SALAH satu kaidah fiqih menyatakan, jika sisi halal dan haram bertemu pada satu perkara, maka yang diunggulkan adalah sisi keharamannya (إذا اجتمع الحلال والحرام غلب الحرام).
Dan salah satu contoh penerapan kaidah ini adalah, jika ada dua dalil, yang satu menunjukkan pengharaman, sedangkan dalil satunya lagi membolehkan, maka yang diunggulkan adalah sisi keharamannya.
Karena itu, ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu, ketika ditanya tentang mengumpulkan dan menggauli dua orang saudari yang sama-sama berstatus budak, beliau menyatakan: “Satu ayat Al-Qur’an menghalalkan hal tersebut, dan satu ayat lainnya mengharamkannya. Dan sisi keharamannya lebih saya sukai.” (Diriwayatkan oleh Imam Malik dalam “Al-Muwaththa”)
BACA JUGA: Benarkah Banyak Kematian di Bulan Sya’ban, Adakah Dalilnya?
Demikian juga, saat terjadi ta’arudh (pertentangan) dua Hadits, yaitu:
لك من الحائض ما فوق الإزار
Artinya: “Kamu boleh melakukan apa saja dengan istrimu yang haid, selain pada sarungnya (pakaian yang menutupi dari pusar hingga lutut).” (HR. Abu Dawud)
Dan Hadits:
اصنعوا كل شيء إلا النكاح
Artinya: “Silakan kalian lakukan apa saja, kecuali hubungan badan (jima’).” (HR. Muslim)
Hadits pertama menunjukkan haramnya bercumbu rayu dengan istri yang sedang haid, pada bagian tubuh antara pusar hingga lutut.
Sedangkan Hadits kedua menunjukkan kebolehannya, selama tidak sampai berhubungan badan. Dan yang dirajihkan adalah Hadits yang mengharamkan bercumbu pada bagian tubuh antara pusar hingga lutut, sebagai bentuk kehati-hatian.
Catatan Tambahan:
Ayat Al-Qur’an yang dimaksud oleh ‘Utsman radhiyallahu ‘anhu, yang menghalalkan dan mengharamkan menggauli (jima’) dua orang budak perempuan yang bersaudari adalah:
إلا على أزواجهم أو ما ملكت أيمانهم
Artinya: “Kecuali pada istri-istri mereka dan budak-budak yang mereka miliki.” (QS. Al-Mu’minun [23]: 5)
Ayat di atas menunjukkan halalnya menggauli dua orang budak perempuan bersaudari, karena ia masuk pada keumuman bolehnya menggauli budak yang dimiliki.
BACA JUGA: Dalil-dalil Haramnya Melakukan Riba
Dan ayat:
وأن تجمعوا بين الأختين
Artinya: “Dan (diharamkan bagi) kalian mengumpulkan dua orang perempuan bersaudari.” (QS. An-Nisa [4]: 23)
Ayat di atas menunjukkan haramnya mengumpulkan dua orang perempuan bersaudari, dan itu umum, baik menjadikan keduanya sebagai istri, maupun menggauli keduanya dalam status sebagai budak.
Wallahu a’lam. []
Rujukan: Idhah Al-Qawa’id Al-Fiqhiyyah, karya Syaikh ‘Abdullah bin Sa’id Al-Lahji, Halaman 100-101, Penerbit Dar Adh-Dhiya, Kuwait.
Facebook: Muhammad Abduh Negara