DIKISAHKAN ada seorang raja di kerajaan kecil yang mempunyai seorang anak laki-laki yang begitu dimanjakan. Bahkan si anak pintar bermuka dua. Di hadapan raja dan permaisuri, sikap si pangeran kecil ini baik dan menyenangkan. Tetapi di belakang mereka, sikapnya berubah total menjadi anak yang kurang ajar.
Merasa sebagai putera mahkota kerajaan, dia tumbuh menjadi anak yang tidak tahu sopan santun dan tidak mau menghargai orang lain. Walau dibenci dan dijauhi, tetapi pangeran kecil ini masih punya satu-satunya sahabat seusia yang setia kepadanya, yaitu anak laki-laki dari pengasuhnya.
BACA JUGA: Bersyukur Kunci Bahagia
Suatu hari, pangeran kecil meminta si bocah untuk ‘menemaninya makan’ siang di ruang makan istana. Dalam artian, si bocah diminta menunggu dan melihat si pangeran makan dari pojok ruangan.
Sesaat sebelum makan, pangeran kecil terlihat seperti menundukkan kepala seolah sedang berdoa.
Sejenak kemudian, sang pangeran mulai melahap segala hidangan yang tersaji di meja makan. Semua jenis makanan dicicipinya. Beberapa kali, ia hanya mencuil dan menggigit makananannya, lalu memuntahkan dan membuang sisanya di meja.
Meja makan jadi berantakan dan sisa-sisa makanan berserakan di mana-mana.
Sang pangeran seperti sedang mengolok-olok sahabatnya yang hanya berdiri memandanginya. Tapi bukannnya merasa terhina, si bocah kecil itu malah tersenyum-senyum sedari tadi.
Pangeran kecil pun jadi tersinggung.
“Hai… apa yang kamu tertawakan? Dari tadi kamu tertawa-tawa melihat aku makan. Bahkan saat aku berdoa dan mengucap syukur, kamu juga tertawa,” tanya Pangeran Kecil.
“Pangeran tadi berdoa dan mengucap syukur. Tapi cara makan dan memperlakukan makanan, kok tidak sesuai? Jadi, buat apa berdoa dan bersyukur sebelum makan?” jawab si bocah.
“Ah… sok tahu kamu! Makananku berlimpah ruah. Aku boleh melakukan apa saja terhadap makanan itu. Ayo sekarang ikut aku ke gudang, aku akan tunjukkan berlimpahnya bahan makanan yang aku punya,” jawab pangeran kecil sambil mengajak si bocah.
Maka, kedua sahabat itu pun segera pergi ke gudang bahan makanan kerajaan. Sesampai di gudang bahan makanan, ternyata ada seorang pegawai istana yang sedang menerima pajak beras dari beberapa petani.
Maka, si pangeran berpura-pura menjadi raja yang bijak.”Hai…rakyatku.. terima kasih ya. Bagaimana panen padi kalian?”.
“Panen kali ini buruk sekali, Pangeran,” jawab seorang petani ketakutan.
“Sawah ladang dihancurkan hama. Kami tidak tahu anak istri kami besok makan apa. Kami, hanya bertahan hidup dengan sedikit makanan. Jadi, mohon ampuni kami yang hanya mampu mempersembahkan sekantong beras ini. Tetapi beras yang kami persembahkan ini adalah beras terbaik yang kami miliki.”
Mendengar jawaban itu, pangeran kecil tersentak dan baru tersadar. Ternyata rakyatnya sangat menderita dan terancam kelaparan, sementara dirinya malah menyia-nyiakan dan membuang-buang makanan yang begitu berharga itu.
Si pangeran kecil kemudian lari meninggalkan tempat itu karena merasa malu pada diri sendiri. Dan sejak itu, perlahan-lahan tingkahnya berubah menjadi lebih sopan dan mau menghargai orang lain.
Setiap kali hendak makan, ia mengingatkan dirinya sendiri, “Jangan sisakan sebutir nasi di piringmu!“
***
Dalam hidup kita seringkali meremehkan hal-hal kecil yang ternyata hal itu datang dengan cara yang sulit dan membutuhkan perjuangan yang tak mudah. Sebagai contoh ketika kita menyantap sepiring nasi, pernahkah kita berpikir bagaimana sepiring nasi itu bisa sampai di atas meja makan kita? Berapa banyak petani dan orang-orang yang terlibat dari proses penanaman padi hingga bisa menghasilkan beras untuk kita konsumsi.
BACA JUGA: Saudaraku, Menjadi Manusia yang Syukur atau Kufur?
Karenanya, masih tegakah kita membuang-buang makanan yang ternyata itu adalah hasil dari perjuangan keras dan berapa orang yang saat ini kelaparan karena tak mendapatkan makanan? Sementara kita dengan mudahnya membuang makanan begitu saja.
Sudah semestinya kita berdoa dan bersyukur yang disertai dengan sikap menghargai dan menghormati orang lain dalam kehidupan sehari-hari. Karena tanpa perjuangan mereka, mungkin saja hari ini tak bisa menikmati sepiring nasi. []
SUMBER: IPHINCOW