DALAM urusan memberikan nafkah kepada isteri ada dua tipe perilaku buruk suami. Disatu pihak ada suami yang memberikan nafkah dengan keleluasaan yang seluas-luasnya. Sehingga isteri cenderung berperilaku konsumtif. Sang isteri tidak memungsikan nafkah yang diberikan sebagaimana fungsinya. Para istri yang diberi keleluasaan tersebut berlomba-lomba bersikap konsumtif tanpa memperhatikan kepentingan keluarga.
Dalam kondisi lain ada pula suami yang berperilaku ketat terhadap istrinya. Bersikap kikir dan pelit. Membelenggu lehernya, tidak memberinya belanja yang mencukupi dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang logis.
BACA JUGA: Suami Pelit dalam Menafkahi Istri, Berdosakah?
Padahal, Allah dalam kitab-Nya mewajibkan sikap tengah-tengah antara israf (berlebihan) dan pelit dalam berbelanja.
“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya, karena akibatnya kamu menjadi tercela san menyesal.” (QS.Al-Isra’: 29)
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan harta, mereka tidak berlebih-lebihan dan tiak pula kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. (QS. Al-Furqon: 67)
Syara’ tidak menentukan batas nafkah terhadap isteri. Tetapi yang wajib ialah memenuhi kebutuhan secara patut. Sedangkan kebutuhan itu berbeda-beda antara satu lingkungan dengan lingkungan lainnya. Maka jangan mengukur standar patut tersebut dengan orang lain.
Hendaklah seorang suami memerhatikan kesanggupannya dalam menafkahi isteri,
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya; dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan(sekadar) apa yang Allah berikan padanya….” (QS. Al-Baqarah: 236)
Diwajibkan untuk suami memberi nafkah kepada isteri dengan kadar yang mencukupi dan cara yang patut, karena Rosulullah Saw pernah bersabda kepada Hindun: “Ambillah apa yang mencukupi bagimu dan bagi anakmu menurut yang patut.” (Muttafaq ‘Alaih)
Semua itu bebeda antara suami yang satu dengan yang lain, sesuai dengan kondisi ekonomi masing-masing, sesuai dengan kelapangan ekonomi masing-masing. Demikian pula seorang isteri, kebutuhannya bereda anatara yang satu dengan yang lain.
BACA JUGA: Suamiku Pelit, Ra!
Apabila seorang suami dan isteri yang satu terlahir dari keluarga kaya dan yang satu keluarga miskin. Maka tidak layak ukuran kepatutannya disamakan dengan ukuran kepatutan nafkah sebelumnya.
Tidak diperbolehkan seorang suami berlaku pelit terhadap isterinya, dan seorang isteri pun harus pandai dalam menjaga harta suaminya. []
Sember : Fatwa-fatwa Kontemporer/Karya: Al-Qardawi/Penerbit: Gema Insani/Tahun: 2005