Oleh: Sanya Khaerunnisa
Mahasiswi Universitas Indonesia
skhx00@gmail.com
MUDAH sekali sesuatu hal menjadi viral di era digital seperti ini. Tapi sayangnya, konten yang viral adalah konten yang tidak bermanfaat bahkan bisa melenakan kita khususnya kaum muda. Mulai dari konten yang membuat “baper”, insecure, takut, atau senang sesaat.
Alasan di balik rentannya hati kaum muda saat ini karena tontonan yang akhirnya menjadi tuntunan dan lemahnya iman. Lemahnya iman membuat kita menjadi kurang bersyukur kepada Allah SWT, karena memang akan sulit untuk bersyukur jika kita tidak yakin terhadap Qadha dan Qadar Allah. Selan itu, fitrahnya manusia memang lemah dan selalu merasa kurang, manusia tak akan puas dengan apa yang telah ia miliki.
BACA JUGA: Ustazah Herni Prihatin dengan Adab Generasi Milineal
“Benahi yang tak tampak oleh manusia pada dirimu, maka Allah akan benahi yang tampak oleh manusia pada dirimu” (Anonim). Kutipan tersebut secara tersirat berisi pesan tentang keimanan. Sebab keimanan adalah perkara yang tak tampak, sebuah amal hati.
Namun, meski tak tampak, ia mempengaruhi tiap yang tampak pada manusia. Mulai dari cara berpikir, cara merasa, cara berlisan, bahkan tingkah laku kita. Bila yang tak tampak sudah beres, maka kita bisa mengusahakan yang tampak.
Inilah yang terjadi ketika kita hidup dalam lingkungan yang menerapkan sistem sekuler, dijauhkan dari agama dan dibuat lupa untuk selalu bersyukur kepada Allah. Hal-hal duniawi menjadi lebih menarik, hingga lupa untuk mempersiapkan bekal di akhirat.
Terlalu bersedih karena kekurangan yang dimiliki, tanpa melihat bahwa di luar sana masih banyak orang yang serba kekurangan. Semua menjadi gagal fokus karena memikirkan hal yang tidak akan Allah hisab, mulai dari cara agar terlihat putih, tinggi, cantik, glowing, kaya dan banyak kegalauan lainnya. Masa muda menjadi sia-sia untuk memikirkan kapan lulus, kapan menikah dan kapan punya anak, yang sejatinya sudah Allah tuliskan serta tidak perlu dikhawatirkan.
Pada hakikatnya, jika terkait Qadha dan Qadr, kehidupan manusia berada di dalam dua lingkaran, yaitu lingkaran yang menguasai dan dikuasai. Maksud menguasai seperti apa-apa yang ditentukan oleh sunnatullah mulai dari ras, warna kulit, jenis kelamin dan hal-hal lain yang tidak bisa kita pilih, maka kita harus menerima dengan sepenuhnya, terhadap apa yang diberikan Allah, karena kita tidak akan dihisab karena fisik kita.
BACA JUGA: Mush’ab bin Umair, Pemuda Mekkah yang Paling Harum
Sesungguhnya, yang harus kita lakukan adalah fokus pada hal-hal yang kita kuasai, karena manusia memiliki pilihan serta tidak terdapat paksaan di dalamnya. Wilayah inilah yang membuat kita akan dihisab atas pilihan yang kita ambil. Pilihan yang bisa mengantarkan kita pada pahala dan Surga atau sebaliknya sehingga ketika kita meyakini segala sesuatu ketetapan Allah, tidak akan ada lagi permasalahan gagal fokus, justru kita akan fokus memperbaiki diri dan memberikan kontribusi terbaik untuk Islam sebagai cara untuk meraih ridha dan Surga-Nya.
Memang, kualitas seseorang itu tergantung dari informasi apa yang masuk ke dalam dirinya. Pemuda zaman Rasulullah seperti Thalhah bin Ubaidillah, seorang pembesar utama barisan Islam di Makkah, pelindung Nabi saat Perang Uhud dan Sa’ad bin Abi Wawash, seorang ksatria berkuda Muslimin paling berani di saat usianya baru menginjak 17 tahun tidak mengalami permasalahan ini karena informasi yang mereka peroleh adalah informasi yang berkualitas, waktu mereka dihabiskan untuk menambah tsaqafah dan juga memikirkan permasalahan umat. Mereka adalah pemuda Islam yang mampu mengharumkan agama Allah di masa mudanya.
Tidak diragukan lagi, para pemuda memiliki peran yang sangat penting dalam tatanan kehidupan manusia secara umum dan masyarakat kaum Muslimin secara khusus. Jika mereka adalah para pemuda yang baik dan terdidik dengan tsaqafah Islam, maka merekalah yang akan menyebarkan dan mendakwahkan kebaikan Islam serta menjadi nakhoda umat ini yang akan mengantarkan mereka kepada kebaikan dunia dan akhirat. Pemuda memiliki andil dan peran yang sangat besar dalam menyebarkan agama Islam, baik dari sisi pengajaran maupun dari sisi berjihad di jalan Allah SWT.
Agama Islam yang mulia ini mempunyai perhatian yang sangat besar mengenai pertumbuhan dan perkembangan para pemuda, karena pemuda akan menjadi tokoh di masa yang akan datang, menggantikan dan mewarisi tugas-tugas mulia kepada umat ini. “Pemuda bukanlah mayat hidup, yaitu anak-anak muda yang masih hidup tapi telah mati karena tidak mau berjuang untuk agamanya. Hidup ini adalah pilihan; diam atau berjuang. Ujung keduanya adalah sama; kematian. Tapi para pemuda yang memilih diam sebenarnya sudah menjadi mayat saat mereka hidup”–Ustaz Iwan Januar –
BACA JUGA: Generasi Latah
Jadi, mulailah hidup sebagaimana manusia hidup, yaitu dengan perjuangan. Bukan menjadi mayat hidup dengan meninggalkan amar makruf nahyi munkar. Jika kita mengimani segala ketetapan Allah, insyaAllah tidak akan ada lagi permasalahan-permasalahan pemuda seperti saat ini. Realitanya, bukanlah orang lain yang menghambat kemajuan diri kita. Pun bukan karena orang lain kita selama ini “jalan di tempat”.Semuanya karena kita sendiri. Musuh kita yang sebenarnya adalah hawa nafsu. Terkadang kita masih longgar terhadap diri, menanti-nanti, berandai-andai dan pada akhirnya lalai.
Yuk berhenti menjadi Muslim yang latah. Segera tentukan ke mana kaki ini akan melangkah. Pastikan masa muda kita berguna bagi orang terdekat terlebih umat, jika masih baper atau insecure, itu mungkin karena kurangnya kesibukan. Mulai perangi diri sendiri sebelum menyesal. Jadilah pemuda tangguh dengan cara menyibukkan diri dalam hal yang baik, yang bisa membawa perubahan dan kemenangan, yaitu dakwah sebagai amanah dari pencipta kita, Allah SWT. Dan berjuang meniti jalan menjadi pemuda Muslim sejati []