Oleh: Ana Nazahah’
SAYA pikir, setiap Muslimah itu semua inginkan taat. Ga mau berbuat maksiat. Karena serendah-rendahnya pemahaman agama kita, pasti kita tetap inginkan surga, dan takut akan siksa neraka.
Namun, semua keinginan itu, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ada lingkungan yang tidak mendukung. Ada kerabat yang siap mengejek. Ada rintangan yang siap mematahkan langkah dan menjatuhkan.
BACA JUGA: Yuk Berhijrah!
Kita takut itu terjadi. Dan pada akhirnya, kita hanya menunggu hidayah itu datang. Kekuatan untuk melawan ketidakmampuan. Dan kesempatan untuk memperjuangkan iman.
Tanpa sadar, semakin kita menunggu, semakin kita abai. Semakin kita Lena, semakin habis usia tersisa. Langkah hijrah tak kunjung direalisasikan.
Kapan kita sadar? Saat kita terjatuh. Saat kita butuh Allah. Di saat itulah, kita tau, bahwa kita jauh dari rahmat Islam. Saat hidup kita semakin gersang. Saat kita sadar, bahwa hidup kita, kehilangan arah dan tujuan.
Jika memang begitu yang terjadi, bukankah kita layak untuk pertanyakan. Sebenarnya untuk apa hidup kita yang sementara ini? Waktu di dunia yang sebentar saja, sementara di akhirat kita akan hidup selama-lamanya.
Coba kita tanyakan pada hati kita yang terdalam, tanyakan dia! Apa yang harus kita lakukan? Pantaskah kita terus bermaksiat kepada Allah? Tuhan yang telah memberikan segalanya, dengan tanpa meminta imbalan sedikitpun?
Coba bayangkan betapa Allah sangat mencintai kita! Memberikan kita kehidupan. Umur yang berkah dan kesehatan. Sementara di saat yang sama, kita sedang bermaksiat kepadaNya. Kita abai pada segala perintah dan larangan-Nya.
Apa salahnya jika saat itu, Allah cabut nyawa kita dan melemparnya ke Neraka Jahanam. Sah saja bukan?
Namun, tidak. Allah tidak melakukannya. Karena Allah masih memberikan kita kesempatan. Allah masih menunggu kita taubat.
Allahu Akbar! Betapa maha besarnya kasih sayang Allah kepada kita. Maka nikmat Tuhan mana lagi yang kita dustakan?
BACA JUGA; Temukan Jalan Hijrahmu
Demikian juga dengan Rasulullah SAW yang kita rindukan. Rasullullah melakukan apa saja untuk kita umatnya. Sungguh rindu kita bertatap wajah dengan beliau kekasih Allah. Yang mencintai kita melebihi dirinya sendiri. “Umati… Umati….!” Serunya bahkan di saat ajal di tenggorokan.
Lalu apa balasan kita kepada Allah SWT dan Rasullullah SAW saat ini? Kebanyakan kita adalah orang yang bermaksiat. Orang – orang yang menuhankan hawa nafsu dan menyembah budaya laknat.
Pantaskah kita dianggap umat Rasulullah? Pantaskah kita mendapatkan syafaat darinya di pengadilan akhirat kelak? Pantaskah kita mendapatkan julukan jiwa-jiwa yang tenang, yang Allah panggil dengan penuh kerinduan?
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ . ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً . فَادْخُلِي فِي عِبَادِي . وَادْخُلِي جَنَّتِي
“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku.” (QS. Al-Fajr: 27-30)
Karena itu, kembalilah wahai jiwa yang sesat arah dan tujuan. Kembalilah pada jalan pulang. Jalan yang dirahmati Allah penuh keridhaan. Jalan itu bernama hijrah. Jalan mereka orang-orang yang beriman.[]