Oleh: Deri Fathahurra’i
Mahasiswa Program Studi Ahwal Al-Syahsiyyah Fakultas Syari’ah Universitas PTIQ Jakarta
Surel: derifathahurrai11@gmail.com
Abstrak
Nor Ichwan dalam bukunya Memahami Bahasa Al-Quran : Refleksi atas Persoalan Linguistik yang dikutip oleh Dewi Murni dalam tulisannya yang berjudul Muthlaq dan Muqayyad dalam Jurnal Syahadah Vol. VII mengemukakan bahwa sesuatu yang muncul secara mutlaq dalam teks Al-Quran akan tetap berada dalam status kemutlaqannya selama tidak ada teks lain yang melakukan pembatasan terhadap kemutlaqannya itu. Demikian juga sebaliknya, status teks yang muqayyad itu akan tetap dalam kemuqayyadannya. Artinya bahwa apabila terdapat teks yang bersifat mutlaq, kemudian ditemukan teks lain yang menqayyidkannya, maka statusnya akan berubah menjadi tidak mutlaq lagi.
Pendahuluan
Secara bahasa, mutlaq berarti tidak terikat. Menurut istilah Ulama ushul fiqih, mutlaq adalah lafaz tertentu yang tidak terikat oleh batasan lafaz yang mengurangi keumumannya. Sedang muqayyad secara bahasa berarti dibatasi oleh batasan. Sedangkan menurut istilah, muqayyad adalah suatu lafaz tertentu yang dibatasi oleh batasan, lafaz lain yang mengurangi keumumannya. Misal, kata “golongan”.
BACA JUGA: 5 Macam Bacaan Istighfar dan Kapan Disunnahkan Membacanya
Sifat dari kata tersebut adalah mutlaq, karena tidak dikhususkan dengan lafaz lain. Jadi sifatnya global atau umum. Berbeda dengan kata “golongan Islam”, maka ia akan menjadi muqayyah karena dibatasi dengan lafaz lain. Artinya, “golongan” yang awalnya bersifat umum dibatasi dengan pengkhususan golongan-golongan “Islam” saja. Ada beberapa kemungkinan dari ketentuan mutlaq muqayyad antara lain: persamaan sebab dan hukum, sebabnya berbeda tetapi hukumnya sama, perbedaan hukum dan sebab, dan perbedaan hukumnya saja.
Pembahasan
Pembagian ketentuan mutlaq muqayyad dan contohnya antara lain:
A. Hukum dan sebabnya sama
Jika sebab dan hukum yang ada dalam mutlaq sama dengan sebab dan hukum yang ada dalam muqayyad . Maka dalam hal ini hukum yang ditimbulkan oleh ayat yang mutlaq tadi harus ditarik atau dibawa kepada hukum ayat yang berbentuk muqayyad.
Contohnya :
Ayat mutlaq: Surat al-Maidah ayat 3 tentang darah yang diharamkan, yaitu:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيْر…..
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah daging babi….”
Ayat Muqayyad: Surat al-AnAm ayat 145, dalam masalah yang sama yaitu “dam” (darah) yang diharamkan.
قُلْ لآ اَجِدُ فِيْ مَا اُوْحِيَ اِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَّطْعَمُه، اِلاَّ اَنْ يَّكُوْنَ مَيْتَةً اَوْدَمًا مَّسْفُوْحًا ……
“Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaKu, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir…..”
Dari kedua ayat tersebut, sama-sama membahas mengenai darah yang diharamkan. Namun, ada perbedaan mengenai jenis darah yang diharamkan. Pada ayat muthlaq, darah yang dimaksud adalah seluruh jenis darah tanpa terkecuali, sedangkan pada ayat muqayyad, jenis darah yang diharamkan itu terbatas pada jenis darah yang mengalir.
Jika kita kembali kepada pernyataan bahwa Jika sebab dan hukum yang ada dalam mutlaq sama dengan sebab dan hukum yang ada dalam muqayyad. Maka dalam hal ini hukum yang ditimbulkan oleh ayat yang mutlaq tadi harus ditarik atau dibawa kepada hukum ayat yang berbentuk muqayyad. Maka permasalahan darah yang diharamkan pada QS. Al-Maidah : 3 ditarik hukumnya kepada QS. Al-An’am : 145 dan disimpulkan bahwa darah yang diharamkan adalah darah yang mengalir.
BACA JUGA: Mengetahui Keutamaan dan 7 Macam Sabar
B. Hukum berbeda dan sebabnya sama
Jika sebab yang ada dalam mutlaq dan muqayyad sama tetapi hukum keduanya berbeda, maka dalam hal ini yang mutlaq tidak bisa ditarik kepada muqayyad.
Contonhnya:
Ayat mutlaq : Surat al-Maidah ayat 6 tentang tayammum, yaitu:
. . . . فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ مِّنْهُ . . . .
“Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah.”
Ayat Muqayyad : Surat al-Maidah ayat 6 tentang wudhu’, yaitu:
يَآيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوْا اِذَا قُمْتُمْ اِلَى الصَّلَوةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَاَيْدِيَكُمْ اِلَى الْمَرَافِقِ . . . .
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku.”
