Oleh: Ian Sobung,
Dosen Telkom PDC Karawang
BAGI saya jadi ayah adalah salah satu keajaiban bagi hidup seorang laki-laki. Betapa tidak, melihat anak kita tumbuh dan jadi besar beserta semua pengalaman lucu di dalamnya menjadi warna tersendiri dalam hidup saya.
Nayla, gadis kecil itu yang mengajarkan saya banyak ilmu Allah dari tingkah laku polosnya. Pernah suatu saat saya membelikan Nayla coklat yang harganya biasa saja, tapi Nayla bagitu bahagia sampai-sampai bersemangat sekali cerita ke kakek dan neneknya.
Dalam hati saya bilang “Dasar anak kecil, baru dikasih coklat biasa aja udah girang banget he he…”. Tapi sesaat setelah itu saya merasa sangat malu kepada Allah, Allah telah menganugrahkan banyak hal dalam hidup tapi saya tidak berbahagia (baca: bersyukur) seperti apa yang Nayla lakukan.
Di malam hari, melihat Nayla sedang tertidur pulas menjadi salah satu momen yang sangat menyejukkan dan meneduhkan hingga menjadi oase dan penyemangat bagi saya untuk berjuang demi masa depannya yang lebih baik.
Nayla juga menjadi orang yang pertama menyambut saya ketika pulang kerja—setelah ibunya tentu, biasanya dia akan berlari keluar rumah ketika mendengar suara motor saya sambil teriak “Ayah…Ayah…”. Mendengar suaranya yang lucu membuat saya merasa mendapatkan energi baru, tidak peduli seberapa lelahnya saya pada hari itu.
Dan untuk Nayla—putri pertama saya itu, saya bersedia menjadi apa saja buatnya saat bermain, entah jadi monster ketika Nayla sedang jadi super hero, atau jadi kuda ketika Nayla jadi koboy, atau jadi teman bermain boneka, atau merelakan kepala dan muka saya jadi bahan eksperimen Nayla ketika dia sedang menjadi hair stylist, atau menjadi singa yang siap untuk menerkamnya dan Nayla pasti akan berlari sambil berteriak kegirangan.
Melihat Nayla tertawa bagi saya adalah kebahagiaan yang luar biasa. Dan jika saya ditanya apa momen paling bersejarah dalam hidup saya, maka salah satu jawabannya adalah menjadi ayah. []