Oleh: Idris Zulfakar
Mahasiswa PTIQ Jakarta
akunmahasiswa201@gmail.com
DALAM lingkup politik, sering kali muncul istilah politik identitas yang mengaitkan seorang pejabat dengan agamanya. Namun, pertanyaan mendasar muncul: apakah politik butuh Islam, atau sebaliknya, apakah Islam butuh politik?
Diskusi ini seringkali mencuat, terutama ketika calon legislatif (caleg) mencoba memasukkan unsur keagamaan ke dalam dunia perpolitikan, dengan klaim bahwa pemimpin seharusnya berasal dari kalangan Muslim. Artikel ini akan mengeksplorasi perspektif Al-Qur’an terkait dengan isu ini.
Keterkaitan Politik dan Islam
Pertanyaan apakah non-Muslim boleh diangkat sebagai pemimpin adalah fenomena klasik yang terus memicu perdebatan di kalangan ulama dan cendekiawan Muslim. Ayat Al-Qur’an, seperti Surat Al-Ma’idah ayat 51:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَتَّخِذُوا۟ ٱلْيَهُودَ وَٱلنَّصَٰرَىٰٓ أَوْلِيَآءَ ۘ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ ۚ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُۥ مِنْهُمْ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهْدِى ٱلْقَوْمَ ٱلظَّٰلِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”
BACA JUGA: Sedekah Politik
Ayat ini sering dijadikan rujukan, namun penting untuk merenung lebih dalam. Meskipun ayat tersebut menyarankan agar orang-orang muslim tidak mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin, hal itu tidak dapat diartikan sebagai larangan mutlak mengangkat pemimpin dari kalangan non-Muslim.
Sebenarnya dalam ayat tersebut apakah kita dilarang secara mutlak untuk mengangkat pemimpin dari kalangan non-Muslim?
Namun dapat kita telaah lagi Surat Al-Baqarah ayat 30 yaitu:
وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ ِانِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةً ۗ قَالُوْٓا اَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُّفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاۤءَۚ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۗ قَالَ اِنِّيْٓ اَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
Surat Al-Baqarah ayat 30 menunjukkan bahwa manusia diberi kekuasaan oleh Allah untuk menjadi khalifah di bumi, mengelola dan memakmurkannya. Dengan demikian, pemimpin harus dapat memimpin dengan keadilan, memastikan kesejahteraan, dan mematuhi perintah Allah. Kedudukan dan tanggung jawab ini menjadikan manusia bertanggung jawab atas perbuatan mereka sebagai khalifah Allah di bumi.
Keberadaan Pemimpin dalam Konteks Negara
Dalam konteks bernegara, pemimpin dibutuhkan untuk mengatur, menjaga, dan melindungi masyarakat. Kepala negara tidak hanya menjamin keselamatan dan hak milik rakyat, tetapi juga menegakkan peraturan hukum dan perintah Allah. Eksistensi pemimpin negara mencerminkan prinsip-prinsip esensial yang ditemukan dalam Al-Qur’an, seperti keadilan, persaudaraan, ketahanan, kapatuhan, dan kehakiman.
Perdebatan Boleh-tidaknya Non-Muslim Menjadi Pemimpin
Pertanyaan mengenai apakah non-Muslim dapat menjadi pemimpin memicu perdebatan di kalangan ulama. Sebagian berpendapat bahwa larangan tersebut bersumber dari ayat-ayat Al-Qur’an yang menunjukkan bahwa pemimpin seharusnya berasal dari kalangan Muslim.
Namun, pandangan lain menekankan bahwa esensi perdebatan seharusnya fokus pada kemampuan seorang pemimpin, bukan agamanya. Bagaimana seorang pemimpin memimpin masyarakat untuk mencapai kesejahteraan dan keadilan adalah esensi utama, sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad ﷺ.
BACA JUGA: Mahfud Md Ajak Pilih Pemimpin yang Punya Sifat Nabi Muhammad
Kesimpulan:
Hubungan antara politik dan Islam melibatkan pemahaman mendalam terhadap peran pemimpin dalam konteks keislaman. Penting untuk melihat bahwa Islam mengajarkan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh umatnya.
Kepemimpinan bukan semata-mata soal agama, tetapi lebih pada bagaimana seorang pemimpin mampu memimpin dengan adil dan mengedepankan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, pemimpin, baik Muslim maupun non-Muslim, harus diukur oleh kemampuannya dalam mewujudkan nilai-nilai keadilan dan kesejahteraan sesuai dengan ajaran Islam. []
Kirim tulisan Anda ke Islampos. Isi di luar tanggung jawab redaksi. Silakan kirim ke: islampos@gmail.com, dengan ketentuan tema Islami, pengetahuan umum, renungan dan gagasan atau ide, Times New Roman, 12 pt, maksimal 650 karakter.