PERBUATAN menghujat, mengolok-olok atau menghina saudaranya sendiri amatlah tercela. Seseorang akan merasa sakit hati ketika dirinya diolok-olok oleh temannya. Bahkan bagi seseorang yang memiliki sifat sensitif akan menjadi permusuhan diantara keduanya.
Kemudian apa hukumnya bagi seseorang yang gemar menghujat dan menghina orang lain?
Islam sangat menjunjung tinggi kepribadian dan nama baik setiap orang khususnya seorang Muslim dan Mukmin.
Diriwayatkan dari Imam Musa Kazhim As bahwa suatu hari beliau berdiri di hadapan Ka’bah dan berkata kepada Ka’bah, “Wahai Ka’bah! Alangkah agungnya hakmu namun demi Allah hak seorang beriman lebih agung dari hakmu.
Dari sisi lain, Islam memandang menghujat dan berkata tidak senonoh sebagai perbuatan tercela dan tidak terpuji. Rasulullah Saw bersabda, “Allah SWT mengharamkan surga bagi orang-orang yang gemar menghujat, berkata-kata buruk dan kurang malu yang tidak tahu menjaga omongannya.”
Firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim,” (QS. Al Hujuraat : 11)
Allah SWT melarang kita untuk menghina orang lain yakni dengan meremehkan dan mengolok-olok. Sebagaimana yang disebutkan Hadits shahih dari Rasulullah SAW beliau bersabda:
“Takabbur adalah menentang kebenaran dan meremehkan (merendahkan) manusia,” (HR Muslim)
Makna yang dimaksud adalah menghina dan meremehkan orang. Perbuatan tersebut diharamkan, sebab barangkali orang yang tersebut memiliki kedudukan yang lebih tinggi di hadapan Allah SWT dan lebih dicintai Allah SWT daripada orang yang menghina. Karena itulah Allah SWT berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan),” Secara nash larangan tersebut ditujukan kepada lelaki dan dilanjutkan untuk kaum wanita.
Firman Allah SWT, “Dan janganlah kamu memanggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.” Yakni, jangalah kalian saling memanggil dengan julukan yang tidak baik untuk didengar.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Jubairah bin adh Dhahak, ia berkata: “Firman Allah: “Dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk,” turun untuk kami Bani Salamah.” Abu Jubairah melanjutkan, “Ketika Rasulullah SAW tiba di Madinah, kala itu setiap orang memiliki dua atau tiga nama. Siapa yang memanggil, nama-nama itulah yang dipakai. Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya dia akan marah dengan nama itu. Kemudian turunlah ayat, “Dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk” (HR Ahmad). Hadits yang sama juga diriwayatkan oleh Abu Dawud. (Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Al Qurthubi)
Firman Allah SWT, “Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman,” yakni seburuk buruk sifat dan nama panggilan adalah pemberian gelar dengan gelar yang buruk, sebagaimana yang dulu dilakukan pada masa jahiliyyah. Maka (alangkah buruknya hal itu bila kalian lakukan sekarang telah masuk Islam, sedang kalian memahami keburukannya.
FIrman Allah, “Dan barangsiapa yang tidak bertaubat,” dari kebiasaan tersebut, “Maka mereka itulah orang-orang yang zhalim”.
Dari sisi lain, seseorang yang dizalimi dan dikata-katai buruk oleh orang lain harus berbesar hati dan berlapang dada untuk melupakan penghinaan serta berupaya untuk menjauhkan segala dendam dan usaha untuk membalas, khususnya apabila dilakukan oleh orang-orang dekat seperti ayah dan ibu istri, dan lain sebagainya yang tentu saja memiliki hak yang banyak padanya. Oleh itu, kita harus melupakannya dan mencamkan baik-baik bahwa Allah SWT akan mengganjari pahala yang besar atas sikap memaafkan ini.[]