat padanya, kemudian hendaknya dimakan dan jangan dibiarkan untuk setan.”
Dalam riwayat yang lain dinyatakan, “Sesungguhnya setan bersama kalian dalam segala keadaan, sampai-sampai setan bersama kalian pada saat makan. Oleh karena itu, jika makanan kalian jatuh ke lantai maka kotorannya hendaknya dibersihkan kemudian di makan dan jangan dibiarkan untuk setan. Jika sudah selesai makan maka hendaknya jari jemari dijilati karena tidak diketahui di bagian manakah makanan tersebut terdapat berkah.”
Hadits Rasulullah di atas menunjukkan kepada kita betapa ajaran Islam begitu sempurna, syamil dan mutakamil. Islam tidak hanya berbicara tentang ketuhanan, ekonomi, politik, militer (jihad), ibadah mahdhah (ritual), tetapi pada perkara yang kelihatannya cukup sederhanapun tidak pernah luput dari perhatian Rasulullah, sang pengemban risalah Islam.
BACA JUGA: Waktu Bayi Dibuang Ibunya ke Tong Sampah, Kini Pria Ini Jadi Miliarder
Hadits perintah menjilati jari setelah makan serta memungut nasi yang jatuh lalu dicuci memang kelihatannya sangat sederhana, bahkan oleh sebagian orang mungkin menganggap hadits ini hadits ’yang menjijikkan’, masa’ setelah makan jari dijilatin, malu dong! Atau, kalau ada nasi yang jatuh, kemudian kita pungut dan cuci lagi, baru kemudian nasinya kita makan, alamak! Memang, sekilas orang melihat hadits ini ’menjijikkan’, tetapi ketika meneliti dan memahami hadits tersebut dengan lebih seksama, ternyata terdapat pelajaran luar biasa bagi ummat manusia di zaman modern ini.
Sebiji nasi yang jatuh, ketika tidak diambil lagi, secara otomatis statusnya berubah menjadi sampah yang tidak berguna, demikian pula jari yang masih belepotan dengan bekas makanan cokelat atau sambal balado, ketika tidak dijilat dan langsung dibasuh dengan air kobokan, tentu akan lebih mencemari air, dibanding jari yang dijilat terlebih dahulu.
Memang masalah memungut nasi masalah sederhana, tetapi ketika kita tinjau dari kondisi masyarakat yang ada di zaman Rasulullah, ini menunjukkan sebuah langkah yang sangat maju dalam hal pengelolaan sampah, cuma bedanya, di zaman Rasulullah permasalahannya masih sangat sederhana.
Nasi yang seharusnya menjadi sampah, oleh Rasulullah dikelola kembali dengan cara dicuci, agar kemudian kembali bermanfaat dan tidak terbuang sia-sia menjadi sampah. Ataupun tangan yang belepotan dengan bekas makanan ketika dicuci dengan air tentu akan mencemari air, tetapi upaya meminimalisir pencemaran air ditunjukkan dan diajarkan oleh Rasulullah bagi masyarakat modern, walaupun dengan cara yang sederhana, yang sesuai dengan kondisi yang ada di zaman saat itu.
Kita memang tidak akan menemukan ada hadits yang secara sharih (jelas) memerintahkan umat Islam mengelola sampah, tetapi kalau kita berkaca dari beragam ayat dan riwayat, termasuk hadits sebelumnya, sesungguhnya Islam mengajarkan pemeluknya agar mengelola sampah, kok bisa?
Mayoritas sampah bisa dikelola
Secara umum, jenis sampah dapat dibagi menjadi dua, yaitu sampah organik, biasa disebut sebagai sampah basah dan sampah anorganik (sampah kering). Sampah basah adalah sampah yang berasal dari makhluk hidup, seperti daun-daunan, sampah dapur, dll. Sampah jenis ini dapat terdegradasi (membusuk/hancur) secara alami, karenanya sampah yang jebis ini bisa dikelola menjadi pupuk organik.
Sebaliknya dengan sampah kering, seperti kertas, plastik, kaleng, dan lain-lain, sampah jenis ini tidak dapat terdegradasi secara alami, tetapi bukan berarti tidak bisa dimanfaatkan sama sekali, sebagian sampah jenis anorganik bisa dikelola menjadi kerajianan tangan, seperti kardus dan plastik bungkus deterjen dan sebaginya.
Ternyata, sebagian besar sampah yang dihasilkan di Indonesia merupakan sampah basah, yaitu mencakup 60-70 persen dari total volume sampah. Oleh karena itu pengelolaan sampah yang terdesentralisisasi sangat membantu dalam meminimalisir sampah yang harus dibuang ke tempat pembuangan akhir. Pada prinsipnya pengelolaan sampah haruslah dilakukan sedekat mungkin dengan sumbernya.
Selama ini pengelolaan persampahan, terutama di perkotaan, tidak berjalan dengan efisien dan efektif karena pengelolaan sampah masih bersifat terpusat. Sampah dari kota Batam harus dibuang di areal seluas 4,2 hektare di Telaga Punggur. Dapat dibayangkan berapa ongkos yang harus dikeluarkan untuk ini. Belum lagi, sampah yang dibuang masih tercampur antara sampah basah dan sampah kering, ditambah lagi, kadangkala beberapaa perumahan mengeluh karena kadang sampai seminggu, sampah yang sudah menumpuk menggunung dan menebarkan baunya yang khas tidak kunjung diangkut oleh lori petugas kebersihan.
Padahal, dengan mengelola sampah besar di tingkat lingkungan terkecil, seperti RT/RW atau perumahan, dengan membuatnya menjadi kompos atau pupuk organik, maka paling tidak volume sampah dapat diturunkan dan dikurangi.
Ikhtitam
Di dalam Islam ada terminologi tabdzir, atau yang biasanya lebih dikenal dengan istilah mubazir. Tabdzir adalah menyia-nyiakan sesuatu yang bisa dimanfaatkan, dan ini dibenci oleh Allah, sampai-sampai disebut sebagai saudaranya setan, Allah berfirman, ”janganlah kalian berbuat tabdzir, karena orang-orang yang mubadzir adalah saudaranya setan, dan setan itu sangat inkar kepada tuhannya.” (QS al Isra’: 27-28).
BACA JUGA: Muslimah, ini 7 Cara Menyelamatkan Bumi dari Sampah Plastik
Ketika sampah bisa kita kelola menjadi sesuatu yang produktif dan memberikan kemaslahatan bagi makhluk Allah, maka orang yang tidak terlibat dalam pengelolaan sampah dengan baik –atas kadar kesanggupannya- , menurut terminologi tabdzir tadi dia akan jatuh dalam perilaku ’saudaranya setan’. Apalagi selama ini, secara tidak kita sadari, setiap harinya setiap orang bisa memproduksi sampah sampai 3 Kg.
Islam juga mengajarkan kita untuk bahu membahu dalam aktifitas kebajikan, Allah berfirman, ”dan tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan ketakwaan, dan janganlah kalian bertolong menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan …” (QS. Al Maidah 5 : 2).
Karena pengelolaan sampah memberikan maslahat besar bagi kita sendiri, anak cucu kita dan alam sekitar kita, tentu ini menjadi aktifitas yang bernilai ibadah di sisi Allah, dan karenanya kita diperintahkan Allah untuk ikut andil dalam segala aktivitas yang memberikan kemaslahatan, termasuk pengelolaan sampah. []
SUMBER: IKADI.OR.ID