PADA suatu malam, seekor tikus mengendap-endap di dalam dapur sebuah rumah keluarga petani. Betapa terkejut dia saat melihat sebuah bungkusan yang berisi satu kotak jebakan tikus. Hal tersebut tentu akan mengancam jiwanya. Dengan panik tikus itu berlari ke arah belakang rumah dan memberitahukan hal tersebut pada hewan peliharaan sang petani.
“Hati-hati, ada jebakan tikus… ada jebakan tikus…” ujar sang tikus dengan suara kencang.
Ayam yang mendengar suara itu melengos kesal, “Ya ya ya… tapi itu masalahmu, tikus. Berhentilah berteriak, kau membuatku sakit kepala,” ujar sang ayam dengan suara jengkel.
Dengan sedih, tikus itu berlari meninggalkan kandang ayam menuju kandang kambing. “Ada jebakan tikus di dalam sana, jebakan tikus…” ujar si tikus memperingatkan.
Apa yang terjadi? Kambing seolah tidak peduli dan mengatakan, “Wah, aku ikut sedih, tapi bukan urusanku,” lanjutnya.
Tikus kembali sedih karena kambing tidak peduli. Tetapi dia tidak menyerah memberi peringatan bahwa ada bahaya. Tikus berlari ke arah kandang sapi. “Waspada, harap waspada, si petani punya jebakan tikus,”
Sang sapi malah tertawa kencang, “Astaga tikus, itu bukan urusanku, tidak perlu menyampaikan kabar yang tidak perlu,” ujar sapi lalu kembali tertawa.
Akhirnya tikus kembali ke lubangnya dengan perasaan sedih, tak ada satu pun yang peduli dengan kata-katanya.
Pada malam berikutnya, jebakan tikus itu berhasil menangkap sesuatu. Saat dilihat, bukan tikus yang terperangkap, tetapi ular berbisa yang masuk ke dalam rumah. Parahnya, ular yang sudah hampir mati karena terjepit di jebakan tikus mematuk tangan istri sang petani.
Setelah mengalami pengobatan, istri petani tak kunjung membaik, dia demam sangat tinggi. Melihat hal itu, petani menyembelih ayamnya lalu dimasak menjadi sup ayam untuk menurunkan demam sang istri, tetapi usaha itu sia-sia, karena istri sang petani meninggal keesokan harinya.
Banyak tamu yang datang saat pemakaman, sehingga petani terpaksa menyembelih kambing miliknya untuk dijadikan sajian demi menghormati tamu yang hadir. Dan ternyata, tamu yang datang semakin banyak, petani tersebut memang punya banyak teman, sehingga dia menyembelih sapi untuk dijadikan sajian kepada tamu-tamu yang datang dan berduka cita.
Tikus sangat sedih karena teman-teman di peternakan telah habis. Padahal dia sudah memperingatkan teman-temannya agar waspada. Akhirnya mereka justru menjadi santapan para tamu yang datang. []
Sumber: Kisahinspirasi.com