Oleh: Mia Fitriah
el.karimah@gmail.com
KONFLIK menjadi masalah yang cukup kompleks saat ini, terutama di Indonesia. Dikarenakan keberagaman suku, ras, dan agama yang ada. Perbedaan karakter dan kepentingan setiap kelompok yang tidak dapat berjalan beriringan satu sama lain menjadi salah satu faktor munculnya konflik. Walaupun konflik sering muncul, di mata dunia, warga negara Indonesia tetap berjalan beriringan, damai dan demokratis.
Hal ini karenanya adanya sikap toleransi dan norma-norma yang berlaku di masyarakat sejak zaman nenek moyang. Isu SARA merupakan hal yang biasa terjadi di Indonesia. Agama sendiri juga sebagai salah satu norma yang berjalan di masyarakat.
Kerukunan hidup antar umat beragama di Indonesia selalu diusungkan. Ada beberapa aspek yang mensyaratkan kerukunan antar agama ini terus berjalan di masyarakat Indonesia.
Pertama, keterbukaan antar elit maupun level bawah disebabkan dialog/komunikasi. FKUB salah satu wadah atas nama kerukunan umat beragama, yang tujuannya untuk menjaga kerukunan di tengah perbedaan yang ada dengan melaksanakan dialog atar pemuka agama, tokoh agama atau
perwakilan dari masing-masing pimpinan pemuka agama di Indonesia.
Kedua, adanya saling pengertian antar pemeluk agama secara proporsional dan tepat, ketika saling pengertian dalam kategori sacral atau lebih didominasi doktriner (dalam ranah aqidah dan syariah) maka haruslah mendapat penghormatan dari yang lainnya.
Ketiga, pengakuan akan kemajemukan pluralitas agama. Salah satu cara bahwa Islam menciptakan kerukunan dalam kebaragaman keyakinan, adalah;
1. Tidak ada paksaan dalam agama sebagaimana tertera dalam surah Al-Baqarah/2 : 256.
2. Mengakui eksistensi agama lain serta menjamin adanya kebebasan beragama, sebagaimana digariskan dalam surah Al-Kafirun/109 :1-6
3. Islam tidak memperkenankan umatnya untuk mencaci dan menghina simbol-simbol agama orang lain sebagaimana pada surah al-An’am /6: 108
“Dan janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa dasar pengetahuan. Demikianlah, Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan tempat kembali mereka, lalu Dia akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan”
4. Tetap berbuat baik dan berlaku adil selama mereka tidak memusuhi sebagaimana pada surah al-Mumtahanah/60: 8-9.
Dari ayat-ayat di atas, jelaslah bahwa toleransi yang diajarkan Islam bukanlah toleransi yang pasif, tapi lebih luas lagi; bersifat aktif dan positif, yakni untuk berbuat baik dan berlaku adil. Agama Islam juga mengakui adanya orang-orang ahli kitab yang baik dan perlunya perlindungan tempat-tempat ibadah agama lain (QS. al-Maidah : 82; QS. al-Hajj : 40).
Sebagaimana tercatat dalam sejarah Islam dan diakui oleh para ahli non-muslim. Sejak agama Islam berkembang, Rasulullah SAW sendiri memberi contoh betapa toleransi merupakan keharusan.
Jauh sebelum PBB mencanangkan Declaration of Human Rights, agama Islam telah mengajarkan jaminan kebebasan beragama. Melalui “Piagam Madinah” tahun 622 Masehi, Rasulullah SAW telah meletakkan dasar-dasar bagi keragaman hidup antar umat beragama di antara warga negara yang berlainan agama, serta mengakui eksistensi kaum non muslim dan menghormati peribadatan mereka. []
OPINI ini adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.