Oleh: Savitry ‘Icha’ Khairunnisa
Kontributor Islampos, Tinggal di Norwegia
Sampai hari ini, cukup banyak yang bertanya pada saya tentang insiden penistaan Alquran di Oslo Sabtu (29/08) lalu. Mulai dari komentar di facebook, Messenger, Sampai DM Instagram.
Melalui tulisan ini saya berharap bisa menjelaskan apa yang sebetulnya terjadi.
Alhamdulillah kami sekeluarga, juga teman-teman muslim yang kami kenal di Norwegia, berada dalam keadaan aman dan baik-baik saja. Saat itu kami sedang keluar kota hingga malam. Jadi nggak mengikuti perkembangan berita.
Saya justru pertama kali membaca beritanya di harian Republika Online. Baru kemudian saya mencari sumber berita dari berbagai portal media lokal.
Memang betul terjadi kerusuhan di depan Stortinget (gedung parlemen) di Oslo. Provokatornya bukan orang baru. Lagi-lagi SIAN (Stopp Islamiseringen Av Norge / Stop Islamisation of Norway). Mereka ini memang suka sekali bikin onar. Kejadian di Oslo adalah yang kesekian kali, setelah beberapa waktu sebelumnya mereka membuat aksi serupa di Kristiansand, Bergen, dan kota-kota besar lain.
BACA JUGA:Â Penjara di Norwegia
Aksi mereka ini mulai dari membagikan leaflet berisi ujaran kebencian terhadap Islam, membuat orasi, sampai membakar Alquran, dan yang terbaru merobek dan meludahi kitab suci umat Islam.
Pentolan SIAN memang bebal dan nggak pernah kapok membuat onar. Lars Thorsen sang pemimpin, maupun Fanny Bråthen (yang merobek dan meludahi Alquran) sudah sering keluar masuk tahanan maupun kena denda puluhan ribu kroner akibat aksi mereka menentang Islam.
Kejadian terbaru itu sudah hampir pasti bukan yang terakhir kali.
***
Islam merupakan agama minoritas terbesar kedua di Norwegia, setelah katolik. Saat ini diperkirakan ada sekitar 300.000 muslim (5 % dari total penduduk). Pew Research memproyeksikan jumlah muslim di Norwegia akan terus meningkat hingga mencapai 1 juta orang di tahun 2050.
Hal inilah yang jadi salah satu pemicu islamofobia ala SIAN.
Mereka takut sekali kalau suatu saat kaum muslim akan menguasai Norwegia, menindas orang lokal. Pokoknya buruk sekali Islam dalam pandangan mereka.
Memang sejak beberapa tahun terakhir ini semakin banyak muslim berdatangan ke Norwegia. Hal ini dikarenakan kebijakan negara yang membuka lebar pintu untuk para imigran, terutama para pengungsi dan pencari suaka. Kebanyakan mereka memang dari negara mayoritas muslim yang dilanda perang, bencana alam, atau kelaparan, seperti Somalia, Sudan, Palestina, Irak, Suriah, Afghanistan, hingga kaum Uighur dari RRC.
Saya menandai hampir setiap minggu ada wajah baru yang berseliweran di pusat kota Haugesund. Kaum muslim dengan penampilan khas mereka. Para lelaki berwajah Arab atau Afrika, berjanggut, berpakaian rapi. Yang wanita sebagian besar memakai gamis dan jilbab lebar.
Dan mereka-mereka ini bisa berintegrasi cukup baik di masyarakat. Pekerjaan apa saja mereka jalani. Mulai pekerja / pemilik toko, supir bus, supir taksi, tukang bersih-bersih (janitor), asisten guru TK, pekerja bangunan, hingga tenaga kesehatan.
Tentu tidak semua imigran muslim itu adalah pengungsi atau pencari suaka. Pelajar dan tenaga profesional juga tak kalah banyak. Profesi seperti dokter, engineer, pengacara, guru, ilmuwan, seniman, hingga politisi juga banyak diisi kaum muslim.
Beberapa menteri dan anggota parlemen Norwegia juga muslim.
Secara statistik jumlah mualaf asli Norwegia pun terus bertambah dari tahun ke tahun. MasyaAllah.
***
Bagaimana hubungan muslim dengan penduduk lokal yang mayoritas beragama kristen? Sejauh ini alhamdulillah baik-baik saja. Selama hampir 11 tahun tinggal di sini, kami sekeluarga tidak pernah mengalami diskriminasi atau pelecehan karena agama kami.
Kami bisa beribadah dengan bebas, tenang tanpa rasa takut. Bisa tetap mempertahankan identitas keislaman seperti hijab. Bahkan anak-anak seperti Fatih pun diizinkan sholat di sekolah, izin untuk sholat Jumat, dan berpuasa saat Ramadhan. Pihak sekolah juga sangat memperhatikan request kami untuk hanya makan makanan halal.
Secara umum masyarakat Norwegia sangat amat toleran dan menjunjung tinggi kebebasan setiap individu, asalkan tetap pada koridor hukum dan tidak melanggar kebebasan orang lain.
***
Lalu bagaimana kelanjutan insiden SIAN itu? Menurut berita, 29 orang sudah diamankan. Mereka diamankan karena terjadi kericuhan dan perusakan fasilitas umum.
