KETIKA berbicara tentang peradaban Islam, pikiran kita sering melayang ke kota-kota seperti Makkah, Baghdad, atau Kairo. Namun, ada satu tempat yang menyimpan warisan keemasan Islam yang luar biasa, namun perlahan terlupakan oleh zaman—Andalusia, wilayah di selatan Spanyol yang pernah menjadi pusat ilmu, seni, dan toleransi.
Kehadiran Islam di Semenanjung Iberia
Masuknya Islam ke Andalusia dimulai pada tahun 711 Masehi, saat pasukan Umayyah yang dipimpin oleh Jenderal Thariq bin Ziyad menyeberangi Selat Gibraltar dan mengalahkan Raja Visigoth, Roderick. Penaklukan ini membuka jalan bagi berdirinya Al-Andalus, wilayah kekuasaan Muslim yang dalam waktu singkat menjelma menjadi salah satu pusat peradaban paling cemerlang di dunia.
BACA JUGA: Alhambra: Peradaban Islam di Andalusia
Al-Andalus bukan hanya tentang kekuasaan politik. Ia adalah saksi perkembangan ilmu pengetahuan, arsitektur, sastra, filsafat, dan toleransi antarumat beragama. Di bawah kepemimpinan Dinasti Umayyah, terutama saat dipimpin oleh Abdurrahman III (912–961 M), Córdoba menjadi kota terbesar dan paling maju di Eropa.
Córdoba: Kota yang Menerangi Dunia
Pada abad ke-10, ketika kota-kota Eropa hidup dalam kegelapan intelektual akibat Abad Pertengahan, Córdoba berdiri megah dengan lebih dari 70 perpustakaan, ratusan masjid, rumah sakit, serta universitas. Masjid Córdoba, dengan arsitekturnya yang megah dan khas, menjadi simbol keagungan Islam dan toleransi budaya.
Di masa ini, para cendekiawan Muslim tidak hanya mempertahankan ilmu pengetahuan Yunani-Romawi, tetapi juga mengembangkannya. Tokoh-tokoh seperti Ibn Rushd (Averroes) dalam bidang filsafat dan kedokteran, serta Al-Zahrawi (Abulcasis) yang dikenal sebagai bapak bedah modern, berasal dari tanah Andalusia.
Toleransi dalam Harmoni
Salah satu aspek paling mencolok dari Al-Andalus adalah kemampuannya memelihara toleransi antaragama. Umat Muslim, Kristen, dan Yahudi hidup berdampingan secara relatif damai dalam sistem yang disebut dhimmah. Orang Yahudi bahkan mengalami masa keemasan di bawah pemerintahan Islam, dengan munculnya tokoh-tokoh seperti Maimonides, filsuf dan dokter Yahudi terkenal.
Model kehidupan ini mencerminkan prinsip Islam dalam menjaga hak-hak agama lain, sebagaimana tercermin dalam Al-Qur’an:
“Tidak ada paksaan dalam agama…” (QS. Al-Baqarah: 256)
Seni dan Arsitektur: Keindahan yang Bertahan
Salah satu peninggalan terbesar Andalusia adalah arsitekturnya yang indah dan penuh simbol. Selain Masjid Córdoba, Istana Alhambra di Granada adalah permata dari warisan Islam di Spanyol. Dibangun oleh Dinasti Nasrid pada abad ke-13–15, Alhambra adalah perpaduan antara seni, geometri, dan spiritualitas. Ukiran kaligrafi Arab, kolam simetris, dan taman-taman yang tenang menggambarkan keagungan estetika Islam.
Seni musik dan puisi juga berkembang pesat. Musik flamenco yang terkenal di Spanyol hari ini bahkan memiliki akar dari musik Arab-Andalus.
Kejatuhan yang Menyakitkan
Sayangnya, kejayaan itu tidak abadi. Perlahan, kekuasaan Muslim di Al-Andalus terpecah-pecah menjadi kerajaan-kerajaan kecil (taifa), melemahkan kekuatan politik Islam. Momentum ini dimanfaatkan oleh kerajaan-kerajaan Kristen di utara dalam gerakan yang dikenal sebagai Reconquista.
Puncak kejatuhan terjadi pada tahun 1492, saat Kerajaan Granada, benteng terakhir Islam di Spanyol, menyerah kepada Raja Ferdinand dan Ratu Isabella. Tahun yang sama, umat Muslim dan Yahudi dipaksa memilih antara masuk Kristen, meninggalkan tanah air mereka, atau menghadapi pembantaian. Peristiwa ini menandai berakhirnya era Islam di Spanyol secara resmi.
Luka yang Masih Terasa
Pasca-Reconquista, banyak masjid diubah menjadi gereja. Buku-buku Arab dibakar. Bahasa Arab dilarang. Warisan ilmiah dan budaya Islam yang pernah menjadi jantung kehidupan Spanyol perlahan menghilang dari memori sejarah Eropa. Bahkan generasi modern sering tidak menyadari bahwa sebagian besar pencapaian Eropa pada masa Renaisans berutang besar pada warisan ilmu dari Al-Andalus.
Profesor Maria Rosa Menocal, dalam bukunya “The Ornament of the World”, menyebut bahwa Al-Andalus adalah “satu dari sedikit masa dalam sejarah di mana pluralisme benar-benar terjadi.”
Menghidupkan Kembali Jejak yang Terlupakan
Hari ini, Alhambra dan Masjid Córdoba masih berdiri, namun lebih sebagai objek wisata daripada pusat spiritual dan intelektual. Jejak-jejak peradaban Islam di Andalusia seolah terkubur di balik narasi sejarah Euro-sentris.
BACA JUGA: 10 Fakta Peradaban Islam di Andalusia
Namun, dengan semakin banyaknya peneliti, sejarawan, dan masyarakat umum yang kembali menggali masa lalu Andalusia, harapan akan pemulihan ingatan sejarah itu mulai tumbuh. Andalusia bukan sekadar wilayah yang pernah diperintah oleh umat Islam; ia adalah simbol kejayaan, toleransi, dan semangat pencarian ilmu yang universal.
Andalusia mengajarkan kita bahwa Islam bukan hanya tentang ibadah, tetapi juga tentang pencerahan, toleransi, dan keindahan. Dalam dunia yang hari ini kerap terpecah oleh prasangka, kisah Andalusia menawarkan pelajaran berharga tentang bagaimana keberagaman dapat menjadi kekuatan, bukan kelemahan.
Mengingat Andalusia bukan hanya mengenang masa lalu, tetapi menghidupkan kembali harapan akan dunia yang lebih bersatu, berilmu, dan beradab. []