SATU pekan kemarin itu, istriku bercerita penuh dengan air mata. Istri menangis …
Saya hanya mendengarkan saja.
Cerita bermula dari satu sahabat dekatnya. Lagi ada masalah sama suaminya. Biasalah, namanya juga rumah tangga, ga mungkin adem terus.
Ada kalanya riak muncul.
Masalahnya cukup sepele, suami telefon dari luar kota, istri tak mengangkat karena lagi shalat. Telefon lagi, shalat belum usai. Sedangkan HP di-silent.
Shalat selesai, saat ketahuan ada telf masuk, ya telefon balik dongs.
Tapi suami ga terima, merasa telefon diabaikan. Dari situ meleber kemana-mana. Suami sampai ga nanya berhari-hari sama istri.
Jangan bilang ini lebay. Kita itu diuji sesuai dengan kadar kesanggupan kita, dan seringkali, ujian datang dari hal yang sangat sepele. Saat konsolidasi tercipta, giliran istri yang mati rasa. Sang istri menangis.Tuh kan, lanjut….
Cerita tentang perasaan ini ga sesederhana yang saya ceritakan di sini. Ada detil-detil yang ga bisa dipaparkan.
Yang bikin istri saya menangis. Mungkin karena itu terjadi pada salah seorang sahabatnya.
BACA JUGA:Â Pep dan Zlatan Ibrahimovic
“Aku menangis,” ujarnya, “Karena di rumah tanggaku, aku tak pernah mengalami apa yang ia alami. Walau keadaan tengah sulit, tapi aku selalu menemukan rumah yang lapang di sini…”
Saya diam bae. Diam-diam, tersenyum dalam hati. Pasti, kan yang ia maksud adalah saya. Di rumah kami berdua.
Saya dan istri senantiasa mengedepankan baik sangka satu sama lain. Kalau ada masalah, boleh diem ga saling sapa, tapi ga boleh lebih dari 3 hari.
Biasanya, menjelang hari ke-3, satu di antara kami akan datang dengan caranya masing-masing, dan satu yang lainnya menerima dengan berlapang dada.
Istri menangis. Saya hanya mendengarkan saja. []
BACA JUGA:Â Si Doel Anak Sekolahan