RASULULLAH SAW telah Allah SWT utus untuk memberantas kejahiliahan dan kekafiran yang membelenggu masyarakat Arab pada masa itu. Dengan ajaran Islam yang ia bawa, Rasulullah SAW mengajak agar mereka beriman kepada Allah SWT dan meninggalkan kekafiran.
Namun, dalam perjalanannya, tidak semua bisa menerima risalah yang Rasulullah bawa. Sampai hari ini pun, kekafiran itu masih ada di banyak tempat di dunia. Maka bersyukurlah saudaraku, karena kita saat ini berada dalam keadaan Islam, dan semoga tetap menjadi Islam hingga akhir hayat.
Mengenai kekafiran, ada dua jenis kekafiran yang dijelaskan dalam al-Qur’an: kafir asli dan kafir murtad.
BACA JUGA: Munafik Lebih Bahaya daripada Kafir
Kafir asli adalah mereka yang tidak menganut agama Allah SWT yang disampaikan kepada manusia lewat perantaraan Nabi Muhammad SAW. Termasuk dalam kelompok ini adalah mereka yang mengatakan adanya tiga tuhan, seperti firman Allah SWT,
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلاثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلا إِلَهٌ وَاحِدٌ وَإِنْ لَمْ يَنْتَهُوا عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Sungguh, telah kafir orang-orang yang mengatakan bahwa Allah adalah satu dari yang tiga, padahal tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Rabb Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa azab yang pedih,”(al-Ma’idah: 73).
Para ulama menyebut penyimpangan dalam akidah kaum Nasrani sebagai al-ghuluw fid diin (berlebih-lebihan dalam urusan agama). Nabi Isa adalah hamba dan utusan Allah SWT, bukanlah tuhan seperti yang mereka katakan. Rasulullah SAW sangat khawatir hal yang sama akan terjadi pada dirinya dan umatnya, sehingga beliau menegaskan melalui sabdanya,
“Janganlah kalian memujaku (secara berlebihan) seperti kaum Nasrani memuja Isa. Katakanlah ‘abdullaahi wa rasuuluhu (hamba Allah dan utusannya),”(HR. Bukhari).
Selain itu, mereka yang memisahkan keimanan kepada Allah dari iman kepada Rasulullah SAW, mereka termasuk golongan ini. Sebagaimana firman Allah SWT,
إِنَّ الَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيُرِيدُونَ أَنْ يُفَرِّقُوا بَيْنَ اللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍ وَيُرِيدُونَ أَنْ يَتَّخِذُوا بَيْنَ
(١٥٠)ذَلِكَ سَبِيلا
(١٥١)أُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ حَقًّا وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا
“Sesungguhnya orang-orang yang ingkar kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud membeda-bedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan, ‘Kami beriman kepada sebagian dan kami mengingkari sebagian (yang lain),’ serta bermaksud mengambil jalan tengah (iman atau kafir), merekalah orang-orang kafir yang sebenarnya. Dan Kami sediakan untuk orang-orang kafir itu azab yang menghinakan.”(QS. An-Nisa:150-151).
Iman kepada Allah dan rasul-rasul-Nya merupakan landasan pokok keimanan dalam islam. Bila seseorang mengatakan dirinya beriman kepada Allah SWT dan tidak beriman kepada Nabi Muhammad SAW, dia telah kafir; karena keimanan kepada Allah tidak bisa dipisahkan dengan iman kepada rasul-rasul-Nya.
Termasuk golongan ini pula, orang-orang yang menganggap ada nabi lain setelah nabi setelah Nabi Muhammad SAW, dan mereka percaya kepada “nabi” itu. Nabi Muhammad SAW adalah nabi terakhir dan penutup para nabi dan rasul. Tidak ada lagi nabi lain setelahnya.
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ
“Muhammad itu bukanlah bapak dari seseorang di antara kalian, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup para nabi,”(QS. Al-Ahzab: 40).
BACA JUGA: Mengkafirkan Orang Lain, Bagaimana Hukumnya?
Jenis kekafiran kedua adalah kafir murtad. Seseorang disebut murtad karena melakukan salah satu atau beberapa perkara yang dapat membatalkan keimanan. Di antaranya: menghina atau mempermainkan Allah, rasul-Nya, dan agama-Nya; secara sengaja dan penuh kesadaran tidak mau melaksanakan perintah dan tidak menjauhi larangan-Nya.
Mengenai golongan ini, Allah SWT berfirman,
(٦٥)وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ
(٦٦)لا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ إِنْ نَعْفُ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka, niscaya mereka akan menjawab, ‘Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja.’ Katakanlah, ‘Mengapa kepada Allah, dan ayat-ayat-Nya serta Rasul-Nya kalian selalu berolok-olok?’ Tidak perlu kalian meminta maaf, karena kalian telah kafir setelah beriman. Jika Kami memaafkan sebagian dari kalian (karena telah taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) karena sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang (selalu) berbuat dosa,”(QS. At-Taubah: 65-66).
Kedua jenis kekafiran ini sama-sama mendapatkan neraka sebagai tempat kembali mereka di akhirat. Mereka akan kekal di dalamnya dan tidak akan diringankan siksa atas mereka walau sedikit pun. Nauudzubillah. []
Sumber: Kerajaan Al-Qur’an | Hudzaifah Ismail | Penerbit: Penerbit Almahira | 2012