Oleha: Susi LW
susiakmal@yahoo.com
BARU-baru ini saya melihat sebuah gambar yang diposting oleh teman diberanda Facebook, entah dari mana sumbernya. Disana terlihat seorang pedagang buah laki-laki menggunakan gerobak dorong yang berisi pisang, timun suri dan seperti apel hijau. Apa yang membuat saya tergerak membahasnya disini? Sekilas tak ada yang aneh dalam gambar tersebut, tapi jika kita perhatikan ada sebuah tulisan yang dipahat pada gerobak dorong pedagang tersebut, tepat didepan gerobaknya. Dituliskan dengan bahasa arab bila dibaca seperti ini,
“Kayfa akhofu minal faqr wa ana abd al-Ghany.”
Dalam gambar tersebut dijelaskan bahwa arti dari tulisan tersebut adalah:
“Bagaimana aku akan takut dengan kemiskinan, sedang aku adalah hamba dari Yang Maha Kaya.”
Subhanallah… seorang pedagang buah yang tidak pernah khawatir atas rejeki yang diberikan oleh Allah SWT. Inikah yang disebut tawakkal? Lalu seperti apakah tawakkal itu?
Yahya bin Mu’adz rah.a ditanya, “Kapan seseorang bisa dikatakan tawakkal?” Dia menjawab, “Ketika diatelah rela Allah sebagai wakilnya.”
Dari Umar bin Khattab r.a berkata, bahwa beliau mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Sekiranya kalian benar-benar bertawakkal kepada Allah SWT dengan tawakkal yang sebenar-benarnya, sungguh kalian akan diberi rejeki (oleh Allah SWT), sebagaimana seekor burung diberi rejeki; dimana ia pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar, dan pulang disore hari dalam keadaan kenyang.” (HR. Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Kemudian dalam sebuah buku berjudul “Nyanian Sunyi Para Kekasih Ilahi” yang ditulis oleh Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani. Pada pasal lima dijelaskan bahwa hakikat tawakkal adalah menyerahkan segala urusan kepada Allah SWT, membersihkan diri dari kegelapan usaha dan pengaturan serta naik ke lantai melihat ketetapan dan takdir.
Kemudian yakin bahwa tidak ada perubahan bagi sesuatu yang telah dibagikan dan apa yang telah dibagikan untuknya tidak akan luput darinya, sedang apa yang tidak dibagikan untuknya tidak akan pernah dia dapatkan. Hatinya menjadi tenang dengan itu. Dia yakin kepada janji Tuhannya, lalu hanya mengambildari Tuhannya.
Yang menjadi dasar dalam masalah ini adalah firman Allah SWT:
“Barang siapa bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (Q.s. Ath-Thalaq : 3)
Semoga kita senantiasa bertawakkal kepada Allah SWT dengan sebenar-benarnya tawakkal. Aamiin.[]
Bekasi, 31 Mei 2016
Kirim RENUNGAN Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word.