Oleh: Ramadani Ann Al-Qohirohiyyah
GALAU merupakan penyakit akut masyarakat saat ini. Mulai dari tahapan perkembangan usia remaja, hingga beranjak dewasa. Bahkan orang dewasa pun tak luput dari perkara kegalauan.
Kata galau biasanya tidak akan jauh-jauh dari kata cinta. Dua kata keramat yang memang bikin dunia nyaris kiamat. Kalaupun sudah berusaha menghilangkan dari pikiran serta perasaan, tetap saja akan teringat, ah skakmat!
BACA JUGA: Galau soal Jodoh? Begini yang Diucapkan Nabi Musa Dalam Doanya
“Galau kenapa?” tanya seorang teman pada teman karibnya.
“Aku naksir dia, tapi di dalam Al-Quran kan dilarang pacaran!”
“Ya sudah, kalian menikah saja!” jawabnya tegas.
“Ah, gak segampang itu! Banyak pertimbangan—” bantahnya.
“Itulah penyakit anak muda … berani jatuh hati; takut nikah!”
“Masa’ langsung nikah? Lihat bibit, bebet, bobotnya dong!”
“Oh, tinggal ta’aruf aja!”
“Ntar dulu, aku juga lagi kesal sama dia sekarang,” protes Adik.
“Kenapa lagi?”
“Teman dekatnya segudang, udah gitu diladenin semua!”
“Hahaha … mungkin dia sales marketing, husnu’dzon ajalah.”
“Kata-katanya manis, sama kayak dia ngomong ke aku!”
“Ah, kamu baper banget sih. Berarti dia emang baik ke semua.”
“Gak tau, sejujurnya itu bikin aku cemburu dan naik darah.”
“Nah loh! Itu cinta apa nafsu? Cemburu buta ke nonmahram.”
“Aku juga anggap yang sejenisku di sekitarnya; kayak musuh.”
“Hey, gak boleh gitu! Prasangka datangnya dari setan loh.”
“Komitmen apaan, kalau hal-hal begitu aja dia gak peka!”
“Dududu … nanana, uhmm … udah selesai marahnya?”
Mungkin beberapa orang pernah merasakan hal serupa. Cinta terasa sangat asing tatkala si dia telah meluangkan waktu untuk teman-teman lain. Padahal, sebelum keakraban mereka berdua hal itu sudah biasa dilakukan. Sekadar tegur sapa, bersikap ramah sebagai bahasa persahabatan. Lalu, siapakah yang sebenarnya salah? Kamu atau dia? Egois mana sih, kamu atau dia? Tentu saja kamu! Kamu yang egois dan salah sendiri.
“Masih galau lagi? Bukannya udah berhasil jauhin dia?”
“Tapi aku jadi rindu, rasanya lebih baik tengkar daripada gini.”
“Hmmm … udah lupa identitas! Orang islam haram pacaran!”
“Aku gak pacaran, cuma chating aja kok, kenalan dumay.”
“Mau di dumay, duta, chating atau face to face, itu maksiat!”
“Terus gimana caranya lupain dia, semua tentangnya?”
“Jangan berinteraksi sekali pun, tapi doakan terus-menerus.”
“Kok malah didoain sih? Kan harusnya dilupain?”
“Doa yang menguntai ke langit itu, akan diterima oleh Allah.”
“Jadi, nanti aku bisa jodoh sama dia, gitu?”
“Wallahu ‘alam. Kalaupun bukan dia; pasti diganti lebih baik.”
Bukankah Allah azza wa jalla telah melarang untuk mendekati pintu-pintu perzinaan. Salah satunya dari mata. Tahukah kita jika
pemuda yang semasa mudanya menundukkan pandangan, tidak melihat wanita-wanita atau lelaki nonmahram, agar tak terjerumus ke dalam makar setan, pasti akan diberikan pahala kenikmatan berupa bidadari-bidadari bermata jeli di Surga!
Jikapun diizinkan berumur panjang sekaligus menyempurnakan separuh agama, insya Allah kelak akan disandingkan dengan pasangan yang shalihah/shalih sesuai gambaran diri kita juga.
“Apa yang ada di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah akan kekal. Dan sungguh kami akan memberikan balasan untuk orang-orang sabar dengan pahala mereka.” (Qs. An-nahl: 96)
“ … Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Qs. Al-ahzab: 35)
Kesimpulannya, kalau Allah sudah menjanjikan pahala yang sangat besar di kampung abadi; akhirat nanti, untuk apa terus gelisah dengan perkara dunia yang sejatinya hanya sebentar? Galau lagi … galau lagi? Shut up! I’m okay.