Oleh: Rohmat Saputra
Anggota Kelas Menulis Islampos
“MARI sampaikan harapan-harapan kita.”
Empat pemuda dari anak-anak sahabat mulia Rasulullah, membuka halaqoh mereka di dekat Hijr Ismail.
Mereka tengah membuat majelis cita-cita. Seperti kita dulu saat duduk di sekolah dasar. Pasti pernah oleh salah seorang guru untuk menyebutkan cita-cita, mau jadi apa saat dewasa kelak.
Ada yang ingin jadi dokter, polisi, tentara, pilot, suster dan lain sebagainya. Kebanyakan cita-cita yang kita sebutkan, ternyata banyak yang tak terbukti. Mungkin keinginan masa kecil itu terbentur kondisi, baik dari teman dan lingkungan. Akhirnya muncul asumsi; Kenyataan tak seindah impian.
Tapi untuk cita-cita anak dari para sahabat ini, bukan seperti keinginan kita dulu yang sekedar impian belaka, mudah sekali arah mimpi berubah haluan. Harapan 4 anak sahabat dibarengi dengan usaha maksimal.
Mereka bernama Abdullah bin Umar bin Khattab, Urwah bin Zubair, Abdullah bin Zubair dan Mus’ab bin Zubair.
Penyampaian harapan dan keinginan dimulai dari Abdullah bin Zubair. Beliau berkata “Aku ingin menjadi seorang khalifah.”
Sebuah keinginan yang tak sederhana. Butuh perjuangan keras dan cerdas untuk menggapainya.
Selanjutnya Urwah bin Zubair. Ia berkata, “Aku ingin menjadi tempat masyarakat ini mencari ilmu, menjadi ulama”.
Menjadi Ulama adalah suatu keinginan mulia. Berarti ia siap menjadi sumber ilmu di kota nabi.
Berlanjut kepada Mus’ab bin Zubair. Ia berharap, “Saya ingin menjadi pemimpin di Irak. Kemudian menikah dengan Aisyah binti Thalhah dan Sukainah binti Husain”.
Dua wanita cantik dan cerdas di zamannya. Keduanya adalah putri dari sahabat Nabi.
Majlis cita-cita itu, terakhir disampaikan oleh Abdullah bin Umar. Cita-citanya sangat sederhana. Dia berkata, “Aku ingin Allah mengampuni aku”.
Cita-cita yang disaksikan hijr ismail, akhirnya semua terbukti. Karena ada ketulusan dalam cita-cita mereka.
Abdullah bin Zubair menjadi khalifah selama kurang lebih 9 tahun. Urwah bin Zubair menjadi ulama besar di Madinah, dan banyak sanad dalam hadist diambil dari Urwah yang beliau ambil pula dari Ummul Mukminin Aisyah RA.
Kemudian Mush’ab bin Zubair menjadi pemimpin di negeri Irak dan menikahi dua orang wanita cerdas dan cantik.
Adapun keinginan Abdullah bin Umar tidak ada yang tahu. Sebab perkara pengampunan hanya Allah saja yang berkehendak. Tapi, Imam Adh-Dzahabi mengatakan, Allah akan sampaikan harapan itu dengan mengampuni Abdullah bin Umar.
Kisah ini menjadi pelajaran agar jangan takut bermimpi. Selama ada usaha, maka cita-cita itu bakal bisa diraih. Berbeda dengan berkhayal, yang tidak ada sama sekali pembuktian. Hanya mengimpikan tanpa satupun usaha.
Nabipun memberi Inspirasi dan motivasi “Bekerjalah kalian. Karena setiap kalian akan dimudahkan pada takdirnya masing-masing.”
Maka tidak ada yang salah tatkala kita bermimpi, menggantungkan keinginan. Yang salah adalah saat impian itu tidak dibarengi dengan ikhtiar semaksimal mungkin. Perkara sampai atau tidaknya harapan itu urusan belakangan. Yang terpenting adalah usaha.
Sebab yang Allah nilai ialah usaha kita.
Ibnu Qoyyim berkata:
Tanpa mimpi, kita takkan mencapai apa apa
Tanpa cinta, kita takkan merasai apa-apa
Tanpa Allah, kita bukanlah apa-apa []