JANGAN tergantung kata orang. Kenapa?
“Dan janganlah engkau bersedih hati terhadap mereka, dan janganlah (dadamu) merasa sempit terhadap upaya tipu daya mereka.” (QS An-Naml: 70)
Kaum musyrik menentang kenabian Muhammad ﷺ. Mereka menguji beliau dengan pertanyaan mengenai kedatangan kiamat. Seandainya Nabi Muhammad ﷺ tidak dapat menjawabnya, ia dianggap bukanlah Nabi.
Kemudian turunlah wahyu kepada Nabi ﷺ yang mengatakan kepada mereka bahwa tidak ada satu pun makhluk di langit dan di bumi yang mengetahui perkara gaib yang mutlak seperti kapan datangnya Hari Kemudian, kecuali Allah Yang Maha Esa semata-mata (QS An-Naml: 65)
Nabi Muhammad ﷺ sendiri menegaskan saat ditanya Malaikat Jibril as tentang waktu kiamat bahwa, “Tidaklah yang ditanya tentang kiamat lebih mengetahui daripada yang bertanya,” (HR Muslim)
Ucapan kaum musyrik kepada Nabi sungguh menyakiti hati beliau yang memang sangat kasih terhadap manusia. Melihat kesedihan Nabi atas keengganan kaumnya untuk beriman, Allah Swt menghibur beliau dengan menurunkan ayat 70 Surah di atas.
BACA JUGA: 10 Obat Penyakit Ghibah
Jangan Tergantung Kata Orang, Rasul Memikirkan Umatnya
Buya Hamka menjelaskan bahwa sebagai seorang Nabi yang sangat mengasihi kaumnya, sangatlah rasa dukacita Rasulullah ﷺ memikirkan nasib kaumnya yang mendustakan kebenaran itu, yang menyambut’ peringatan Rasul tentang hari kiamat, bahwa itu hanya semata-mata dongeng purbakala.
Dalam ayat ini Nabi ﷺ dibujuk oleh Tuhan, tak usahlah dia berdukacita memikirkan mereka. Dukacita melihat perangai kaum itu kadang-kadang menjadi sebab akan sempit dada, atau dalam bahasa sehari-hari “jengkel” atau “kecewa”. Buya Hamka juga menjelaskan bahwa dengan ayat ini Nabi s.a.w. dilunakkan hatinya oleh Tuhan, disuruh bersabar dan membiarkan saja sementara. Karena segala tipudaya dan makar itu tidaklah akan berhasil.
Sebagai seorang muslim, kita dianjurkan tidak bergantung kata orang tetapi harus punya prinsip. Jangan sampai celaan, gunjingan atau ucapan orang lain dapat merubah bahkan mengatur kehidupan kita.
Dalam sebuah kesempatan, saat Luqman mengajari puteranya dengan kehidupan nyata di tengah-tengah masyarakat, Luqman berkata, ”Wahai putraku! Lakukanlah hal-hal yang mendatangkan kebaikan bagi agama dan duniamu. Terus lakukan hingga kau mencapai puncak kebaikan. Jangan pedulikan omongan dan cacian orang, Sebab takkan pernah ada jalan untuk membuat mereka semua lega dan terima. Takkan pula ada cara untuk menyatukan hati mereka.”
Jangan Tergantung Kata Orang, Pelajaran dari Luqman
Kemudian, Luqman pun mengajak puteranya berjalan bersama keledai untuk membuktikan ucapannya. Saat Luqman menaiki keledai dan menyuruh puteranya berjalan menuntun keledai. Sekelompok orang yang melihat berkomentar mencaci: ”Anak kecil itu menuntun keledai, sedang orang tuanya duduk nyaman di atas keledai. Alangkah congkak dan sombongnya orang tua itu.”
Luqman lalu bergantian dengan puteranya, kini giliran Luqman yang menuntun keledai, dan puteranya naik di atasnya. Mereka melanjutkan perjalanan hingga bertemu sekelompok orang. Kemudian muncul komentar, ”Lihatlah, anak kecil itu menaiki keledai, sementara orang tua itu malah berjalan kaki menuntunnya. Sungguh, alangkah buruknya akhlak anak itu.”
Mereka berdua melanjutkan perjalanan. Kali ini, keduanya menaiki keledai mungil itu. Singkat cerita muncul pula komentar, ”Dua orang itu naik keledai berboncengan, padahal mereka tidak sedang sakit. Mereka mampu berjalan kaki. Ahh, betapa mereka tak tahu kasihan pada hewan,”
Terakhir kali, mereka berjalan kaki bersama, sambil menuntun keledai. Muncul pula komentar, ”Subhanallah! Lihat, dua orang itu menuntun keledai bersama, padahal keledai itu sehat dan kuat. Kenapa mereka tidak menaikinya saja? Ahh, betapa bodohnya mereka.”
Akhirnya, di akhir perjalanan Luqman berkata pada anaknya, ”Dengarlah apa yang mereka katakan! Bukankah telah aku katakan padamu? Lakukan apa yang bermanfaat bagimu dan jangan kau hiraukan orang lain. Aku harap kau bisa mengambil pelajaran dari perjalanan ini.”
Jangan Tergantung Kata Orang, Teguh dan Tawakkal
Pesannya bahwa jika seorang muslim sudah menyelaraskan sikap kita khususnya dengan kehendak Allah, kerjakanlah dengan teguh, lalu bertawakkallah. Tidak selayaknya kita takut pada celaan orang, asalkan benar di pandangan Allah.
Gemar mencela dan menggunjingkan orang lain sungguh menunjukkan sejauh mana kemampuan si pencela. Ali ra mengatakan, “Pergunjingan adalah puncak kemampuan seorang yang lemah.”. Namun, beliau juga mengatakan bahwa sudah selayaknya kita menunjukkan sikap yang lebih baik. Nasihat beliau, “Jadikanlah kebaikan bagi saudaramu lebih kuat daripada sikap permusuhannya. Jangan pula membiarkan buruk perilakunya menjadi lebih kuat daripada kebajikan yang kau tujukan padanya.”
Tentang ini, Allah juga berfirman, “Maka berkat rahmat Allah, engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulag mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu, maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakkal.” (QS Ali Imran : 159)
BACA JUGA: Gara-gara Omongan Hewan Lain, Kerbau Pun Mati
Bersabar dengan gangguan orang ketika bergaul dengan mereka adalah lebih utama daripada menyendiri dan tidak bergaul dengan manusia sebagaimana pesan Nabi. Ujian dari orang lain memang merupakan sunnatullah. Firman Allah, “Dan kami jadikan sebagian kamu sebagai ujian bagi sebagian yang lain. Maukah kamu bersabar? Dan Tuhanmu Maha Melihat.” (QS Al Furqon::20)
Jangan Tergantung Kata Orang, Penutup
Seorang muslim harus memiliki prinsip yang sesuai dengan kehendak Allah. Kemudian jangan tergantung apa kata orang. Perkataan orang yang berbentuk gunjingan, celaan bisa jadi membuat kita jengkel, sedih hati. Oleh karena itu, muslim harus tetap fokus pada tujuan dan tawakkal pada Allah. Wallahualam. []