PRANCIS menyimpan sejarah berdarah di masa penjajahan. Kala itu Prancis menjajah negara-negara di Afrika, yang sebagian besar adalah negara Islam. Di antara negara Muslim yang dijajah Prancis adalah Aljazair, Mesir, dan Mauritania.
Berikut adalah sekelumit catatan tentang jejak berdarah yang ditorehkan Prancis di Aljazair, negara berpenduduk mayoitas muslim di Afrika.
Pada 1246 H/1830 M, Prancis berhasil menduduki Aljazair. Prancis ingin membuat Aljazair menjadi titik tolak perluasan wilayahnya di Benua Afrika setelah gagal mempertahankan koloni-koloninya di India dan Benua Amerika.
BACA JUGA: Siapa Sulaiman Al Qanuni, Sultan Muslim yang Tak Boleh Dilupakan Prancis?
Dalam penjajahan ini, rezim kolonial Prancis merusak kebudayaan tradisional Muslim Aljazair yang telah ada sejak kedatangan Islam di Afrika Utara. Muslim Aljazair saat itu tidak bisa menggelar pertemuan publik, membawa senjata api, atau meninggalkan rumah atau desa mereka tanpa izin.
Untuk bisa beraktivitas secara normal, warga Aljazair harus menjadi warga negara Prancis dengan hak penuh dan harus meninggalkan ajaran Islam.
Badan Amal Islam dianggap sebagai milik pemerintah dan disita. Prancis juga menganggap sekolah Alquran tradisional membahayakan sehingga ditutup. Mereka mengganti sekolah berbasis Islam menjadi sekolah Prancis dengan sistem pembelajaran berbahasa Prancis dan mengajarkan tentang kebudayaan Prancis.
Bahasa Arab juga diupayakan dihapus sebagai bahasa resmi yang digunakan masyarakat Berber. Warga Aljazair diperintahkan menggunakan bahasa Prancis dalam kehidupan sehari-hari.
Pada 1847, Prancis membuat peraturan code de i’indengenat, yang memakan banyak korban dari umat Islam. Hukuman ini diberlakukan karena Prancis menilai banyak masyarakat Muslim yang tidak patuh dengan melakukan pengkhianatan terhadap Prancis.
Salah satu tokoh yang terkenal menggaungkan perlawanan terhadap Prancis yaitu Abdul Qadir al-Jaza’iri.
BACA JUGA: 2 Alasan Prancis Tak Boleh Melupakan Sulaiman Al Qanuni, Sultan Muslim dari Turki Utsmani
Aljazair dijajah Prancis selama 132 tahun dan merdeka pada 1962 setelah perang berdarah selama tujuh tahun yang menewaskan satu juta orang Aljazair menurut pemerintah Aljazair. Maka Aljazair dikenal sebagai negeri seribu syahid karena ribuan orang tewas saat berupaya mempertahankan agama dan identitas mereka pada masa penjajahan Prancis.
Prancis sempat membawa puluhan tengkorak pejuang Aljazair anti-kolonial untuk disimpan di Museum Manusia di Paris. Pada 2011, Aljazair meminta agar tengkorak tersebut dikembalikan untuk dimakamkan dengan layak, tetapi, Prancis menolaknya.
Di masa Presiden Emmanuel Macron, 24 tengkorak pejuang Aljazair dikembalikan. Salah satu tengkorak adalah seorang pemimpin perlawanan bernama Syeikh Bouzian yang ditembak dan dipenggal Prancis. Pengembalian itu baru dilakukan pada awal Juli 2020 lalu.
Presiden Aljazair saat ini, Abdelmadjid Tebboune menyampaikan, para pejuang ini telah kehilangan hak asasi mereka selama lebih dari 170 tahun untuk dikuburkan secara layak. []
SUMBER: REPUBLIKA