ADALAH mereka yang tertatih berusaha untuk hijrah sekalipun masih banyak kekurangan, tetapi seserpih ilmu yang didapat jadi buah amalan. Hati yang keras menjadi lembut, lisan yang kasar menjadi santun.
Berusaha mengisi waktunya dengan mengamalkan ilmu yang ia peroleh, tanpa melihat rendah apalagi menghakimi yang lain. Saya lebih kagum dan rindu bergaul dengan mereka, sederhana namun berkah.
BACA JUGA: Ini 3 Makna Hidayah yang Diberikan Allah pada Manusia
Tidaklah seseorang iri melainkan dia mengakui bahwa di hatinya, dirinya tidak lebih baik. Jika kita melihat kesungguhan mereka untuk berhijrah dengan cara demikian, seharusnya kita iri.
Kenapa?
Karena kita tahu di balik dzahirnya kita yang sudah merasa lebih baik, ada dosa bertumpuk. Kita ini tampak baik bukan karena sudah baik, tapi karena buruknya kita Allah beri hijab. Jika ditambah takabbur, maka terhijablah kita dari merasa banyak dosa.
Bagi siapapun yang masih bernafsu memburu banyak ilmu, namun miskin amalan, dan ini ditujukkan paling keras kepada diri saya sendiri; semakin banyak memburu ilmu, semakin besar beban. Ilmu itu untuk diamalkan. Lalu banyaklah bercermin. Ikhlasnya seberapa? Akhlaknya sudah lebih baik dari sebelumnya? Dan seberapa kadar iman dan ketenangan jiwanya?
Di sini, bukan berarti saya mengecilkan motivasi untuk terus mencari ilmu. Karena menuntut ilmu adalah kewajiban, tapi ayo kita iringi introspeksi diri dan selalu merenovasi hati. Sebenarnya kita ini “menambah” ilmu untuk apa? Supaya amalan kita benar, dan melakukannya ikhlas karena Allah.
BACA JUGA: Para Wasilah Hidayah
Salah satu ciri bermanfaatnya ilmu adalah ketika kita keluar masjid terasa tenang, semakin tawadhu, tidak menyimpan sekam kesumat, yang memusuhi dido’akan, berusaha “merangkul” yang lain, saat kita menatap ke langit, kita ingat tempat kembali, saat kita menatap bumi, kita ingat kelak tempat terbenam didalamnya.
Jangan tertipu dengan sensasi menimba ilmu yang tidak kemudian diamalkan. Jangan merasa sudah baik, apalagi merasa diri berdiri diatas kebenaran dan menghakimi yang lain. Tapi di sini mengajak kembali ke fitrah ilmu, bahwa zakat pertama ilmu adalah mengamalkannya. []