SEPERTI layaknya suatu negara, dalam shalat pun kita membutuhkan sosok imam. Di mana ialah orang yang menjadi panutan bagi kita dalam shalat. Kita harus mengikuti apa yang dilakukan oleh imam tanpa membantahnya.
Dalam memilih seorang presiden untuk memimpin suatu negeri, tentu harus lebih selektif bukan? Sebab, ia memiliki tanggung jawab besar memimpin negeri ini dan mengarahkan masyarakatnya untuk tetap berada di jalan yang benar.
Begitu pula seorang imam dalam shalat. Kita tak bisa sembarang menunjuk seseorang menjadi imam. Sebab, imam pun memiliki tanggung jawab besar untuk mengarahkan kita pada kebenaran dalam shalat. Lalu, siapakah yang berhak menjadi imam?
Orang yang paling berhak menjadi imam ialah orang yang ahli tentang Al-Quran, kemudian paling tahu tentang agama Allah, kemudian orang yang paling besar ketakwaannya, kemudian orang yang paling tua usianya.
Rasulullah SAW bersabda, “Orang yang paling berhak mengimami manusia ialah orang yang paling tahu (qari’) tentang Kitabullah. Jika bacaan mereka sama, maka siapa yang paling tahu tentang sunnah. Jika pengetahuan mereka terhadap sunnah sama saja, maka siapa di antara mereka yang paling dulu hijrah. Jika hijrah mereka sama, maka siapa di antara mereka yang paling tua usianya,” (Diriwayatkan Muslim).
Selama tidak ada penguasa di antara jama’ah, dan tidak ada tuan rumah, maka orang yang memiliki kriteria di atas berhak menjadi imam daripada orang lain. Sebab, Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah sekali-kali seseorang mengimami orang lain di rumahnya dan mengimami penguasa kecuali dengan izinnya.”
Hadis tersebut dengan susunan hadis sebelumnya diriwayatkan Sa’id bin Manshur Rahimahullah. []
Referensi: Ensiklopedi Muslim Minhajul Muslim/Karya: Abu Bakr Jabir Al-Jazairi/Penerbit: Darul Falah