KEAMANAN adalah suatu hal yang dituntut dalam kehidupan, di mana seluruh makhluk sangat membutuhkannya dalam memenuhi hal-hal yang berkaitan dengan mashlahat kepentingan mereka, baik yang sifatnya keduniaan maupun keagamaan.
Dan tiadalah seorang insan yang hidup di muka bumi ini kecuali ia pasti mencari sebab-sebab keamanan untuk dirinya dan mencurahkan segenap kemampuannya guna menjauhi sebab-sebab ketakutan yang boleh jadi akan mendatangkan ancaman bahaya dalam perjalanan hidupnya.
BACA JUGA: 6 Ketakutan Seorang Mu’min
Bagaimanapun seorang manusia meraih keselamatan badan dan keluasan rezeki, maka hal tersebut tidaklah bernilai dan tiada terasa manfaatnya kecuali dengan keamanan dan ketentraman.
Betapapun manusia diberikan sebab-sebab kemajuan dan segala unsur keberhasilan, maka ia tidak akan mencapai kebahagiaannya dan tidak pula dapat menuai kehidupan yang indah kecuali dengan tuntunan dan syari’at yang Allah ‘Azza wa Jalla, Sang Pencipta manusia ridhoi untuk mereka.
Dan kita bersyukur dan memuji Allah Jalla Jalâluhu yang telah menerangkan segala sebab keamanan dalam agama kita. Dan kita senantiasa menyanjung-Nya atas segala kemurahan yang diantaranya adalah dijadikannya syari’at Islam ini sebagai syari’at yang bertujuan menegakkan keamanan di tengah manusia.
Nabi ‘Ibrâhim as pada awal mula beliau menginjakkan kakinya di kota Makkah, beliau berdoa kepada Rabb-Nya,
“Ya Rabb-ku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki berupa buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari kemudian.” (QS. Al-Baqarah : 126)
Setelah beliau merintis kota Makkah, maka beliau dengan perintah Allah meninggalkan keluarganya di negeri baru tersebut untuk sementara waktu. Kemudian beliau kembali lagi ke negeri tersebut dan beliau berdoa kepada-Nya,
“Ya Rabb-ku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala. Ya Rabb-ku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan daripada manusia, maka barangsiapa yang mengikutiku, maka sesungguhnya orang itu termasuk golonganku, dan barangsiapa yang mendurhakai aku, maka sesungguhnya Engkau, Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ibrâhim : 35-36)
Dalam dua teks ayat di atas, Nabi Ibrâhîm as memulai doanya dengan memohon keamanan untuk kota Makkah. Hal tersebut karena Nabi Ibrâhîm as sangat mengetahui bahwa keamanan adalah lambang kebahagiaan masyarakat, bangsa dan negara, dan dengan keamanan akan tercapai segala kemashlahatan dan kebaikan yang dibutuhkan oleh manusia.
Dan Allah Ta’âlâ mengingatkan nikmat keamanan kepada penduduk tanah haram dan kepada seluruh makhluk agar mereka senantiasa mengingat nikmat tersebut dan bersyukur kepada Allah karenanya dan beribadah kepada-Nya di bawah teduhannya,
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Kami telah menjadikan (negeri mereka) tanah suci yang aman, sedang manusia di sekitarnya saling rampok-merampok.” (QS. Al-‘Ankabût : 67)
“Dan apakah Kami tidak meneguhkan kedudukan mereka dalam daerah haram (tanah suci) yang aman, yang didatangkan ke tempat itu buah-buahan dari segala macam (tumbuh-tumbuhan) untuk menjadi rezeki (bagimu) dari sisi Kami? Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS. Al-Qashash : 57)
BACA JUGA: Diteror Ketakutan, Warga Muslim Sri Lanka: Saya Tak Bisa Tidur Sepanjang Malam
“Maka hendaklah mereka menyembah Rabb Pemilik rumah ini (Ka’bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.” (QS. Quraisy : 3-4)
Dan Allah telah memberikan nikmat keamanan kepada Tsamud, kaumnya Nabi Shôleh as dengan kemampuan mereka memahat gunung sebagai rumah-rumah mereka tanpa ada ketakutan dan kecemasan, dan Allah Ta’âlâ melimpahkan kepada mereka nikmat yang sangat banyak yang datang silih berganti dan memberikan mereka tempat tinggal yang aman, dimana Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
