Oleh: Khusni Tamrin
Mahasiswa Jurusan ahwal al-Syakhsiyyah IAIN Raden Intan, Lampung
MEMILIKI pendamping hidup atau istri, merupakan impian semua laki-laki yang didambakan setelah mempunyai penghasilan yang cukup. Namun, sekarang ini untuk melamar pujaan hati kadang kala terganjal oleh sebuah mahar yang “mencekik” bagi keluarga calon mempelai laki-laki.
Pihak mempelai wanita terkadang menginginkan mahar yang sangat tinggi. Hal ini dikarenakan banyak para artis, pejabat dan tokoh-tokoh yang menjadi panutan masyarakat mengadakan pesta pernikahan secara glamour. Tentu saja para masyarakat pun ingin meniru pesta pernikahan yang diadakan oleh artis serta para pejabat tersebut.
Hal ini karena tokoh panutan yang ada tidak pantas untuk dipanuti karena tak memiliki kepribadian yang sederhana. Sekarang ini kita sangatlah membutuhkan tokoh yang bisa memberikan masukan mengenai pernikahan seperti zaman Nabi dan bukan memberikan masukan saja akan tetapi juga mencontohkan anaknya agar dalam menentukan mahar yang mudah bagi calon mempelai laki-laki.
Berbanding 360 derajat zaman sekarang dengan zaman Nabi, pada zaman Nabi untuk melakukan pernikahan pihak laki-laki tidak sampai berhutang.
Diriwayatkan dari Sahl bin Sa’id dia berkata; “Rasulullah, menikahkan seorang laki-laki kepada seorang perempuan dengan mahar dari besi. (H.R Hakim).
Rasulullah SAW. besabda; “Sebaik-baik maskawin adalah yang paling mudah (memenuhinya). (H.R Abu Daud).
Dari kedua hadis tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwasanya mahar (mas kawin) yang paling baik adalah yang tidak memberatkan bagi pihak laki-laki serta janganlah sampai meminta mahar yang memberatkan pihak laki-laki meskipun tidak ada ukuran dalam menentukan jumlah mahar.
Dalam pernikahan wajib memenuhi rukun-rukun pernikahan yaitu adanya calon mempelai laki-laki dan perempuan, wali, 2 orang saksi serta ijab kabul. Meskipun mahar tidak masuk kedalam rukun pernikahan tetapi mahar juga wajib diberikan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan sesuai dengan perjanjian yang dilakukan sebelum ijab kabul. Jika pihak laki-laki tidak memberikan mahar kepada pihak perempuan, maka janganlah mau diajak berhubungan suami-istri oleh sang suami meskipun telah sah menjadi suami-istri. []