Oleh: Muhammad Abduh Negara
ISLAM mengajarkan kita untuk berpikir merdeka, tidak terkungkung oleh fanatisme buta, baik kepada nenek moyang, paham politik tertentu, kelompok tertentu, dan semisalnya.
Allah ta’ala berfirman:
وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنزَلَ اللّهُ قَالُواْ بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ آبَاءنَا أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لاَ يَعْقِلُونَ شَيْئاً وَلاَ يَهْتَدُونَ
Artinya: “Jika dikatakan kepada mereka, ikutilah apa yang telah diturunkan Allah, mereka berkata, kami hanya mengikuti apa yang kami terima dari nenek moyang kami. Apakah mereka akan tetap mengikuti, meski nenek moyang mereka itu tidak tahu apapun dan tidak mendapatkan petunjuk?”. (QS. Al-Baqarah [2]: 170)
BACA JUGA: Hak Anak dalam Islam
Namun kemerdekaan berpikir itu, tidak persis sama dengan freedom of thought dari Barat yang cenderung liar dan tak punya asas yang jelas dan kokoh. Bahkan kebebasan mereka itulah bentuk jelas dari ittiba’ul hawa yang dikecam keras dalam Islam.
Kemerdekaan berpikir dalam Islam itu kemerdekaan dalam memilih kebenaran yang lebih sesuai dengan tuntunan Islam, lebih sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, meskipun harus berbeda dengan pemahaman dan pendapat orang kebanyakan, tidak terjebak pada fanatisme buta atau ta’ashshub pada kelompok, ormas, harakah, jamaah pengajian, komunitas dakwah, dll. Ia merdeka dalam mengambil pilihan, yang berdasarkan ilmu yang ia dapatkan, itu lebih dekat pada kebenaran.
Ini adalah manifestasi pelaksanaan firman Allah ta’ala:
فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
Artinya: “Jika kalian berselisih tentang suatu perkara, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul-Nya (Al-Qur’an dan As-Sunnah), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir.” (QS. An-Nisa [4]: 59)
BACA JUGA: Prinsip Kemudahan dalam Fiqih Islam
Orang yang merdeka dalam berpikirnya, tidak akan tergesa-gesa dalam menilai dan bersikap, karena semua itu perlu ilmu dan kematangan berpikir.
Namun setelah ia mengambil keputusan dan penilaian yang matang, ia tak akan gentar dan mundur hanya karena dianggap menyelisihi orang kebanyakan, baik orang kebanyakan dalam konteks umum, atau orang kebanyakan dalam satu komunitas tertentu.
Wallahu a’lam. []