“Dan Kami jadikan antara mereka dengan negeri-negeri yang Kami limpahkan berkat kepadanya, beberapa negeri yang berdekatan dan Kami tetapkan antara negeri-negeri itu (jarak-jarak) perjalanan. Berjalanlah kalian di kota-kota itu pada malam dan siang hari dengan aman.” (QS. Saba’ : 18)
Dan Yusuf as ketika menyambut kedua orang tua dan keluarganya, beliau mengingatkan nikmat keamanan yang dilimpahkan terhadap mereka dengan masuknya mereka ke negeri yang aman dan tentram dengan penuh kesejukan jiwa,
“Masuklah kalian ke negeri Mesir, insya Allah dalam keadaan aman.” (QS. Yûsuf : 99)
Bahkan diantara kenikmatan penduduk sorga di dalam sorga adalah tempat yang aman tanpa ada rasa takut sedikit pun dan tanpa kecemasan,
“(Dikatakan kepada penduduk surga): “Masuklah ke dalamnya dengan sejahtera lagi aman”.” (QS. Al-Hijr : 46)
“Dan mereka aman sentosa di tempat-tempat yang tinggi (dalam surga).” (QS. Saba’ : 37)
“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada dalam tempat yang aman, (yaitu) di dalam taman-taman dan berbagai mata air; mereka memakai sutera yang halus dan sutera yang tebal, (duduk) berhadap-hadapan, demikianlah. Dan Kami berikan kepada mereka bidadari. Di dalamnya mereka meminta segala macam buah-buahan dengan aman (dari segala kekhawatiran).” (QS. Ad-Dukhân : 51-55)
Sungguh syari’at Islam telah mengumpulkan seluruh jenis kebaikan; Islam menjaga syari’at dan tuntunan, melindungi dan memelihara akal-akal manusia, mensucikan harta benda, memberi keamanan kepada jiwa-jiwa manusia, dan menebarkan segala bentuk keselamatan, ketenangan, rahmat dan kesejahteraan. Rasulullâh SAW bersabda,
مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِيْ سِرْبِهِ مُعَافًى فِيْ جَسَدِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيْزَتْ لَهُ الدُّنْيَا
“Barang siapa aman pada tubuhnya, sehat dalam jasadnya, mempunyai makanan pada hari itu, maka seakan-akan telah dikumpulkan baginya dunia dengan segala isinya.” (Hadits ‘Ubaidullah bin Mihshon Al-Ansôry riwayat Al-Humaidi dalam musnad-nya 1/208, Al-Bukhâry dalam Al-Adab Al-Mufrad no. 300, dalam Ath-Târikh Al-Kabîr 5/372, At-Tirmidzy no. 2346, Ibnu Mâjah no. 4141, Ibnu Abi Âshim dalam Al-Âhâd wal Matsânî 4/146 no. 2126-2127, Ibnu Qani’ dalam Mu’jam Ash-Shohâbah 2/178, Al-‘Uqaily dalam Adh-Dhu’afâ’ 2/146, Al-Qadho’i dalam Musnad Asy-Syihâb 1/320 no. 540, Al-Baihaqy dalam Syu’abul Îmân 7/294 dan dalam Az-Zuhd no. 105, dan Al-Khatîb dalam Târîkh-nya 3/346. Dihasankan oleh Al-Albâny rahimahullâh dengan seluruh jalan-jalannya. Baca Silsilah Al-Ahâdîts Ash-Shohîhah karya no. 2318).
Dan Islam menjaga keamanan jiwa manusia hingga pada tempat yang paling aman sekalipun, seperti mesjid-mesjid. Rasulullâh SAW bersabda,
إِذَا مَرَّ أَحَدُكُمْ فِيْ مَسْجِدِنَا أَوْ فِيْ سُوْقِنَا وَمَعَهُ نَبْلٌ فَلْيُمْسِكْ عَلَى نِصَالِهَا أَوْ قَالَ فَلْيَقْبِضْ بِكَفِّهِ أَنْ يُصِيْبَ أَحَدًا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْهَا شَيْءٌ
“Apabila salah seorang dari kalian berlalu di mesjid kami atau di pasar kami dangan membawa tombak, maka hendaknya ia memegang ujungnya, -atau beliau berkata- hendaknya ia menggenggam dengan tangannya, agar tidak ada sesuatupun dari senjata-senjata tersebut yang menimpa salah seorang dari kaum muslimin.” (Hadits Abu Musâ Al-Asy’ary radhiyallâhu ‘anhu riwayat Al-Bukhâry no. 452, 7075 dan Muslim no. 2615).
Dan sekadar memunculkan sebab-sebab ketakutan di tengah kaum muslimin adalah hal yang terlarang dalam syari’at Islam. Rasulullâh SAW bersabda,
لَا يُشِيْرُ أَحَدُكُمْ عَلَى أَخِيْهِ بِالسِّلَاحِ فَإِنَّهُ لَا يَدْرِيْ لَعَلَّ الشَّيْطَانَ يَنْزِعُ فِيْ يَدِهِ فَيَقَعُ فِيْ حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ
“Janganlah salah seorang dari kalian mengisyaratkan kepada saudaranya dengan senjata karena ia tidak mengetahui jangan-jangan Setan mencelakakannya dengan sebab tangannya sehingga ia terjerumus ke dalam jurang neraka.” (Hadits Abu Hurairah ra riwayat Al-Bukhâry no. 7072 dan Muslim no. 2617).