Kedua ayat diatas, sama-sama menerangkan tentang keharusan bersuci sebelum mendirikan atau melaksanakan shalat. Tetapi terletak perbedaan pada media yang digunakan dan cara membasuh tangan, dimana ayat muthlaq menggunakan media tanah serta membasuh tangan tanpa adanya batasan tertentu sedangkan ayat muqayyad menggunakan media air dalam bersuci serta membasuh tangan dengan batasan hingga siku.
Jika berkaca pada pernyataan sebelumnya, maka ketentuan menyapu tangan dengan tanah tidak bisa dipahami sampai siku, sebagaimana ketentuan wudhu’ yang mengharuskan membasuh tangan sampai siku.
C. Hukumnya sama sedangkan sebabnya berbeda Dalam hal ini ada dua pendapat:
1) Menurut golongan Syafi’i, mutlaq dibawa kepada muqayyad.
2) Menurut golongan Hanafi dan Makiyah, mutlaq tetap pada tempatnya sendiri, tidak dibawa kepada muqayyad.
Contoh mutlaq:
وَالَّذِيْنَ يُظَهِرُوْنَ مِنْ نِسَاءِهِمْ ثُمَّ يَعُوْدُوْنَ لِمَا قَالُوْا فَتَحْرِيْرُرَقَبَةٍ مِّنْ قَبْلِ اَنْ يَّتَمَاسَّا …….
“Orang-orang yang menzihar isterinya kemudian mereka hendak menarik apa yang mereka ucapakan maka (wajib atasnya) memerdekakan hamba sahaya sebelum keduanya bercampur……..” (Qs. al-Mujadalah: 3).
Contoh muqayyad
……. وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًاخَطَأً فَتَحْرِيْرُرَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةٍ ……
“…. Barang siapa yang membunuh orang mukmin dengan tidak sengaja (karena kekeliruan) maka hendaklah membebaskan seorang hamba yang mukmin . . .”. (Qs. an-Nisa’: 92).
Kedua ayat di atas berisi hukum yang sama, yaitu pembebasan budak. Sedangkan sebabnya berbeda, yang ayat pertama karena zhahir dan yang ayat yang kedua karena pembunuhan yang sengaja.
D. Sebab dan hukum yang ada pada muthlaq berbeda dengan sebab dan hukum yang ada pada muqayyad
Jika sebab dan hukum yang ada pada mutlaq berbeda dengan sebab dan hukum yang ada pada muqayyad, maka yang mutlak tidak bisa dipahami dan diamalkan sebagaimana yang muqayyad. Contoh dalam masalah tangan yang terdapat pada dua ayat namun tidak saling berhubungan.
Pertama “tangan” secara mutlak di surat Al-Maidah ayat 38 :
وَالسَّرِقُ وَالسَّرِقَةُ فَاقْطَعُوْا اَيْدِيَهُمَا . . .
“Pencuri laki-laki dan pencuri perempuan maka potonglah tangan mereka” (QS. Al-Maidah : 38) Kemudian dalam surat Al-Maidah ayat 6 juga ada tangan, tapi tidak saling terkait:
يَآيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوْا اِذَا قُمْتُمْ اِلَى الصَّلَوةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَاَيْدِيَكُمْ اِلَى الْمَرَافِقِ . . . .
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku.” (QS. Al-Maidah : 6)
BACA JUGA: 3 Jenis Riba Zaman Sekarang
Pada ayat pertama ada kata tangan secara mutlaq, karena tidak dibatasi. Di ayat kedua juga ada tangan yang dibatasi (muqayyad) yaitu sampai siku. Namun antara keduanya tidak ada hubungan mutlaq dan muqayad, karena keduanya berbeda sebab dan berbeda hukum serta keduanya tetap dalam kedudukannya masing-masing.
Kesimpulan
a) Dari uraian di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa macam-macam mutlaq-muqayyad terbagi menjadi empat bagian diantaranya:
sebab dan hukum yang ada dalam mutlaq sama dengan sebab dan hukum yang ada dalam muqayyad.
sebab yang ada dalam mutlaq dan muqayyad sama tetapi hukum keduanya berbeda.
sebab yang ada pada mutlaq dan muqayyad berbeda, tetapi hukum keduanya sama.
Jika sebab dan hukum yang ada pada mutlaq berbeda dengan sebab dan hukum yang ada pada muqayyad. []
Refrensi:
1.Murni, D. (2019). MUTLAQ DAN MUQOYYAD. SYAHADAH: Jurnal Ilmu al-Qur’an dan Keislaman, 7(1), 51-80.
2.Erizal, E. (2019). Jenis Hewan untuk Aqiqah: Analisis Muthlaq dan Muqayyad Hadits dalam Ushl Fiqh. Ijtihad, 34(1).
3.ISALMA, P. H., & KHADAPI, A. R. DASAR HUKUM PERBEDAAN PENDAPAT ULAMA’DALAM.
4.Rajiah, R. (2013). AL-MUTLAQ dan AL-MUQAYYAD DALAM HUKUM ISLAM. PILAR, 4(2).
Situs web
Kirim tulisan Anda ke Islampos. Isi di luar tanggung jawab redaksi. Silakan kirim ke: islampos@gmail.com, dengan ketentuan tema Islami, pengetahuan umum, renungan dan gagasan atau ide, Times New Roman, 12 pt, maksimal 650 karakter.