JEJAK digital adalah apa yang Anda tulis, apa yang Anda upload, baik berupa gambar ataupun film. Semua itu menjadi rekam jejak hidup Anda dalam dunia maya. Karenanya bijak dan berhati-hatilah dalam menggunakannya, sebab semua itu memilki konsekuensi hukum dunia dan akhirat.
Jika media sosial berisikan kebaikan, maka pahala yang Anda dapat. Tetapi jika media sosial menjadi sarana menebar hoax, permusuhan dan fitnah, maka dosa yang akan Anda tuai.
Pepatah Arab berkata “ يزرع يحصد من ” artinya, “Siapa yang menanam maka ia akan menuai.”
Untuk menilai seseorang, juga lihatlah apa isi media sosialnya. Ulama berkata “المرئ تنبئ عن سريرتهسيرة” atau, “Gerak gerik seseorang mengambarkan rahasia dirinya.”
BACA JUGA: Mendalami Ilmu Itu seperti Berenang
Apa-apa yang sudah kita publish di media sosial, maka sudah menjadi milik umum, walaupun kita menulisnya dalam akun pribadi kita.Mmaka jangan salahkan kalau ada yang membuat screen shoot, lalu ia menyimpannya untuk menyerang Anda suatu saat.
Ketika kita mengirim pesan, baik melaui messenger atau WA, pada seseorang, maka pastikan orang yang Anda ajak bicara adalah orang yang amanah, karena itu juga bisa menjadi peluang untuk menjatuhkan Anda.
Jika Anda merekam suara juga, pastikan yang Anda sampaikan adalah kebaikan, karena itu sangat mudah di-share dan bisa menjadi viral. Lalu ketika diperdengarkan kepada Anda, maka Anda tidak bisa mengelaknya, karena itu adalah suara asli Anda.
Bagi Anda yang belum halal dalam sebuah hubungan, juga hendaknya berhati-hati dalam berfoto. Tidak sedikit kita melihat begitu mesranya muda mudi berpacaran lalu dengan bangga dan tanpa merasa berdosa, mereka upload momen itu dan ternyata hubungan itu tidak berakhir dengan pernikahan. Lalu ketika pasangannya menikah dengan yang lain, maka foto ini bisa menjadi alat untuk merusak rumah tangga, karena si pacar sakit hati ditinggal menikah. Karena itu, dewasalah dalam berinternet.
Dahulu ada pepatah “mulutmu harimaumu”, maka sekarang pepatah itu telah berubah “Jempolmu harimaumu”. Karena tidak berpikir sebelum membuat status, tidak sedikit akhirnya harus berurusan dengan meja hijau dan akhirnya masuk hotel prodeo.
Sesunggunya jari-jari saat ini adalah pengganti dari lisan kita. Jika dahulu ulama berkata, “Selamatnya seseorang dalam menjaga lisannya”, maka hari ini kita bisa katakan, “Selamatnya seseorang tergantung sejauh mana ia bisa menjaga kegenitan jarinya di media sosial”.
Media sosial bisa menjadi mesin pendulang pahala dan dosa, saat kita sudah terbujur kaku di alam kubur. Karenanya jadilah seseorang yang meninggalkan bekas bekas kebaikan dalam dunia digitalnya.
BACA JUGA: Syahwat yang Tersembunyi
Ingatlah wasiat Nabi: Dalam hadis dari Jarir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً، كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْء
“Siapa yang mempelopori satu kebiasaan yang buruk dalam islam, maka dia mendapatkan dosa keburukan itu, dan dosa setiap orang yang melakukan keburukan itu karena ulahnya, tanpa dikurangi sedikitpun dosa mereka.” (HR. Muslim).
Ingatlah ada pahala jariah yaitu orang yang nafasnya sudah terhenti dan jasadnya sudah tidak hadir lagi di pentas bumi ini, namun ia masih terus mendapatkan aliran pahala, dan itulah orang yang paling bahagia.
Dan ada dosa jariah, yaitu seseorang yang sudah tidak melakukan dosa, tetapi ia mendapat transferan dosa di alam kuburnya, karena ulahnya di media sosial. Contohnya dengan mengupload gambar yang tidak senonoh. Maka setiap kali orang melihat, ia akan mendapatkan dosa, dan itulah orang yang paling sengsara. []
Faisal Kunhi
Imam Masjid Sirothol Mustaqim, Ansan Korea Selatan
Gontor ,
S1 UIN Syarif Hidatatullah Jakarta, S2 : Institut Ilmu AlQuran
*#Share berkahnya ilmu*
*#Join channel Telegram:*
https://t.me/joinchat/AAAAAERt3deogV8PX4M0Qg untuk mendapatkan tulisan saya setiap hari