Seorang suami adalah pemimpin bagi istrinya. Namun, Islam tidak membatasi peran seorang wanita untuk berkiprah sesuai fitrah dan kemampuannya. Saat ini pun banyak wanita yang bekerja dan menggeluti berbagai profesi.
Memang kewajiban mencari nafkah ada di pundak suami. Namun, adakalanya dalam kondisi tertentu seorang istri mengambil alih tugas tersebut. Bagaimana Islam memandang hal ini? Inilah beberapa aturan syar’i dalam Islam bagi wanita yang bekerja.
Seorang istri yang bekerja diluar rumah tentunya harus mendapatkan ijin dari suaminya terlebih dahulu. Sebab bagi seorang istri ridho suami itu sangat penting.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh imam Ahmad, diceritakan oleh sahabat Hushain bin Mihshan bahwa bibinya pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk suatu keperluan. Setelah urusannya selesai, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun bertanya kepadanya,
“Apakah kamu mempunyai suami?”
Ia menjawab, “Ya.”
Beliau bertanya lagi, “Bagaimanakah sikapmu terhadapnya?”
Ia menjawab, “Saya tidak pernah mengabaikannya, kecuali terhadap sesuatu yang memang aku tidak sanggup.”
Beliau bersabda,
فَانْظُرِي أَيْنَ أَنْتِ مِنْهُ فَإِنَّمَا هُوَ جَنَّتُكِ وَنَارُكِ
“Perhatikanlah posisimu terhadapnya. Sesungguhnya yang menentukan surga dan nerakamu terdapat pada (sikapmu terhadap) suamimu.” (HR. Ahmad: 18233)
Selama berada di luar rumah atau tempat kerja seorang istri diwajibkan menjaga diri dan kehormatannya juga menjaga sikap dan lisannya. Dia juga harus memperhatikan penampilannya agar tetap terjaga dari fitnah.
Pekerjaan yang dijalani pun harus lah sesuai syari’at (bukan maksiat). Dalam bekerja, seorang wanita harus tetap menjaga fitrahnya. Apalagi jika ia adalah seorang istri. Maka, jam kerjanya perlu menjadi pertimbangan. Sebab, selain bekerja di luar rumah, seorang istri tetap memiliki kewajiban terhadap suami dan anaknya di rumah.
Kondisi tersebut perlu disadari agar dapar dijalani dengan ikhlas. Istri yang bekerja di luar rumah tanpa banyak mengeluh dan ikhlas hati untuk kepentingan keluarganya, maka hal tersebut dapat menjadi pahala untuknya. Wallahu a’lam. []