HAL yang menyebabkan banyak orang terjebak pada praktik pengobatan yang sesat, yakni ketika memandang bahwa cara apapun adalah ikhtiar yang diperbolehkan, yang penting berusaha sedangkan Allah yang menentukan. Sekilas alasan ini nampak benar, namun keabsahan cara adalah perkara pokok yang pertama harus dijaga. Karena Nabi mewanti-wanti kepada umatnya : “Berobatlah kalian, namun jangan kalian berobat dengan yang haram,” (HR Abu Dawud)
Sikap serba boleh demi sehat ini menyebabkan banyak orang terjebak ke dalam dosa dan tidak selektif memilih alternatif penyembuhan. Ada yang pergi ke dukun dan paranormal yang menyebabkan shalatnya tidak diterima selama 40 malam seperti dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim.
Bisa jadi seseorang melakukan semedi, puasa ngebleng atau puasa mutih lalu tercapailah apa yang diinginkan. Baik dengan munculnya kekuatan tertentu, teraihnya ambisi atau terhindarnya seseorang dari musibah yang menimpanya. Akan tetapi hal ini sama sekali bukanlah merupakan indikasi benarnya perbuatan tersebut atau diridhainya oleh Allah. Betapa banyak seorang hamba berdo’a kepada Allah dengan do’a yang tidak baik lalu dikabulkan permohonannya hingga hal itu menjadi sebab kehancurannya di dunia dan akhirat.
Bisa jadi seseorang berdo’a kepada Allah dengan cara yang diharamkan Allah, lalu Allah mengabulkannya. Bukan karena Allah ridha kepadanya, namun bisa jadi karena istidraj. Allah berfirman :
“Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa), kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar,” (QS Al-Mukminun 55-56).
Rasulullah SAW bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, “Jika Allah memberikan kenikmatan kepada seorang hamba padahal dia tetap dengan maksiat yang dikerjakannya, maka sesungguhnya itu adalah istidraj,” (dibinasakan secara berangsur-angsur/dilulujawa).
Kemudian Nabi membaca firman Allah (yang artinya), firman-Nya pula : “maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, kamipun membuka semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (QS Al-An’am 44).
Dus, tercapainya tujuan dengan cara tertentu bukanlah bukti akan benarnya cara yang telah ditempuh tersebut. Akan tetapi kebenaran adalah apa yang sesuai dengan syare’at, dan kesesatan adalah apa saja yang menyelisihi syari’at.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengisahkan di dalam kitabnya “Iqtadha’us Shirathil Mustaqim” suatu kisah yang amat berharga untuk kita ambil pelajaran.
Suatu ketika orang-orang kafir dari golongan Nasrani berhasil mengepung kota kaum muslimin namun mereka kehabisan persediaan air minum. Lalu mereka melobi kepada kaum muslimin agar mau memberikan air kepada mereka dengan jaminan mereka akan meninggalkan kota kaum muslimin. Maka bermusyawarahlah para pemimpin kaum muslimin. Mereka berkata, “Biarlah mereka kehausan dan lemah kekuatan mereka lalu kita serang mereka.” Kemudian orang-orang Nasrani berdo’a kepada Allah agar menurunkan hujan atas mereka dan tiba-tiba hujan pun turun.
Maka menjadi bingunglah orang-orang awam dari kaum muslimin melihat fenomena tersebut, yang mana do’a orang kafir dikabulkan oleh Allah. Maka berkatalah amir kepada seorang yang alim, ‘Berilah pengertian kepada manusia.’ Lalu disiapkanlah mimbar untuk beliau berkhutbah: “Ya Allah, sesungguhnya kami mengetahui bahwa orang-orang kafir tersebut adalah termasuk yang rizkinya menjadi tanggungan-Mu sebagaimana Engkau firmankan dalam kitab-Mu, “Dan tiada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang member rizkinya..” (QS Hud 6) Mereka berdo’a kepada-Mu dalam keadaan terjepit, sedangkan Engkau mengabulkan do’a orang-orang yang dalam keadaan terjepit jika mereka memohon kepada-Mu, karena itulah Engkau menurunkan hujan bagi mereka karena semata-mata Engkaulah yang menanggung rizki mereka dan karena mereka berdo’a kepada-Mu dalam keadaan terjepit. Bukan karena Engkau mencintai mereka, bukan pula karena Engkau mencintai agama mereka. Sekarang kami berharap agar Engkau menunjukkan kepada kami tanda-tanda kekuasaan-Mu sehingga menjadi teguhlah keimanan hamba-hamba-Mu yang beriman..” Maka sebentar kemudian Allah mengirimkan badai atas orang-orang kafir dan binasalah mereka.
Begitu juga dengan Iblis yang dikabulkan do’anya oleh Allah, bukanlah berarti Allah meridhai sikap Iblis. Tatkala Iblis meminta tangguh kepada Allah agar dapat hidup hingga datangnya kiamat, Allah mengabulkan permintaannya sebagaimana firman-Nya, “Allah berfirman: “Sesungguhnya kamu termasuk mereka yang diberi tangguh.” (QS Al-A’raaf 15).
Sungguh kasihan manusia yang bertauhid di kala sehatnya, namun musyrik di kala sakitnya. Apalagi sakit itulah yang akhirnya menjadi sebab tercabutnya nyawa. Kematian manakah yang lebih tragis dari kematian dalam keadaan musyrik, sedangkan Nabi memastikan ia dengan neraka, “Barangsiapa yang mati dalam keadaan menyekutukan Allah dengan sesuatu, pasti masuk neraka.” (HR Muslim).
______________
Diasuh oleh Oleh: Yudhistira Adi Maulana, Penggagas rumah sehat Bekam Ruqyah Centre Purwakarta yang berasaskan pengobatan Thibbunnabawi. Alamat: Jl. Veteran No. 106, Kebon Kolot Purwakarta, Jawa Barat, Telf. 0264-205794. Untuk pertanyaan bisa melalui SMS 0817 920 7630 atau PIN BB 26A D4A 15.