IN my humble opinion, Musa dan anak-anak kecil lainnya yang hafal Al Quran bukanlah anak ajaib. Sebab, setiap anak terlahir punya potensi yang sama. Yang membedakan bagaimana orang tua setiap anak mengisi anak-anaknya.
Maka, ketika membaca kisah-kisah bagaimana anak-anak ini bisa menghafal di usia sangat dini, yang perlu kita cek pertama kali adalah bagaimana hafalan kita.
Hafalan orang-orang dewasa di sekitar anak-anak kita. Orang tua ataupun keluarga terdekat yang ikut andil mengasuh mereka.
Berhubung belum punya anak, saya mencoba menerapkan pada ponakan. Paling tidak, saya coba terapkan dalam seminggu ponakan yang masih kecil menghafal minimal 1 surah pendek.
Menyesuaikan dan menyiasati kondisi si anak.
Misalnya, karena ponakan saya yang super aktif dan tak mau diam, setiap kali akan membantunya menghafal satu surah, saya membawanya keliling naik motor dan dia duduk di depan. Motor laju si ponakan saya tak punya pilihan lain kecuali diam dan mendengar saya membaca sebuah surah berulang-ulang.
Menakjubkan bagi saya. Dari yang diam, karena sama sekali tak menghafal surah yang saya bacakan, tak sampai ulangan ke 10 kali ponakan mulai ikut melafazkan ayat demi ayat. Meski belum terlalu fasih.
Mengulang ke 20 kali dia telah hafal 3 ayat dan masya Allah setengah jam berikutnya sebuah surah yang panjangnya 5 ayat sudah mulai dihafalnya, meski masih sedikit tersendat ia sudah bisa melafazkannya sendiri. Selanjutnya sisa diulang-diulang saja.
Jadi, jika anak kecil bisa hafal secepat itu, bisa saya bayangkan tugas saya sebagai orang dewasa harusnya terus menambah hafalan jauh lebih cepat daripada ponakan saya.
Begitulah, Correct Me If I’m Wrong! []