BELAKANGAN ini santer terdengar istiah ‘pelakor’. Sebutan itu merujuk pada seorang wanita yang dinilai terlah merebut suami orang lain. Tak tanggung-tanggung, aksi labrak terhadap pelakor kerap jadi tontonan yang viral di media sosial.
Gara-gara pelakor, tak jarang rumah tangga yang harmonis menjadi guncang, retak dan akhirnya hancur. Namun, tak sedikit yang berakhir dengan maaf dan rujuk kembali.
Nah, bagaiamana jika terjadi sebaliknya? Bagaimana jika yang ‘dicuri’ orang itu bukan suami,melainkan istri? Bagimana hukum dan penyelesaian kasusnya dalam pandangan Islam?
Ustadz Ammi Nur Baits sebagaimana dikutip dari laman Konsultasi Syariah, menjawab persoalan tersebut dengan memberikan rincian dari para ulama.
Pertama, jika istri bertaubat dan sangat menyesali perbuatannya, bahkan dia berusaha meminta maaf kepada suaminya, mengubah cara pergaulannya dan cara berpakaiannya. Dia menjadi wanita yang dekat dengan Allah, menutup aurat dan menghindari pergaulan dengan lelaki yang bukan mahram. Maka, suami boleh mempertahankan istrinya dan tidak menceraikannya. Dengan dua syarat, yakni: suami harus siap memaafkan istrinya dan tidak mengungkit masa lalunya, setelah dia bertaubat dan siap merahasiakan kasus istrinya dan tidak menceritakannya kepada siapapun.
BACA JUGA: Tak Ingin Istri Anda Selingkuh, Jangan Biarkan Merasakan Ini
Dengan sikap ini, insyaaAllah akan menjadi sumber pahala bagi suami, karena ini termasuk bentuk kesabaran.
Sandarannya sebagiamana disebutkan dalam fatwa Islam, no. 162851:
“Pernyataan kami ‘suami boleh mempertahankan istrinya’ artinya bukan kewajiban. Suami bisa mempertimbangkan dampak baik dan buruknya, untuk menentukan pilihan, cerai ataukah dipertahankan.”
Jika kedua syarat yang telah dikemukakan di atas tidak dapat dipenuhi, maka cerai menjadi jalan akhir yang bisa dipilih. Ini biasanya terjadi pada sebagian suami yang tak kuasa menceraikan istrinya, namun sangat sulit baginya memaafkan perselingkuhan yang dilakukan istrinya. Sehingga yang terjadi, suami hanya bisa marah dan marah, bahkan menzalimi istrinya. Maka,cerai jadi jalan agar tidak terjadi maksiat baru dalam pernikahan.
Kedua, jika sang istri belum bertaubat dan tidak menunjukkan penyesalan, bahkan pergaulannya masih bebas seperti sebelumnya, meskipun dia telah meminta maaf kepada suaminya. Ulama berbeda pendapat, apakah suami wajib menceraikan istrinya atakah boleh mempertahankannya.
Pertama, pendapat mayoritas ulama. Suami boleh mempertahankan istrinya. Salah satu yang berpendapat demikian adalah Dr. Muhammad Ali Farkus.
“Seperti yang telah dipahami dalam aturan syariat, bahwa zina yang dilakukan salah satu diantara suami istri, menjadi sebab ditegakkannya hukum rajam. Namun jika hukuman ini tidak bisa ditegakkan, karena persyaratan untuk itu tidak terpenuhi, ikatan nikah tidak difasakh (dibubarkan) disebabkan zina yang dilakukan salah satunya. Dan tidak wajib difasakh, baik kasus zina itu terjadi sebelum hubungan badan atau sesudahnya, menurut pendapat mayoritas ulama.” (ferkous.com)
Pendapat kedua, suami tidak boleh mempertahankan istrinya dan harus menceraikannya. Karena ketika sang suami mempertahankan istrinya, dia dianggap tidak memiliki rasa cemburu, dan tergolong suami dayuts. Sikap ini termasuk dosa besar.
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tiga orang yang tidak akan Allah lihat mereka pada hari kiamat: Orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, wanita tomboi, dan lelaki dayuts.” (HR. Ahmad 5372, Nasai 2562, dan dishahihkan Syuaib Al-Arnauth).
Dalam Musnad Imam Ahmad terdapat penjelasan siapakah Dayuts.
“Lelaki dayuts yang membiarkan perbuatan keji pada keluarganya.” (Musnad Ahmad no. 6113).
Syaikhul Islam pernah ditanya: ada seorang suami yang masuk rumahnya, tiba-tiba dia memergoki istrinya sedang bersama lelaki yang bukan mahram. Apa yang harus dilakukan si suami?
Jawaban Syaikhul Islamadalah sebagai berikut:
“Dalam hadis dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Bahwa Allah ta’ala ketika menciptakan surga, Dia berfirman: ‘Demi keagungan dan kebesaran-Ku, tidak akan ada yang bisa memasukimu (surga), orang yang bakhil, pendusta, dan dayuts.” Dayuts adalah orang yang tidak memiliki rasa cemburu. Dalam hadis shahih, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya seorang mukmin memliki rasa cemburu, dan Allah juga cemburu. Cemburunya Allah adalah ketika ada seorang hamba melakukan apa yang Dia haramkan untuknya.”
Kemudian Syaikhul Islam melanjutkan penjelasannya, “Dan Allah telah berfirman:
‘Lelaki yang berzina tidak boleh menikahi melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dinikahi kecuali oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin. (QS. An-Nur: 3).’
BACA JUGA: Beda Poligami dan Pelakor, bagai Surga dan Neraka?
Oleh karena itu, pendapat yang kuat di antara pendapat ulama, bahwa wanita pezina, tidak boleh dinikahi kecuali setelah dia bertaubat. Demikian pula ketika seorang istri berzina, tidak boleh bagi sang suami untuk tetap mempertahankannya, selama dia belum bertaubat dari zina, dan dia harus menceraikannya. Jika tidak, dia termasuk dayuts.” (Majmu’ Fatawa, 32/141).
Demikianlah tindakan yang dapat dilakukan seorang suami apabila mendapati istrinya berselingkuh.
Intinya, perempuan yang berzina, tidak lebih baik dari pada lelaki yang berzina. Apalagi, ketika sudah menikah, dosanya pun jauh lebih besar. []
SUMBER: KONSULTASI SYARIAH