Oleh: Fachriy Aboe Syazwiena
SEMANGAT yang berlebih terkadang menjadikan hati melampaui sesuatu yang mestinya indah dan tepat dilakoni namun bisa menjadi sesuatu yang terlihat ganas. Dan bisa jadi kita pernah menjadi pelakunya ketika menerapkan aneka ragam sunnah yang mulia.
Suatu ketika, seorang ikhwan Salafiy berada di samping seorang ikhwan Tablighiy saat berdiri dalam shalat berjama’ah. Ikhwan Tablighiy ini belum memahami bahwa lurusnya shaf dan kaki yang bersejajar dengan kaki orang di sampingnya adalah sesuatu yang disyariatkan. Karena itu, jarak kaki kiri dan kanan ikhwan Tablighi ini begitu rapat sehingga menyisakan sedikit ruang/jarak di samping ikhwan Salafi.
Sebagai orang yang paham, ikhwan Salafi ini, dengan semangat 45, merapatkan kakinya ke arah ikhwan Tablighiy. Melihat ini, sang ikhwan Tablighiy semakin merapatkan kedua kakinya sendiri.
Ikhwan Salafiy pun kembali merapatkan kakinya di samping ikhwan Tablighiy. Kembali ikhwan Tablighiy sedikit menjauh lalu merapatkan kaki kiri dan kanannya sendiri guna menghindari “kejaran” ikhwan Salafiy. Akhirnya, karena kesal dan jengkel, ikhwan Tablighiy menginjak kaki ikhwan Salafiy di tengah shalat.
***
Sungguh, sunnah dan akhlak mulia adalah dua sejoli yang menawan. Keengganan teman berdiri saat shalat untuk merapatkan kakinya bukan berarti harus mengejar kakinya hingga kaki kita, kanan dan kirinya, jauh merenggang melebihi lebar pundak kita.
Apalagi menjadikan dia berusaha merapatkan kedua kakinya karena kesal dengan tingkah kita.
Cobalah memberi ruang di hati bahwa dia belum paham. Cobalah memberi keyakinan pada diri bahwa semangat itu mesti adanya namun semampunya. Ketaatan terhadap sunnah juga terbatas oleh keadaan.
Sungguh, mereka belum paham. Mereka akan bergejolak dan membuatnya tersakiti, membuatnya tak nyaman.
Guru kita, ayahanda kita, ulama kita, syaikh Shaleh Fauzan hafidzahullah berwejang lembut:
وليس معنى رص الصفوف ما يفعله بعض الجهال اليوم من فحج رجليه حتى يضايق من بجانبه لأن هذا العمل يوجد فرجا في الصفوف ويؤذي المصلين ولا أصل له في الشرع
“Merapatkan shaf bukanlah seperti apa yang dilakukan oleh orang yang tidak paham hari ini yaitu mereka melebarkan kedua kakinya sehingga menyempitkan (kedua kaki) orang yang berada di sampingnya karena ini akan membuat celah dalam shaf dan mengganggu orang yang shalat. Sikap berlebihan ini tak mendasar dalam agama sama sekali.” (Al-Mulakhkhash al-Fiqhiyyah, hal. 61, terbitan Dar I’lam as-Sunnah, Riyadh). []