DARI Ibnu Umar Ra beliau berkata: “Rasulullah SAW pernah memegang kedua pundakku seraya bersabda, “Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau musafir.”
Ibnu Umar berkata: “Jika engkau berada di sore hari jangan menunggu datangnya pagi dan jika engkau berada pada waktu pagi hari jangan menunggu datangnya sore. Pergunakanlah masa sehatmu sebelum sakit dan masa hidupmu sebelum mati” (HR. Bukhari)
Jika manusia mau memahami hadits ini maka di dalamnya terkandung wasiat penting yang sesuai dengan realita. Sesungguhnya manusia memulai kehidupannya di bumi ini sebagai cobaan, maka manusia adalah seperti orang asing atau musafir dalam kehidupannya.
Kedatangan manusia di dunia (sebagai manusia) adalah seperti datangnya orang asing. Padahal sebenarnya tempat tinggal Adam dan orang yang mengikutinya dalam masalah keimanan, ketakwaan, tauhid dan keikhlasan pada Allah adalah surga.
BACA JUGA: Hidup Di Dunia Hanya Sementara
Sesungguhnya Nabi Adam As diusir dari surga adalah sebagai cobaan dan balasan atas perbuatan maksiat yang dilakukannya. Jika kita renungkan hal ini, maka kita akan berkesimpulan bahwa seorang muslim yang hakiki akan senantiasa menahan nafsunya.
Kita berada pada tempat yang penuh cobaan di dunia ini, dan hanya seorang asing atau musafir sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW.
Betapa indah perkataan Ibnu Qoyyim Ra ketika menyebutkan bahwa kerinduan, kecintaan dan harapan seorang muslim kepada surga adalah karena surga merupakan tempat tinggalnya semula.
Ibnu Qoyyim Ra berkata, “Seorang muslim sekarang adalah tawanan musuh-musuhnya dan diusir dari negeri asalnya karena iblis telah menawan bapak kita, Adam ‘As dan dia melihat, apakah dia akan dikembalikan ke tempat asalnya atau tidak.”
Demikianlah, hal ini menjadikan hati senantiasa bertaubat dan tawadhu kepada Allah SWT. Yaitu orang yang hati mereka senantiasa bergantung pada Allah, baik dalam kecintaan, harapan, rasa cemas, dan ketaatan.
Kita berada di dunia seperti orang asing atau musafir. Orang asing tidak akan merasa senang kecuali setelah berada di tengah-tengah keluarganya. Sedangkan musafir akan senantiasa mempercepat perjalanan agar urusannya segera selesai.
Demikianlah hakikat dunia. Nabi Adam telah menjalani masa hidupnya. Kemudian disusul oleh Nabi Nuh yang hidup selama 1000 tahun dan berdakwah pada kaumnya selama 950 tahun,
“Maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun” (QS Al Ankabut: 14)
Kemudian zaman beliau selesai dan telah berlalu. Kemudian ada lagi sebuah kaum yang hidup selama beberapa ratus tahun kemudian zaman mereka berlalu. Kemudian setelah mereka, ada lagi kaum yang hidup selama 100 tahun, 80 tahun, 40 tahun 50 tahun dan seterusnya.
Hakikat kita adalah seperti orang asing atau musafir. Kita datang ke dunia kemudian pergi meninggalkannya. Kematian akan menimpa setiap orang. Oleh karena itu setiap orang wajib untuk memberikan perhatian pada dirinya.
Jika Allah memberi nikmat padamu sehingga Anda bisa memahami hakikat dunia ini, bahwa dunia adalah negeri yang asing, negeri yang penuh ujian, negeri tempat berusaha, negeri yang sementara dan tidak kekal, niscaya hatimu akan menjadi sehat.
Adapun jika kita lalai tentang hakikat ini maka kematian dapat menimpa hati kita. Kemudian Ibnu Umar rodhiallohu ‘anhuma melanjutkan dengan berwasiat,
“Jika engkau berada di sore hari jangan menunggu datangnya pagi dan jika engkau berada pada pagi hari jangan menunggu datangnya sore.”
BACA JUGA: Keberaniannya Abdullah bin Zubair, Mempercepatnya ke Surga
Yaitu hendaklah Anda senantiasa waspada dengan kematian yang datang secara tiba-tiba. Disebutkan dari para ulama salaf dan ulama hadits bahwa jika seseorang diberi tahu bahwa kematian akan datang kepadanya malam ini, maka belum tentu dia dapat menambah amal kebaikannya.
Hal ini dapat terjadi dengan senantiasa mengingat hak Allah. Jika dia beribadah, maka dia telah menunaikan hak Allah dan ikhlas dalam beribadah hanya untuk Robbnya. Jika dia memberi nafkah pada keluarganya, maka dia melakukannya dengan ikhlas dan sesuai dengan syariat.
Jika dia berjual beli, maka dia akan melakukan dengan ikhlas dan senantiasa berharap untuk mendapatkan rezeki yang halal. Demikianlah, setiap kegiatan yang dia lakukan, senantiasa dilandasi oleh ilmu. Ini adalah keutamaan orang yang memiliki ilmu, jika mereka bertindak dan berbuat sesuatu maka dia akan senantiasa melandasinya dengan hukum syariat.
Jika mereka berbuat dosa dan kesalahan, maka dengan segera mereka akan memohon ampunan. Maka dia akan seperti orang yang tidak berdosa setelah beristigfar. Ini adalah kedudukan mereka. Oleh karena itu Ibnu Umar rodhiallohu ‘anhuma mengatakan:
“Pergunakanlah masa sehatmu sebelum sakit dan masa hidupmu sebelum mati” (HR. Bukhori) []