NAMANYA singkat, Julaibib. Nama yang tidak lazim bagi masyarakat Arab yang umumnya menyertakan nama orang tua dan moyangnya. Julaibib memang terlahir tanpa diketahui siapa ayah dan ibunya. Orang-orang pun tidak tahu dari mana ia berasal. Terlahir dengan nasab dan suku yang tidak jelas merupakan kekurangan Julaibib.
Julaibib memiliki wajah yang buruk, berkulit hitam, bertubuh pendek, sangar, dan bungkuk. Kakinya pecah-pecah karena tidak pernah mengenakan alas kaki. Ia juga sangat miskin. Julaibib tidak memiliki rumah, tidurnya beralaskan pasir dan kerikil.
BACA JUGA: Wahai Rasulullah, Aku Ini Lelaki yang Tidak Laku
Namun, Allah Ta’ala tidak memandang rupa fisik hamba-hamba- Nya. Allah tiupkan hidayah ke dalam hati Julaibib hingga ia masuk Islam. Ia selalu berada di barisan depan dalam shalat atau pun jihad.
Pada suatu hari, Rasulullah & bertanya kepadanya, ”Wahai julaibib, tidakkah engkau ingin menikah?”
“Wahai Rasulullah, siapalah orang tua yang ridha menikahkan anak gadisnya denganku?” jawab Julaibib tenang. Ia tidak menyesali keadaan tubuhnya yang tidak sempurna meski ia menyadari gadis-gadis tidak akan suka melihat dirinya.
Rasulullah tersenyum mendengar jawaban Julaibib. Keesokan harinya, Rasulullah kembali bertanya, “Hai Julaibib, tidakkah engkau ingin menikah?”
Jawaban Julaibib pun masih sama. Demikian yang terjadi selama tiga hari berturut-turut. Pada hari yang ketiga, Rasulullah mengajak Julaibib ke rumah seorang pemimpin Anshar.
“Aku ingin menikahkan putrimu,” kata Rasulullah kepada tuan rumah.
“Benarkah, wahai Rasulullah? Alangkah beruntungnya putriku hendak engkau peristrikan,” sambut tuan rumah dengan wajah berseri-seri. Ia amat senang Rasulullah meminang putrinya.
“Tapi, ini bukan pinangan untukku,” kata Rasulullah
“Lalu untuk siapa, wahai Rasulullah?”
“Untuk Julaibib.”
Wajah pemimpin Anshar itu seketika menjadi muram mendengar nama Julaibib.
“Biar aku meminta pertimbangan dulu pada istriku, wahai Rasulullah,” jawabnya.
Laki-laki itu lantas menemui istrinya dan menceritakan apa yang terjadi.
“Dengan Julaibib? Demi Allah, aku tidak rela!” sahut istrinya. “Putriku tidak akan pernah menikah dengan Julaibib! Putri kita terkenal dengan kesalehan dan kecantikannya, tidak pantas jika ia bersuamikan Julaibib!” tegas sang istri.
“Tapi Rasulullah yang memintanya. Bagaimana bisa kita menolaknya?”
Mendengar kedua orang tuanya berdebat, putri mereka keluar.
BACA JUGA: Si Buruk Rupa yang Jadi Rebutan Bidadari
“Ayah, Ibu, apakah kalian hendak menentang perkataan Rasulullah? Kirimlah aku padanya. Aku menerima pinangannya. Apa pun yang beliau kehendaki, insya Allah akan membawa keberkahan,” kata gadis itu yakin.
Maka, pemimpin Anshar itu pun membawa putrinya kepada Rasulullah dan menikahkan Julaibib putrinya.
Sumber: 77 Cayaha Cinta di Madinah/Penulis: Ummu Rumaisha/ Penerbit: al-Qudwah Publishing/ Februari, 2015