KETIKA kita ditimpa musibah dan bencana, itu artinya Allah ingin agar kita memasrahkan secara totalitas semua masalah kita kepada-Nya saja. Dan dengan demikian, pertolongan tidak lama lagi akan turun. Ini adalah nasihat yang disampaikan oleh Ahmad bin Sulaiman Al-Qathi’i kepada Ibrahim Al-Harbi.
Nasihat ini disebutkan oleh Ibnul Jauzi dalam Shifat Ash-Shafwah (1/514), Khathib Al-Baghdadi dalam Târikh Baghdâd (6/522), AL-Hamawi dalam Mu’jamul Ubada’ (1/42-43) dan Adz-Dzahabi dalam Aiyar A’lâm An-Nubalâ’ (13/368):
BACA JUGA: Musibah dan Muhasabah
Ahmad bin Sulaiman Al-Qathi’i berkata, “Suatu ketika aku ditimpa kesulitan yang sangat berat, lalu aku pergi menemui Ibrahim Al-Harbi. Aku kabarkan kepadanya tentang kondisi yang tengah aku alami. Ibrahim kemudian menasihati, “Janganlah dadamu menjadi sesak, karena Allah-lah yang akan memberikan pertolongan.”
Ibrahim kemudian berkisah, “Suatu waktu, aku juga pernah mengalami kesulitan. Kesulitan yang kualami sampai pada tahap aku tidak memiliki perbekalan makanan untuk keluargaku. Istriku sampai bilang, “Saya dan kamu bisa bersabar, tetapi bagaimana dengan kedua putri kita? Tolong berikan sebagian buku-bukumu untuk kami jual atau kami gadaikan.”
Aku enggan memenuhi permintaannya, dan berkata, “Pinjamlah sesuatu untuk kedua putri kita, dan tolong tunggu sampai waktu tersisa pada hari ini. Aku memang memiliki sebuah rumah. Di dalam salah satu ruanganku terdapat banyak buku yang kutulis. Biasanya aku duduk di sana untkuu menyalin dan mengkaji. Ketika waktu malam datang, tiba-tiba ada seseorang yang mengetuk pintu rumah.
“Siapa ini?” tanyaku.
“Aku salah seorang dari tetanggamu,” jawab orang itu.
“Silahkan masuk!”
“Matikan lampunya terlebih dahulu, baru kemudian aku masuk.”
Aku pun menutupi lampuku, dan berkata, “Silahkan masuk!”
Orang tersebut kemudian masuk dan meninggalkan sesuatu di dalam kantongku, lalu dia pergi. Aku pun membuka kembali lampuku. Ketika kulihat, ternyata sapu tangan yang mahal. Di dalamnya terdapat berbagai macam makanan, dan sebuah kertas yang berisi uang sejumlah 500 dirham.
Aku pun memanggil istriku, dan berkata, “Tolong bangunkan anak-anak, dan perintahkanlah mereka makan hingga kenyang.”
BACA JUGA: Hikmah di Balik Musibah
Pada keesokan harinya, kami membayar utang dengan uang-uang dirham itu. Dan pada hari esoknya lagi, aku duduk di depan pintu rumahku ketika rombongan haji dari Khurasan datang. Ternyata pemandu unta sedang menggiring dua unta yang memuat uang. Ia bertanya tentang rumah Ibrahim Al-Harbi. Ketika sudah sampai di hadapanku, aku berkata, “Aku-lah Ibrahim Al-Harbi.” Lalu dia mengurai dua buntalan, dan mengatakan, “Dua buntalan ini diberikan oleh seseorang dari penduduk Khurasan kepadamu.”
“Siapa orangnya?” tanyaku.
Ia menjawab, “Orang tersebut telah meminta sumpahku agar aku tidak mengatakan kepadamu siapakah dia sebenarnya.” []
Referensi: 155 Kisah Langka Para Salaf, penerbit Pustaka Arafah, hlm. 123-125