AZAN Maghrib merupakan penanda waktu shalat. Di Bulan Ramadhan, azan maghrib juga menjadi penanda waktu berbuka puasa. Nah, dalam kondisi demikian, mana yang lebih utama untuk dikerjakan terlebih dahulu, menjawab azan atau berbuka puasa?
Dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Manusia senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan waktu berbuka.” (Muttafaqun ‘alaih)
Sedangkan menurut jumhur atau pendapat mayoritas ulama sebagaimana dinyatakan oleh Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ pada juz ketiga, menjawab panggilan azan dihukumi sunnah (tidak wajib).
Dalilnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Jika waktu shalat sudah masuk, kumandangkanlah azan dan yang senior di antara kalian pimpinlah shalat.”
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah dalam penjelasan beliau pada kitab Zaad Al-Mustaqni’ (dalam kitab Syarh Al-Mumthi’, 2: 75) menyatakan bahwa penting kiranya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan hal-hal yang kaitannya dengan azan karena pembicaraan hadits adalah dalam konteks pengajaran. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengajarkannya menunjukkan bahwa hal tersebut tidaklah wajib.
Ada riwayat pendukung dari Iman Malik dalam kitabnya Al-Muwatho’.
Diriwayatkan oleh Imam Malik dalam Al-Muwatha’ (1: 103), dari Ibnu Syihab, dari Tsa’labah bin Abi Malik Al-Qarzi, ia mengabarkannya, “Mereka para sahabat di zaman Umar bin Al-Khattab melaksanakan shalat sunnah ketika menghadiri shalat Jumat. Shalat sunnah itu berhenti ketika Umar keluar. Ketika Umar keluar dan duduk di atas mimbar, muazin mengumandangkan azan. Tsa’labah berkata, “Ketika itu kami masih duduk-duduk dan ngobrol-ngobrol. Jika muazin selesai azan, Umar berdiri untuk menyampaikan khutbah Jumat, maka kami diam dan tidak ada yang berbicara saat itu.”
Perhatikan perkataan Tsa’labah di atas, Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam kitabnya Tamam Al-Minnah menjelaskan bahwa menjawab panggilan azan tidaklah wajib. Karena ketika dikumandangkan azan, para sahabat berbincang-bincang. Umar pun diam (tidak menyuruh untuk menjawab azan). Maka perintah menjawab azan dipalingkan ke makna tidak wajib berdasarkan hadits riwayat Muwatha’ di atas.
Maka menjawab panggilan azan tidaklah wajib, sehingga tidak sampai berdosa baik ketika itu tersibukkan dengan makanan berbuka atau lainnya. Namun, jika meninggalkan panggilan azan, maka akan luput dari pahala yang besar.
Ada hadits riwayat Muslim (no. 385) dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan, siapa saja yang menjawab panggilan azan dengan tulus dari hatinya, maka ia akan masuk surga.
Sebagaimana kata Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid hafizahullah bahwa sebenarnya tidak ada pertentangan dalil antara mendahulukan berbuka puasa dan menjawab azan. Kedua hal itu bahkan bisa dilakukan berbarengan. Lihat Fatwa Al-Islam Sual wa Jawab, no. 101582.
Begitu pula hal di atas bisa digabungkan dengan membaca doa ketika berbuka puasa,“dzahabazh shomau wabtalatil ‘uruqu wa tsabatal ajru Insya-Allah”, lalu membaca doa yang sesuai dengan hajat kita. Sebab, saat berbuka puasa berbarengan dengan waktu setelah azan yang merupakan waktu mustajab untuk berdoa.
Bagaimana hal ini bisa terlaksana pada praktiknya?
1. Dahulukan buka puasa dengan kurma atau makanan ringan dan minum segelas air, kemudian membaca doa buka puasa.
2. Barengi dengan menjawab (mengikuti) kumandang azan. Ketika azan telah selesai, bacalah doa setelah azan lalu membaca doa sesuai hajat kita.
Dengan semikian dua keutamaan yaitu menyegerakan berbuka puasa dan menjawab azan bisa diperoleh bersamaan. []
SUMBER: RUMAYSHO