ISLAM memandang perbedaan dengan sangat toleran. Hal ini merupakan petunjuk bagi manusia menuju jalan yang lurus (hudal linnas), benar dan sesuai dengan tuntunan kitap suci Al-Quran yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad ﷺ.
Kalau kita kaitkan dengan konteks dan perubahan zaman sekarang, Islam memandang perbedaan agama/pluralitas yang ada dinegri ini, bahkan di dunia.
Sebagaimana yang telah disebutkan berkali-kali oleh Allah SWT didalam Al-Quran. Islam sangat menjunjung keberagaman/pluralitas, karena keberagaman/pluralitas merupakan sunatullah, yang harus kita junjung tinggi dan kita hormati keberadaannya.
Seperti dalam ayat Al-Quran, Allah SWT telah menyatakan:
“Wahai para manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki, dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa, dan bersuku-suku, supaya kamu saling mengenal”.(QS. Al-Hujurat: 13)
Dari ayat Al Qur’an tadi, itu menunjukan bahwa Allah sendiri lah yang telah menciptakan keberagaman, artinya keberagaman didunia ini mutlak adanya. Dengan adanya keberagaman ini, bukan berarti mengenggap kelompok, madzab, ataupun keberagaman yang lain sejenisnya mengenggap kelompoknyalah yang paling benar.
Semua ulama sebenarnya telah sepakat bahwa pada dasarnya hubungan Muslim dan non Muslim adalah pertemanan, damai dan hidup berdampingan. Ijma adalah kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu hukum dalam agama berdasarkan Alquran dan hadits.
Hasil ijma tersebut hubungan dasar Muslim dengan non Muslim adalah hubungan pertemanan, damai dan hidup berdampingan. Sejak diangkat menjadi utusan Allah SWT secara resmi, Nabi Muhammad SAW tidak pernah berada di lingkunan yang steril dari orang kafir.
BACA JUGA: Ini Perbedaan Mukmin dan Muslim
Justru kehidupan Nabi baik selama di Makkah selama 13 tahun maupun setelah hijrah ke Madinah selama 10 tahun, selalu dikerumuni oleh kalangan non Muslim di sekeliling beliau.
Abu Thalib adalah paman Nabi, bahkan tahun kematiannya diresmikan menjadi tahun duka cita. Padahal Abu Thalib tidak pernah mengucapkan syahadat. Kemudian, Abu Sufyan bin Al-Harb sebelum akhirnya masuk Islam, ternyata sepanjang 21 tahun dakwah kenabian selalu berada pada posisi sebagai orang kafir yang memerangi.
Padahal putrinya sendiri, Ibunda Ramlah RA menikah dengan Nabi. Ini berarti Nabi punya mertua yang agamanya non Muslim. Salah satu menantu Nabi yang bernama Abul Ash agak lama menjadi orang kafir. Sampai pernah berhadapan dengan Nabi di medan perang, Abul Ash ikut berperang di pihak Quraisy memerangi Nabi dan kaum Muslimin.
Atas pertolongan Allah SWT, kaum Muslimin menang di Badar dan Abul Ash pun menjadi tawanan.
Hamzah dan Umar bin Khattab pada awalnya kafir, tapi akhirnya masuk Islam juga. Amar bin Al Ash dan Khalid bin Walid itu kafir yang jadi musuh Islam, tapi akhirnya masuk Islam juga. Bahkan sekelas Abu Sufyan, walaupun sudah di akhir waktu tapi masuk Islam juga.
BACA JUGA: Perbedaan Al-Quran dengan Al-Hadits Al-Qudsi
Kalau pun nanti ada kisah perang, yang jadi titik masalah bukan karena berbeda iman dan aqidah. Perang Badar, Uhud, Khandaq dan perang-perang yang lain itu bisa dibedah satu per satu penyebabnya. Dan tidak ada satu pun perang yang didasari perbedaan agama dan keyakinan.
Dia menerangkan, ketika Rasulullah ﷺ mengusir Yahudi dari Madinah, sebenarnya dasarnya bukan karena perbedaan aqidah. Dasarnya khianat yang mereka lakukan. Ibarat menohok kawan seiring, menggunting dalam lipatan dan menyalip di tikungan.
Berikut dua alasan bagaimana islam memandang berbagai perbedaan dalam kehidupan masyarakat?
Islam memandang Perbedaan: Disikapi secara damai
Islam mengajarkan umatnya agar semua perbedaan yang ada disikapi secara damai, bukan secara konfliktual, yakni dengan membangun kehidupan berlandaskan semangat kebersamaan dan saling menghormati antarsesama.
Islam memandang Perbedaan: Menghormati keberagaman
Islam menentang segala hal yang mengunggulkan kelompok manusia atas dasar apapun. Seharusnya perbedaan dan keberagaman di pakai sebagai upaya untuk saling mengenal satu sama lain dan saling menghormati dalam rangka mewujudkan silaturahmi dan silah ukhuwah.
Islam memandang Perbedaan: Keberagaman merupakan sunattulah
Sebagaimana yang telah disebutkan berkali-kali oleh Allah SWT didalam Al-Quran. Islam sangat menjunjung keberagaman/pluralitas, karena keberagaman/pluralitas merupakan sunatullah, yang harus kita junjung tinggi dan kita hormati keberadaannya.
Oleh karena itu, marilah kita hayati segala perbedaan yang ada di muka bumi ini. Janganlah menjadikan perbedaan sebagai alasan untuk berbuat konflik atau kekerasan atas nama apa pun terhadap orang lain. Sebagai umat yang beragama, hendaknya kita lebih memilih hidup damai dalam perbedaan, daripada memilih konflik karena perbedaan. []
SUMBER: REPUBLIKA