SEORANG Muslim tak boleh bersikap egois namun hendaklah memiliki sifat Itsar. ‘Al-Itsar’ adalah melebihkan orang lain atas dirinya sendiri. Sifat ini termasuk akhlak mulia yang mendatangkan kecintaan Allah SWT dan manusia. Allah Azza wa Jalla memuji orang-orang Anshar karena mereka memiliki sifat-sifat kemuliaan, di antaranya adalah sifat itsar.
Allah SWT berfirman:
“Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshar) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshar) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr: 9).
Orang-orang Anshar termasuk pendahulu umat Islam. Karena itu, sifat-sifat mereka telah diabadikan dalam Al-Qur’an, seperti cintanya mereka terhadap orang-orang yang yang berhijrah ke negeri mereka. Hal ini karena mereka cinta kepada Allah SWT dan Rasul-Nya sehingga mereka cinta kepada para kekasih-Nya dan pembela agama-Nya. Orang Anshar tidak dihinggapi kedengkian terhadap saudara-saudaranya dari kaum Muhajirin.
Demikian pula di antara sifat mereka yang berbeda dengan selainnya adalah melebihkan orang lain di atas diri mereka. Ini bentuk kedermawanan yang paling tinggi. Mengutamakan orang lain pada sesuatu yang jiwa ini sebenarnya menyukainya, bahkan sangat membutuhkannya, tidaklah mampu dilakukan kecuali oleh orang yang bersih akhlaknya.
Kecintaan kepada Allah SWT didahulukan di atas kecintaannya kepada apa yang disenangi oleh dirinya. Orang yang seperti ini telah terhindar dari kebakhilan yang dengannya dia meraih predikat orang yang beruntung. Bila seseorang dijauhkan dari sifat bakhil maka dia akan bermurah hati untuk menjalankan perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya serta mudah mencurahkan harta dan tenaganya kepada orang lain. (Lihat Tafsir As-Sa’di pada surat Al-Hasyr).
Allah SWT juga menjelaskan di antara sifat orang-orang yang mulia dengan firman-Nya:
“Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan.” (QS. Al-Insan: 8).
Dalam sebuah riwayat telah diceritakan:
Abu Hurairah ra berkata: Datang seorang laki-laki kepada Rasulullah dan mengatakan, “Sungguh saya ditimpa kesulitan hidup.” Maka Rasulullah menuju istri-istrinya, namun Beliau tidak mendapatkan dari mereka sesuatu apapun (yang bisa diberikan kepadanya). Maka Rasulullah SAW mengatakan, “Siapa yang mau menjamu orang ini pada malam ini?” Berkata seorang Anshar, “Saya, wahai Rasulullah.” Orang Anshar tersebut datang kepada istrinya lalu mengatakan, “(Ini adalah) tamu Rasulullah. Janganlah kamu menyimpan sesuatu (yang harus disuguhkan kepadanya).” Istrinya mengatakan, “Demi Allah, tidak ada padaku kecuali makanan untuk anak-anak.” Suaminya berkata, “Bila anak-anak ingin makan maka tidurkanlah mereka, dan kemarilah kamu (membawa hidangan) lalu matikan lampu. (Tidak mengapa) malam ini kita lapar.” Istrinya menjalankan perintah suaminya. Pada keesokan harinya orang Anshar itu pergi kepada Rasulullah, maka Beliau bersabda, “Sungguh Allah kagum/tertawa kepada fulan dan fulanah (seorang Anshar dan istrinya).” Lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan ayat-Nya: Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri sekalipun mereka dalam kesusahan.” [QS.Al-Hasyr: 9]. (HR. Al-Bukhari no. 4889). []
Sumber: http://forumsalafy.net/mengutamakan-orang-lain-atas-diri-sendiri/