Dan syari’at ini telah mengharamkan atas setiap muslim untuk berisyarat dengan suatu jenis senjata kepada saudaranya seislam, walaupun hanya bercanda. Rasulullâh SAW bersabda,
مَنْ أَشَارَ إِلَى أَخِيْهِ بِحَدِيْدَةٍ فَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ تَلْعَنُهُ حَتَّى يَدَعَهُ وَإِنْ كَانَ أَخَاهُ لِأَبِيْهِ وَأُمِّهِ
“Barang siapa yang berisyarat kepada saudaranya dengan sebuah besi, maka sesungguhnya Malaikat melaknatnya hingga ia meninggalkannya, walaupun ia adalah saudaranya sebapak dan seibu.” (Hadits Abu Hurairah ra riwayat Muslim no 2616 dan At-Tirmidzy no. 2167).
Dan membuat takut seorang muslim adalah perkara yang diharamkan dengan segala bentuknya. Nabi SAW bersabda,
لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يُرَوِّعَ مُسْلِمًا
“Tidak halal bagi seorang muslim membuat takut muslim yang lain.” (Hadits riwayat Ahmad 5/362, Hannâd bin Sariy dalam Az-Zuhd no. 1345, Abu Dâud no. 5004, Al-Baihaqy 10/249 dan Al-Qodhâ’i dalam Musnad Asy-Syihâb 2/58-59 no. 878 dari sebahagian shahabat radhiyallâhu ‘anhu. Dishohihkan oleh Syaikh Al-Albâni dalam Ghâyatul Marâm no. 448 dan guru kami, Syaikh Muqbil Al-Wadi’iy dalam Ash-Shohîh Al-Musnad Mimmâ Laisa fi Ash-Shohîhain 1/418-419 terbitan Maktabah Darul Quds, Yaman, cet. Pertama, tahun 1991M/1411H.).
Dan Nabi SAW bersabda,
مَنْ حَمَلَ عَلَيْنَا السِّلَاحَ فَلَيْسَ مِنَّا
“Barang siapa yang mengangkat senjata terhadap kami, maka ia bukan dari golongan kami.” (Hadits riwayat Al-Bukhâry no. 7071, Muslim no. 100, At-Tirmidzy no. 1463 dan Ibnu Mâjah no. 2576-2577 dari Abu Musâ radhiyallâhu ‘anhu dan riwayat Al-Bukhâry no. 7873, 7070, Muslim no. 98, An-Nasâ’i 7/117, dan Ibnu Mâjah no. 2577 dari Ibnu ‘Umar radhiyallâhu ‘anhumâ.).
Dan beliau juga menegaskan,
سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوْقٌ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ
“Mencela seorang muslim adalah kefasikan dan membunuhnya adalah kekufuran.” (Hadits riwayat Al-Bukhâry no. 48, 6044, 7076, Muslim no. 64, At-Tirmidzy no. 1988, 2639-2640, An-Nasâ’i 7/122, dan Ibnu Majah no. 69, 3939 dari Ibnu Mas’ûd radhiyallâhu ‘anhu.).
Dan Nabi SAW bersabda,
الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
“Seorang muslim adalah orang yang kaum muslimin (lainnya) selamat dari gangguan lisan dan tangannya.” (Hadits riwayat Al-Bukhâry no. 10, 6484, Muslim no. 40, Abu Daud no. 2481 dan An-Nasâ’i 8/105 dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Âsh radhiyallâhu ‘anhumâ, dan riwayat Muslim no. 41 dari hadits Jâbir radhiyallâhu ‘anhumâ, serta riwayat Al-Bukhâry no. 11 dan Muslim no. 42, At-Tirmidzy no. 2633 dari Abu Musa radhiyallâhu ‘anhu. Dan hadits ini termasuk hadits mutawâtir. Baca Nazhmul Mutanâtsir Min Al-Ahâdîts Al-Mutawâtir hal. 52).
BACA JUGA: Jika Seorang Muslimah Berjilbab …
Dan sebagai penjagaan terhadap keamanan dan ketentraman, Nabi SAW marah kepada siapa saja yang memberikan syafa’at dalam pelaksanaan had (hukuman) dari had-had Allah ‘Azza wa Jalla setelah perkara itu sampai kepada penguasa, di mana beliau SAW menegaskan hal tersebut dalam sabdanya,
لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بَنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا
“Andaikata Fathimah putri Muhammad mencuri, maka sungguh saya akan memotong tangannya.” (Hadits riwayat Al-Bukhary no. 3475, 3733, 4304, 6787, 6788, Muslim no. 1688, Abu Daud no. 4373-4374, At-Tirmidzy no. 1434 dan An-Nasâ’i 8/72-73 dari ‘Âisyah ra. Dan dikeluarkan oleh Muslim no. 1689 dan An-Nasâ’i 8/71dari hadits Jabir ra.). []
SUMBER: ALQURAN-SUNNAH