Oleh : Ummu Farras
Aktivis Muslimah
ummuaisyahzalfa@gmail.com
ISTIQOMAH. Sebuah kata yang mudah untuk diucapkan, tapi terlampau sulit untuk dilakukan. Istiqomah adalah tentang suatu niat, tulus ikhlas, kuat dan teguh menghadapi halang rintang, menapaki jalan meskipun tertatih, terjatuh dan terluka, tetap bisa bangkit untuk kembali kepada jalan yang lurus.
Istiqomah merupakan suatu bukti kesungguhan seorang hamba, untuk meraih ridho Allah SWT semata. Istiqomah bukan di awal atau di tengah perjalanan, tetapi istiqomah mampu menuju puncak akhir perjuangan. Istiqomah harus miliki tujuan. Meniti sebuah perjalanan panjang, mengemban misi mulia, memperjuangkan tegaknya syari’at Islam.
BACA JUGA: Agar Tetap Menjaga Istiqomah
Namun, tidak setiap orang bisa istiqomah. Melainkan hanya yang dipilih dan terpilih olehNya. Maka, amat beruntung manusia yang bisa meraih istiqomah. Karena surga telah dijanjikan Allah SWT padanya.
Allah SWT berfirman :
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya,” kemudian mereka beristiqomah di atas syariatNya, maka para malaikat turun kepada mereka saat kematian dan berkata kepada mereka, “Jangan takut mati dan apa yang sesudahnya, jangan bersedih atas perkara-perkara dunia yang kalian tinggalkan, dan berbahagialah dengan surga yang dijanjikan kepada kalian.” (QS. Fussilat ayat 30)
Mengenai konteks istiqomah, juga telah banyak dijabarkan oleh sahabat-sahabat nabi yang menunjukkan kedalaman mereka dalam memandang jauh makna istiqomah.
Sayyidina Abu Bakar radhiyallahu `anhu, memberikan pengertian istiqomah sebagai teguh dalam beriman, memurnikan sesembahan, dan menjauhi kesyirikan.
Imam Thabari meriwayatkan, Abu Bakar pernah ditanya tentang istiqomah yang terkandung dalam bunyi ayat : “innalladziina Qaalu Rabbuna Allah Tsummas Taqaamuu,” kata beliau, “(Istiqomah adalah) kamu tidak menyekutukan Allah dengan suatu apapun.”
Sedangkan sahabat Umar bin Khathtab radhiyallahu `anhu menegaskan makna istiqomah sebagai sebuah sikap teguh dalam, “melaksanakan perintah dan menjauhi larangan, serta tidak berpaling seperti berpalingnya musang.”
Sementara, Sayyidina Utsman bin Affan radhiyallahu `anhu memaknai istiqomah sebuah suatu sikap untuk memurnikan segala tindak-tanduk kita yang berkaitan dengan ibadah hanya untuk Allah, bukan selain-Nya. Beliau berkata tentang istiqomah, “Ikhlaskan (bersihkan) amal karena Allah semata.”
Adapun, Ali bin Abi Thalib radhiyallahu `anhu memahami istiqomah sebagai bentuk ketegasan sikap dalam menjalankan kewajiban. Beliau mengatakan, “Kerjakanlah kewajiban-kewajiban.”
Imam Nawawi dalam salah satu karya populernya, Syarh Matn Al-Arba`in Al-Nawawiyyah, mengetengahkan sebuah hadits dengan judul Al-Istiqomah. Bunyinya, “Dari Abu ‘Amrah Sufyan bin ‘Abdullah Al-Tsaqafiy radhiyallahu anhu, ia berkata : “Aku telah berkata : ‘Wahai Rasulullah, katakanlah kepadaku tentang Islam, suatu perkataan yang aku tak akan dapat menanyakannya kepada seorang pun kecuali kepadamu.’ Bersabdalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : ‘Katakanlah : Aku telah beriman kepada Allah, kemudian beristiqomahlah kamu.” (HR. Muslim).
Imam Nawawi mengatakan yang dimaksud ungkapan Nabi, ”(Katakanlah, ‘Aku telah beriman kepada Allah, kemudian beristiqomahlah kamu)” adalah, “Beristiqomahlah sebagaimana kamu telah diperintahkan dan dilarang mengerjakan suatu perbuatan.” Menurut Imam Nawawi, Istiqomah adalah, “Menetapi sebuah jalan dengan mengerjakan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan larangan-larangan.”
BACA JUGA: Istiqomah dalam Hijrah
Makna istiqomah yang dibawakan oleh Imam Nawawi itu selaras dengan firman Allah SWT: “Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat besertamu.” (QS. Huud ayat 112).
Akhirul kalam, di tengah berbagai ujian yang datang silih berganti, hendaknya kita dapat menempa diri untuk meraih istiqomah hingga akhir. Sampai menuju puncak perjuangan, mendapat surga tertinggi yang diharapkan. Layaknya besi, semakin ditempa, digerinda, dibakar, maka besi akan bertransformasi menjadi pedang yang tajam terhunus dan memiliki harga jual yang tinggi, bukan hanya sekedar menjadi besi karatan yang tidak berguna.
Maka, sudah siapkah kita untuk istiqomah hingga akhir di jalan Islam?
Wallahu’alam bisshowwab. []
OPINI ini adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.