TIDAK seperti Batavia yang menyimpan banyak jejak sejarah sebagai bukti keberadaannya pada masa lalu, kisah Jayakarta sebagai sebuah kota sebelum Batavia hilang sejak terjadinya peristiwa penyerangan yang dilakukan VOC pada 30 Mei 1619.
Kota yang dibangun setelah kemenangan Fadhlullah Khan atas orang-orang Portugis dan Pajajaran di Sunda Kelapa 22 Juni 1527 ini benar-benar musnah tanpa dapat dilacak jejaknya (setelah peristiwa pengusiran orang-orang Portugis dari Sunda Kelapa, Fadlullah Khan mengganti namanya menjadi Fatahillah/Falatehan dan mengubah nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta).
Letak bekas kota Jayakarta yang disebut-sebut berada disekitar wilayah dekat Pasar ikan, hanyalah satu dari sekian banyak informasi yang belum bisa ditentukan kebenarannya. Sementara, bentuk dan letak Keraton Jayakarta yang merupakan pusat pemerintahan sama sekali tidak diketahui keberadaannya. Bahkan Museum Fatahillah (Museum Sejarah jakarta) sebagai pusat informasi sejarah Jakarta sejak zaman purba, tidak memiliki warisan satupun dari masa kejayaan Kota Jayakarta.
Awal terbentuknya Kota Jayakarta
Pesatnya perkembangan Sunda Kelapa setelah kekalahan Malaka atas Portugis tahun 1511 membuat pelabuhan yang berada dibawah kekuasaan kerajaan Hindu Pajajaran ini menjadi salah satu pelabuhan rempah-rempah penting di Nusantara setelah Malaka.
Tertarik dengan kebesaran Sunda Kelapa, 21 Agustus 1522, penguasa Portugis di Malaka D’Albuquerque mengirim Henrique Leme untuk menghadap penguasa Pajajaran dan membuat sebuah perjanjian kerjasama yang isinya kurang lebih berbunyi: Portugis akan memberikan perlindungan kepada Kerajaan Pajajaran dari ancaman kerajaan-kerajaan Islam apabila Portugis diizinkan membeli rempah-rempah dalam jumlah besar, dan mendirikan sebuah benteng di kawasan Sunda Kelapa (Kesepakatan ini ditulis diatas batu prasasti yang dikenal dengan nama “Padrao Sunda Kelapa”. Meski sempat hilang, Padrao Sunda Kelapa ditemukan kembali tahun 1918. Saat ini Padrao Sunda Kelapa menjadi salah satu koleksi sejarah “Museum Nasional”, Jakarta).
Kabar terjadinya kesepakatan antara Portugis-Pajajaran cepat menyebar dan menyulut kemarahan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa. Mereka yang mengetahui politik Portugis setelah kekalahan di Malaka cepat menyusun kekuatan agar dapat merebut Sunda Kelapa terlebih dahulu.
22 Juni 1527, setelah mengusir Fransico de Sa kembali ke Malaka, Sunda Kelapa dapat dikuasai sepenuhnya oleh pasukan muslim Demak dibawah pimpinan Fatahillah. Keberhasilan ini memperkecil pengaruh raja-raja Hindu Pajajaran diwilayah Sunda Kelapa. Sebagai gantinya sebuah kota dengan mayoritas penduduk muslim tumbuh dan berdiri dibawah kekuasaan Kesultanan Cirebon. Kota itu dinamakan Jayakarta, yang berarti “kota kemenangan”. Dan Fatahillah menjadi raja pertamanya dengan gelar Pangeran Jayakarta.
Setelah beberapa tahun berkuasa di Jayakarta, Fatahillah memutuskan untuk kembali ke Cirebon dan mewariskan gelar Pangeran Jayakarta kepada para penerusnya.
Kedatangan Belanda dan pengkhianatan J.P Coen terhadap Pangeran Jayakarta
Banyaknya informasi yang diperoleh Belanda dari para pelarian Portugis tentang kemakmuran Jayakarta, menyebabkan Belanda memulai ekspedisi besar-besaran ke kota ini. Dimulai dari kedatangan empat kapal dibawah pimpinan Cornellis de Houtman 13 November 1596, kaum pedagang Belanda semakin banyak datang ke Jayakarta apalagi sejak dibentuknya organisasi dagang Belanda, VOC tahun 1602.
Januari 1611, berdasarkan perjanjian yang ditandatangani penguasa Jayakarta dengan Kapten Jacques L’Hermite, VOC diperbolehkan untuk membangun sebuah gudang permanen pertamanya yang terbuat dari kayu dan batu. Diatas tanah seluas 1,5 hektar di timur Ciliwung, gudang ini dibangun dan diberi nama Nassau Huis.
Tahun 1617, Jan Pieterzoon Coen yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Jendral VOC ke-2 memperluas Nassau Huis dengan jalan membangun gedung kembarannya bernama Mauritius Huis. Di antara kedua gedung ini kemudian dibangun tembok berbentuk benteng segi empat dengan tinggi kurang lebih 6 meter, dilengkapi meriam disetiap sudutnya. Dari dalam benteng ini penyerangan terhadap Jayakarta mulai dilakukan.
30 Mei 1619, dibawah pimpinan Jan Pieterzoon Coen VOC bergerak masuk kedalam Jayakarta dan membumihanguskan kota beserta seluruh isinya (termasuk bangunan keraton Jayakarta). Dengan alasan guna mencegah usaha balas dendam yang mungkin dilakukan oleh pengikut setia pangeran Jayakarta yang tersisa, VOC juga melakukan pengusiran terhadap orang-orang Banten, Cirebon dan Demak dari wilayah sekitar kota.
Ketika perang telah berakhir, VOC mengubah nama Jayakarta menjadi koninkrijk Jacatra (Kerajaan Jakarta) dan membangun kota baru yang dikelilingi benteng bernama Batavia diatas bekas reruntuhan kota Jayakarta.
Sejak itu cerita tentang “Kota Kemenangan Jayakarta” berakhir sudah. Seluruh sejarah yang ada hilang di timbun kebesaran nama Batavia. []