SEORANG suami dianugerahi kenikmatan ketika berhubungan dengan istrinya yaitu inzal atau orgasme. Namun tidak demikian dengan istri. Di sebagian kasus, hal ini tidak terjadi pada wanita.
Setidaknya, dirangkum dari berbagai sumber, ada dua hal yang bisa menyebabkan orgasme wanita tidak terwujud.
Pertama, keinginan suami untuk cepat-cepat menyelesaikan “keperluannya”, atau mungkin karena terlalu cepat “keluar”, atau memang karena ketidaktahuannya mengenai cara membuat wanita istrinya ke puncak. Dalam hal ini, padahal ada sebuah hadits yang telah mengingatkan kita, “Apabila salah seorang diantara kalian menggauli istrinya, maka hendaknya ia berlaku jujur. Barangkali ia mengakhiri hubungan sebelum istri terpenuhi hajatnya, maka janganlah terburu-buru mengakhiri hingga istri terpenuhi hajatnya pula,” (Al-Haitsami dalam Majma’uz Zawaid (IV;295) dari Hadits Anas bin Malik).
Kedua, karena memang sang istri yang lambat panas. Di sini perlu dicermati, terkadang istri itu memang tipikal lambat panas. Tapi mungkin saja di sini justru kekurangannya ada pada suami yang memang terburu-buru melakukan penetrasi, kurang memberikan foreplay. Mungkin karena menganggap remeh soal hubungan, atau karena memang sikap egoisnya yang terlalu besar.
Di sini, hal yang harus dicermati oleh seorang suami adalah bahwa, hubungan dengan istri merupakan hubungan interaksi yang termasuk dalam konsep ta’awanu ‘alal birri wat taqwa, atau bekerjasama dalam mencapai kebaikan dan ketakwaan. Di situ ada kepentingan fitrah manusia, kepentingan menjaga kesucian diri, kepentingan mencari kepuasan secara halal, kepentingan membahagiakan pasangan, kepentingan menjaga keharmonisan dan keutuhan rumah tangga dan setumpuk kepentingan yang lainnya.
Maka tidak boleh bagi seorang suami membiarkan istri tanpa mencapai puncak. Seorang suami yang selalu menyelesaikan hajatnya dengan kurang memikirkan kepuasan pasangannya jelas-jelas telah merusak banyak kemaslahatan tanpa dia sadari. Ia harus bertaubat kepada Allah Ta’ala dan merubah cara berhubungannya. Kalau tidak, ia akan menanggung akibat buruknya di dunia dan di akhirat
Ibnu Quddamah menjelaskan, “Karena hal itu (yaitu membiarkan istri tanpa orgasme) amat berbahaya dan dapat menghalanginya dari memuaskan nafsu birahinya.”
Ibnu Quddamah menjelaskan lagi, “Sangat dianjurkan melakukan permainan beberapa saat dengan istri sebelum berhubungan intim untuk membangkitkan gairah syahwatnya, sehingga ia bisa mendapatkan juga kenikmatan bersetubuh seperti yang dirasakan sang suami.”
Umar bin Abdul Aziz menjelaskan, “Jangan segera melakukan penetrasi terhadap istri sebelum ia mengalami gairah seks seperti Anda, agar Anda tidak terlebih dahulu mengalami orgasme.” Beliau melanjutkan, “Anda bisa menciumnya dan melakukan rangsangan lain, jika Anda sudah melihat dia mengalami gairah yang sama dengan Anda (terangsang), silahkan Anda menyetubuhinya.”
Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin menyatakan: “Apabila seorang laki-laki telah terpenuhi hajatnya dengan keluar mani, tahanlah hingga istri terpenuhi. Karena sang istri terkadang lambat meraihnya. Menyelesaikan hubungan seperti itu (maksudnya tanpa istri mencapai orgasme) merupakan siksaan bagi istri.” []