MUNGKIN kita semua sudah sering mendengar orang-orang yg ribut dan saling memaki dengan menggunakan bahasa ‘kasar’ yang lebih parah lagi adalah ketika seseorang mencela, menghina, atau memanggil orang lain dengan nama binatang.
Sangat disayangkan, keburukan ini begitu tersebar pada jaman ini, salah satunya sebagai akibat buruk pesta demokrasi di negeri ini beberapa waktu yang lalu dan mungkin berlanjut sampai hari ini. Betapa mudah kita melihat saudara kita memanggil saudaranya yang lain yang berbeda pilihan politiknya dengan sebutan, “Dasar kecebong!” atau “Dia itu cebong.”
BACA JUGA: Saudaraku, Jangan Menghina Orang yang Telah Meninggal!
Bahkan, ucapan dan hinaan semacam itu keluar dari pihak-pihak yang secara lahiriyah paham agama dan memiliki semangat tinggi dalam menjalankan agama.
Sedangkan di pihak lain, mereka pun tidak mau kalah dengan melontarkan julukan “kampret” (kelelawar) kepada saudaranya yang berbeda pilihan politik. Demikianlah, satu keburukan akan memunculkan keburukan berikutnya, dan demikian seterusnya.
Saudaraku, ketahuilah bahwa menghina orang lain dengan menyebutkan nama binatang itu dosanya lebih parah. An-Nawawi Asy-Syafi’i rahimahullah berkata,
“Termasuk di antara kalimat yang tercela yang umum dipergunakan dalam perkataan seseorang kepada lawannya (adalah ucapan), “Wahai keledai!” ; “Wahai kambing hutan!” ; “Hai anjing!” dan ucapan semacam itu. Ucapan semacam ini sangat jelek ditinjau dari dua sisi. Pertama, karena itu ucapan dusta. Ke dua, karena ucapan itu akan menyakiti saudaranya.
Ucapan ini berbeda dengan perkataan, “Wahai orang dzalim!” dan semacamnya. Ucapan ini dimaafkan karena adanya kebutuhan darurat disebabkan oleh pertengkaran. Selain itu, pada umumnya ucapan itu adalah ucapan yang benar, karena keadaan mayoritas orang yang zalim terhadap dirinya sendiri atau orang lain.”
Memanggil orang lain dengan nama-nama binatang itu disebut ucapan dusta karena orang lain yang dia panggil itu adalah manusia, bukan binatang. Inilah sisi kedustaannya.
Orang yang melakukannya pun berhak untuk mendapatkan hukuman dari penguasa kaum muslimin. Diriwayatkan dari sahabat ‘Ali bin Abi Thalib ra, beliau berkata,
“Sesungguhnya kalian bertanya kepadaku tentang seseorang yang mengatakan kepada orang lain, “Wahai orang kafir!”, “Wahai orang fasiq!”, atau “Wahai keledai!” Tidak ada hukuman hadd dari syari’at (untuk perbuatan itu). Yang ada hanyalah hukuman ta’zir dari penguasa. Maka janganlah diulangi mengucapkannya lagi!”
Sa’id bin Al-Musyyab rahimahullah mengatakan,
“Janganlah Engkau berkata kepada temanmu, “Wahai keledai!”, “Wahai anjing!”, atau “Wahai babi!” Karena kelak di hari kiamat Engkau akan ditanya, “Apakah Engkau melihat aku diciptakan sebagai anjing, keledai, atau babi?” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf 5: 282)
Dalam kitab Mukhtashar Al-Khalil (8: 409) disebutkan,
BACA JUGA: 9 Larangan Terhadap Sesama Muslim
“Siapa saja yang berkata kepada seseorang, “Wahai anak dari wanita fasik!“ atau “Wahai anak dari wanita fajir (pezina)’, maka dia berhak mendapatkan hukuman. Dan siapa saja yang berkata kepada seseorang, “Wahai keledai!” atau “Wahai anak keledai!”, maka dia berhak mendapatkan hukuman.”
Kemudian dikutip perkataan Ibnu Salmun,
“Siapa saja yang berkata kepada orang lain, “Wahai anjing!” atau “Wahai sapi jantan!”, maka ucapan itu menyakiti saudaranya, sehingga berhak dihukum. Demikian pula ucapan, “Wahai babi!”, maka dia berhak mendapatkan hukuman sesuai dengan kebijakan penguasa. Kecuali jika dia tidak tahu kalau ucapan semacam itu menyakitkan, yang hanya muncul karena ketergelinciran atau salah ucap lisan, maka hal itu tidak mengapa (dimaafkan).” (Mukhtashar Al-Khalil, 8: 409) []
SUMBER: MUSLIM