AWALNYAÂ menyiksa, harus bangun lebih awal dari biasanya, tapi motivasi keutamaan makan sahur membuat kita melakukannya. Terutama yang merasa tubuhnya butuh asupan untuk bisa sukses berpuasa.
Padahal di balik urusan makan, Allah telah menyiapkan hadiah yang luar biasa, yaitu keutamaan waktu sahur sebagai saat untuk menikmati munajat, berkhalwat dan bermohon kepada-Nya. Di sinilah kita sering terjebak! Tujuan utama bangun, mau makan atau munajat?
Dua kegembiraan yang sangat dinantikan orang-orang yang sedang berpuasa, yaitu saat berbuka dan masuk surga.
Setelah seharian menahan lapar dan dahaga, terasa merdeka saat berbuka. Sejak pagi mengumpulkan berbagai jenis makanan, hingga saat berbuka lupa semua hakikat puasa. Di mana empati kita pada sipapa? Kemubaziran meningkat di bulan Ramadhan, begitu banyak yang disiapkan mengikuti selera hingga tak mampu lambung menampungnya.
Sebenarnya tidak logis jika anggaran belanja meningkat justru di bulan Ramadhan. Bulan yang dimuliakan karena ada syariat puasa di dalamnya, saat di mana kita dilatih untuk bisa mengekang diri dari hawa nafsu yang tak ada batas puasnya.
Di akhir Ramadhan, saat seharusnya kita menangis sedih dengan hampir berlalunya bulan mulia ini, justru kita meninggalkannya lebih dulu. Sepuluh hari terakhir, saat yang sangat dinantikan hamba-hamba yang merindukan surga, justru kita sibuk mempersiapkan gemerlapnya dunia. Dari urusan hidangan lebaran hingga pakaian yang tak sekadar memenuhi kebutuhan. Kadang aneh! Siapa yang berjuang, lain lagi yang merayakan kemenangan!
Akankah momen Ramadhan akan terus terulang dengan keterjebakan yang sama? Sepanjang hidup? []