HARI ini saya seharian nyaris ada di luar. Mengantar anak pertama seremoni perpisahan kelas 6. Itu adalah perpisahan yang biasa saja, sama dengan perpisahaan yang lainnya yang pernah saya ikuti dan saksikan.
Usai perpisahan, ada satu kisah dari anak itu. Ia bertutur:
BACA JUGA: Ustadz Bowo
Tadi ketika sampai di sekolah, ternyata terjadi kehebohan. Penyebabnya adalah aku yang ‘hanya’ memakai gamis dan tampil tanpa make up. Beberapa ortu dan panitia mulai memaksa-maksa aku untuk memakai setidaknya lipstik. Begitupun dengan beberapa temannya.
Aku tetap bertahan, menolak. Di tengah acara, terjadi dialog antara aku bersama beberapa teman sekelasku, laki-laki dan perempuan.
Salah satu anak lelaki teman sekelasnya mengatakan bahwa selama 6 tahun berteman, anak perempuan paling aneh yang dia kenal adalah aku.
Aku tak pernah melepas jilbab, jilbabnya selalu terjulur, tak bergaul bebas dengan laki-laki, suka baca buku, gak suka sinetron, gak suka diajak nongkrong, dan lebih aneh lagi sekarang: saat semua anak perempuan berkebaya dengan kerudung berbelit-belit serta make up tebal-tebal, aku malah sebaliknya.
Aku hanya tersenyum lalu menjawab, “Maaf, aku lebih nyaman dan bangga seperti ini.”
Tiba-tiba anak lelaki lain menimpali, “Tapi aku juga, sebagai teman, lebih nyaman kok melihat yang seperti kamu begini… Kalau tiba-tiba si Haura datang hari ini bermake up, aku mah bakalan takut!”
BACA JUGA: Shalat Shubuh
“Kenapa?” tanya teman lelaki lain penasaran.
“Ah, itu mah pasti si Haura jadi-jadian.”
______
Selepas acara, matanya berkaca-kaca. Saya berbisik padanya, nyaris tak terdengar “After years, people will be forgotten and you will find any other else. Barakallah…” []