Kabarnya Lembaga Antirasisme Norwegia akan melayangkan laporan polisi atas kejadian tersebut. Kita lihat saja perkembangannya.
Apa yang dilakukan SIAN memang tidak dilarang. Secara hukum mereka dilindungi. Di Norwegia, apa yang mereka lakukan itu adalah bentuk “ytringsfrihet” (freedom of expression). Apa yang kita rasakan sebagai penghinaan dan penistaan, menurut hukum negara Norwegia adalah “semata” bentuk kritik terhadap agama. Dan agama apapun, menurut hukum yang berlaku di sini, terbuka untuk dikritisi.
Tindakan pentolan SIAN merobek dan meludahi Alquran adalah bentuk “kritik” dan ekspresi mereka terhadap Islam, bukan terhadap pemeluknya.
Yang bisa dijerat hukum “hate speech” menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana Norwegia adalah bila ujaran kebencian berupa penghinaan berdasarkan warna kulit / ras, agama / kepercayaan, orientasi seksual, dan disabilitas.
Di luar itu, adalah bentuk kebebasan berpendapat.
Jadi aturannya sebetulnya ada, tapi sering dianggap sebagai “pasal tidur”, karena hampir tidak pernah dikenakan. Baru ketika ada laporan, aparat hukum akan memproses.
BACA JUGA:Â Pelaku Penyerangan Masjid di Norwegia Dihukum 21 Tahun Penjara
Kalau boleh merobek, meludahi, atau membakar Alquran, apakah perlakuan yang sama juga untuk Injil dan kitab suci lainnya?
Iya.
Pernah terjadi seorang komedian lokal Norwegia membakar Injil di suatu acara TV. Tindakannya ini dilaporkan oleh “Bibbelvenner” (Sahabat Injil). Pelakunya lolos dari jeratan hukum. Yang bersangkutan justru pernah dipenjara karena mengemudi secara berbahaya hingga jatuh korban.
Hukuman “blasphemy” (penistaan agama) terakhir diberlakukan di Norwegia tahun 1933. Sejak itu tidak pernah lagi. Negara ini ingin betul-betul menjunjung tinggi demokrasi. Menjunjung tinggi hak individu untuk mengekspresikan pendapatnya melalui tindakan apapun yang dibenarkan oleh hukum.
Berorasi, membakar kitab suci, dibolehkan. Asal jangan sampai menyakiti fisik, membunuh, atau misalnya membakar properti (rumah / tempat ibadah) saja. Di situ hukum pidana umum yang berlaku.
***
Jadi demikian, Gaiss.
Kaum muslim di Norwegia bisa berintegrasi dengan baik. Hubungan kami dengan orang lokal tetap harmonis.
Orang-orang rasis tentu saja ada. Bahkan kalau mau objektif, di negara mayoritas muslim seperti Indonesia pun orang-orang rasis yang suka memainkan isu agama juga banyak, ya kan?
Namun orang-orang baik yang ingin hidup damai, yang memandang Islam sebagai bagian dari kehidupan bermasyarakat, jauh lebih banyak. Saat demonstrasi hari Sabtu itu, demonstran anti-SIAN yang jumlahnya justru lebih banyak. Mereka melakukan berbagai cara, memukul drum, memainkan musik, hingga bernyanyi keras, untuk meredam orasi pentolan SIAN.
Meski kita memandang aneh dan gregetan sekali dengan kebebasan ala Norwegia ini, tentu kita harus menghormati kedaulatan dan hukum di negara mereka. Sebagaimana kita orang Indonesia yang juga tidak ingin negara lain mengancam kedaulatan dan mengatur-atur kehidupan bernegara Indonesia.
Meski PM Erna Solberg menolak menyatakan sikap menentang atau mendukung SIAN, tapi jelas dari pernyataannya bahwa apa yang dilakukan SIAN itu adalah bentuk kebebasan berpendapat.
BACA JUGA:Â Cerita Lockdown di Norwegia
Namun banyaknya protes dan kecaman dari dunia Islam, seharusnya bisa membuka mata pemerintah dan masyarakat Norwegia, bahwa agama bukanlah sekadar bentuk komunitas. Agama adalah way of life, keimanan yang menjadi pegangan hidup para pemeluknya.
Ujian umat muslim memang semakin berat, di manapun. Semoga kita sebagai umat muslim tetap bisa berpikir jernih, tidak mudah terprovokasi tanpa mengetahui duduk persoalan sebenarnya, dan tentunya bersiap membela bila agama kita diserang.
Membela mungkin bukan secara literal perang fisik. Setiap kita adalah duta muslim di manapun kita berada. Kita semua mengemban amanah Islam sebagai agama rahmatan lil alamin. Rahmat bagi seluruh alam.
Maka mari kita buktikan bahwa muslim adalah orang-orang soleh, tangguh, kompak, berilmu, bisa berkompetisi, namun juga ramah dan menjadi berkah bagi siapapun di sekitar kita.
Ini menurut saya cara kita membela agama di zaman sekarang. Di Norwegia, di Indonesia di mana saja.
Wallahu a’lam bishshawwab. []