PEJABAT dan “Tiga Ta” (tahta, harta, dan ‘wanita’) sering terberitakan dalam relasi yang bermakna kurang bagus. Di sepanjang sejarah, relatif mudah kita menjumpai kisah-kisah tragis tentang terjerembabnya seseorang (terutama pejabat) karena tergoda dengan “Tiga Ta” itu. Adakah kiat menghindari godaan itu?
Jika ‘Panas’
Banyak riwayat yang memaparkan kisah kezaliman seorang pejabat lantaran berambisi untuk terus memperbesar kekuasaaan dan atau mempertahankan tahta / kekuasaannya dengan cara yang tak sah. Biasanya, penguasa jenis ini akan terjungkal pada akhirnya secara mengenaskan.
Tak sedikit pula kisah tragis seorang pejabat yang rela mengangkangi hukum dan mempraktikkan korupsi, kolusi, dan nepotisme untuk menumpuk harta secara sewenang-wenang hanya demi kepentingan pribadi, keluarga, dan golongannya. Lazimnya, pejabat model ini akan jatuh secara tragis.
Godaan wanita ke pejabat tak kalah dahsyat. Banyak cerita dramatis tentang pejabat yang harus berurusan dengan penegak hukum karena tak kuasa mengendalikan nafsunya di soal wanita.
Sungguh, banyak contoh lainnya tentang kisah tak elok orang atau pejabat yang karena ketidakmampuan mereka dalam mengendalikan tahta, harta, dan wanita. Untuk itu kita perlu teladan yang bisa kita ikuti, agar selamat dari aneka godaan duniawi yang kerap menyergap kita dari aneka penjuru itu.
Allah telah mengajarkan bagaimana cara menghadapi berbagai ujian, termasuk ketika berada di wilayah-wilayah ‘panas’, antara lain lewat kisah perjalanan hidup Nabi Yusuf As. “Kami menceriterakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al-Qur’an ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum (Kami mewahyukan)-nya adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui” (QS Yusuf [12]: 3).
Wilayah ‘panas’ adalah wilayah kehidupan yang memiliki tantangan (relatif) sangat besar yang jika kita tak berhati-hati akan mudah menggelincirkan. Dalam konteks ini, sebuah pekerjaan yang semula halal bisa saja berubah menjadi haram. Misal, ketika seseorang menjadi pejabat negara, maka jabatan yang diselenggarakannya dengan baik adalah jalan yang bisa mendekatkan si pejabat ke surga-Nya. Tetapi, jika si pejabat itu bertindak korup, maka, justru azab Allah –dunia serta akhirat- yang akan dia rasakan.
Lewat QS Yusuf, Allah mengabarkan kesuksesan dan ketangguhan Yusuf dalam menjalani kehidupan, terutama ketika dia menjalani sejumlah fragmen kehidupan yang berkategori ‘panas’, baik di masa kecil, di masa muda, dan bahkan ketika Yusuf As di puncak kekuasaan.
Yusuf As tak sekadar seorang yang tampan memesona. Tapi, perjalanan hidup dia penuh dengan perjuangan seorang hamba yang memiliki kekuatan iman. Dengan iman kukuh, dia menghadapi situasi yang tak kondusif. Situasi –ketika itu- sungguh tak bersahabat bagi usaha-usaha mengamalkan syariat Allah.
Yusuf As hidup di sebuah lingkungan yang rusak. Di tengah keluarganya sendiri, dia tak sepi dari intrik-intrik. Di tengah masyarakat, dia tak steril dari pelanggaran norma kesusilaan yang dipraktikkan oleh banyak anggota masyarakat di sekitarnya. Yusuf As tinggal di sebuah negeri yang pejabat-pejabatnya korup.
Di tengah keluarga, misalnya, dia pernah menjadi sasaran pembunuhan berencana, justru oleh saudara-saudaranya sendiri. Setelah lepas dari ‘belenggu’ sumur tua (karena dijebloskan oleh saudara-saudaranya), ia pun harus merasakan kehidupan yang keras sebagai seorang budak. Dia pindah, dari satu tuan ke tuan yang lain. Sampai akhirnya, dia menjadi pelayan istana kerajaan (Mesir).
Di tempat yang terakhir ini, Yusuf diuji lagi. Zulaiha –sang permaisuri raja- terpikat dan bahkan mengajak Yusuf menyeleweng dari tuntunan Allah. Tapi, Yusuf berani berkata tidak.
Atas peristiwa ‘Zulaiha menggoda Yusuf’ yang terlanjur diketahui publik itu, maka keluarga kerajaan bermaksud menutup aib. Cara yang dipilih mereka, justru dengan ‘mengirim’ Yusuf As ke penjara. Harapan mereka, dengan pemenjaraan Yusuf As, wibawa (keluarga) kerajaan tetap terpelihara.
Padahal, penjara adalah –semua orang tahu- kawasan panas, baik dalam arti sebenarnya maupun dalam arti kiasan. Panas tempatnya, panas pula situasi sosialnya. Di sana, berkumpul banyak karakter dan latar belakang. Tetapi, ma syaa Allah, Yusuf justru mampu menaklukkan penjara itu dan menjadikannya lahan dakwah. Ternyata, sebagaimana bagian bumi Allah yang lain, penjara pun bisa menjadi wadah penempa iman dan penghalus pekerti bagi penghuninya. Yusuf berkata: “Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan, jika tidak Engkau hindarkan dariku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh” (QS Yusuf [12]: 33).
Singkat kisah, Yusuf As dibebaskan dari penjara, karena berjasa mena’wilkan mimpi sang raja. Lalu, pada perjalanan berikutnya, Yusuf As pun diangkat sebagai (semacam) Menteri Keuangan kerajaan. Yusuf As sadar, berada di ‘lumbung uang’ bisa beresiko tinggi, sebab –bagi kebanyakan orang- uang itu sungguh ‘menggoda’. Alhamdulillah, sebagai bendahara negara-pun, Yusuf As lulus.
Akhirnya, tanpa siasat yang tak halal -seperti intrik, konspirasi, atau praktik-praktik negatif lainnya-, Yusuf As malah sampai juga ke puncak kekuasaan yaitu dia dipercaya sebagai raja.
Teguh, Kukuh
Dari serangkaian ujian yang pernah dilewati Yusuf As, terlihat bahwa hamba Allah yang shalih itu mampu mengatasi godaan “tiga ta” (wanita, harta, dan tahta) dengan sangat baik. Maka, sekadar mengulang; 1).Yusuf As berhasil mengatasi godaan Zulaiha, 2).Yusuf sukses mengelola uang negara ketika menjadi Menteri Keuangan tanpa terimbas penyakit ‘korupsi, kolusi, dan nepotisme. 3).Berjaya mengelola kekuasaan ketika menjadi kepala negara.
Maka, beriman teguhlah seperti Yusuf As! Kukuh di ‘wilayah’ mana saja: Baik ketika sedang berada di wilayah biasa-biasa saja dan apalagi jika sedang berada di wilayah ‘panas’.